1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikThailand

Putra Raja Thailand Desak Diskusi soal Hukum Lese Majeste

20 September 2023

Putra raja Thailand menyerukan diskusi terbuka mengenai undang-undang yang melarang penghinaan terhadap keluarga kerajaan, sebuah topik sensitif yang telah menyebabkan ratusan orang diadili dalam beberapa tahun terakhir.

https://p.dw.com/p/4WaBV
Demonstrasi di Bangkok, Thailand, pada Januari 2021
Demonstran menentang undang-undang larangan penghinaan terhadap keluarga kerajaan ThailandFoto: Peerapon Boonyakiat/SOPA/Zuma/picture alliance

Vacharaesorn Vivacharawongse, putra kedua Raja Maha Vajiralongkorn, menyampaikan usulan untuk diskusi terbuka membahas undang-undang yang melarang penghinaan terhadap keluarga kerajaan, setelah mengunjungi sebuah pameran di New York, Amerika Serikat, pada Selasa (19/09). Ekshibisi tersebut menyoroti orang-orang yang dituntut berdasarkan undang-undang pencemaran nama baik kerajaan Thailand yang ketat.

Undang-undang, yang sering disebut sebagai 112 sesuai pasal hukum pidana itu, melindungi raja dan keluarga dekatnya dari hampir semua kritik. Siapa yang melanggar dapat menerima hukuman penjara yang berat.

"Saya hadir sebagai warga negara Thailand yang mencintai dan menghormati monarki. Namun, saya percaya bahwa ‘mengetahui' lebih baik daripada ‘tidak mengetahui',” tulis Vacharaesorn dalam bahasa Thailand di Facebook.

"Setiap orang harus berbagi pendapat berdasarkan pengalaman yang berbeda.”

Ia menulis bahwa mengabaikan opini tidak membuat opini tersebut hilang.

"Karena itu, saya yakin mendengarkan mereka adalah hal yang baik,” tulis pria berusia 42 tahun itu.

Membungkam perbedaan pendapat

Sebelumnya kritikus telah lama menyatakan bahwa undang-undang tersebut digunakan untuk membungkam perbedaan pendapat.

Protes besar-besaran pada tahun 2020 menyebabkan ribuan orang mendesak reformasi undang-undang, sebuah seruan yang diperjuangkan oleh Partai Move Forward (MFP) yang memenangkan kursi terbanyak dalam pemilu nasional pada Mei lalu.

Tekad MFP untuk mengubah undang-undang tersebut pada akhirnya menghalangi mereka mengambil alih kekuasaan  setelah mendapat perlawanan kekuatan konservatif pro-royalis di parlemen.

Pertunjukan "Wajah Korban 112" di Universitas Columbia diselenggarakan oleh akademisi kerajaan Thailand di pengasingan, Pavin Chachavalpongpun, yang mengonfirmasi kepada AFP bahwa Vacharaesorn hadir sebagai tamu.

"Dia tertarik dengan masalah ini dan dia mengatakan bahwa meskipun ada perbedaan pendapat mengenai masalah ini, harus ada cara yang harus kita komunikasikan,” katanya dari New York.

Vacharaesorn melakukan kunjungan tak terduga ke Thailand pada bulan Agustus, pertama kalinya dalam hampir dua dekade, setelah menghabiskan sebagian besar hidupnya di luar negeri.

Kunjungannya terjadi pada saat yang sensitif bagi keluarga kerajaan Thailand, karena putri tertua raja, Putri Bajrakitiyabha Mahidol, masih dirawat di rumah sakit setelah pingsan dan kehilangan kesadaran pada Desember lalu.

Namun, istana tidak mengomentari kunjungan tersebut.

Raja, yang memiliki tujuh anak dari empat pernikahannya, belum secara resmi menunjuk ahli warisnya, meskipun peraturan suksesi Thailand lebih mengutamakan anak laki-laki.

ha/ (AFP)