1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

War Takjil, Manisnya Cuan Bagi UMKM yang Melebur Sekat Agama

26 Maret 2024

War takjil atau kompetisi mendapatkan takjil atau makanan untuk berbuka tidak hanya menyemarakkan Ramadan. war takjil juga menambah pendapatan UMKM dan menyambung persaudaraan antarumat beragama.

https://p.dw.com/p/4e6mg
War takjil, saat warga berburu makanan jelang buka puasa
War takjil, saat warga berburu makanan jelang buka puasaFoto: C.Andhika/DW

Tiap pukul 15.00 di bulan puasa, pedagang takjil musiman mulai menggelar lapak di pinggir-pinggir jalan. Jika biasanya mereka berlomba-lomba mencari lokasi di pusat keramaian, saat puasa mereka bisa menggelar lapak di mana pun.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), takjil berarti mempercepat untuk berbuka puasa, dan makanan dan minuman untuk berbuka puasa. Namun, makanan ini juga dijual untuk semua orang tanpa memandang apakah ia berpuasa atau tidak. Semua orang bisa beli takjil.

Keragaman di dalam lapak takjil ini pun jadi marak di media sosial dengan sebutan war takjil, yang diterjemahkan secara harafiah sebagai ‘pertarungan' untuk mendapatkan takjil oleh siapa pun.

Akibatnya, di media sosial banyak warganet mengeluhkan begitu cepatnya takjil ludes terjual jauh sebelum waktu berbuka tiba. Namun lucunya, warganet juga membagikan strategi supaya berhasil mendapat takjil incaran, sampai rencana'balas dendam' saat Hari Raya Paskah dengan memborong semua telur ayam.

Di media sosial, berbagai konten editan tentang war takjil pun banyak beredar. Dari pedagang takjil yang menanyakan agama pembelinya, sampai Yesus turun ke bumi untuk membeli takjil. Hebatnya, isu agama yang kerap sensitif ini juga tak membuat war takjil jadi masalah.

Cuma ada kala Ramadan

Buat Febry Ardani dan istrinya, berburu takjil adalah sebuah kenikmatan tersendiri. Meski bukan muslim, kesempatan setahun sekali ini tak pernah mereka lewatkan.

"Saya suka banget sama kolak, kalau istri suka biji salak. Alasannya nostalgia, dari kecil memang suka makan kolak dan biji salak. Karena kolak itu emang setahun sekali jadi ada kangennya. Bisa bikin sendiri tapi tidak ada momennya," ucapnya kepada DW Indonesia.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Senada dengan Febry, Antonius Tri Hartanto juga salah satu orang yang gemar jajan, termasuk ikut war takjil. Buatnya, takjil itu unik dan punya variasi makanan yang berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Kesukaannya yaitu biji salak. Anton punya trik jitu saat ingin makan pukis favoritnya di bulan puasa. Sadar bahwa tukang pukis akan diserbu pembeli jelang war takjil, dia pun langsung pesan lewat chat.

Heboh war takjil antara kaum muslim dengan nonmuslim ini sebenarnya bukan soal baru. Buat Dian Eka Rahayu, warga Depok, berburu takjil ini bisa dilakukan siapa pun, yang penting: "jangan barbar."

"Siapa saja boleh beli makanan yang dia sukai. Tapi yang pasti sih ‘aturannya' buat semua pembeli. Karena terkadang antreannya tidak jelas, suka barbar. Siapa yang datang duluan siapa yang maksa dilayanin duluan," kata perempuan yang enggan datang ke tempat takjil yang tengah viral ini.

War takjil, dadakan pembawa rezeki

Ramadan yang datang setahun sekali, menjadi peluang bisnis tersendiri buat Ni Putu Peggy Agustien. Usaha takjil keluarga mereka sebenarnya sudah dimulai ibunya, sejak awal 90-an. Namun sempat terhenti lantaran sang ibu kelelahan.

Untuk membuat 250 takjil dengan 6 jenis gorengan, 6 jenis takjil, bihun goreng, arem-arem, dan lupis, mereka dibantu oleh 3 orang warga sekitar selama jualan takjil. Dia juga menyebut, jumlah ini belum termasuk titipan tetangga.

'Bukti kemenangan' saat war takjil
'Bukti kemenangan' saat war takjilFoto: C.Andhika/DW

Keramaian lapak takjil dadakan Peggy di Kawasan Ciledug tak ayal membuat pelanggannya selalu punya acara antisipasi untuk dapat camilan kesukaan mereka. Dia mengatakan, sebelum lapak dibuka, sudah ada 2-3 orang yang menunggu di depan rumahnya. Itu pun belum termasuk orang-orang yang pesan lewat pesan singkat sebelum pukul 3 sore. 

"Nah lucunya, suka pada rebutan duluan, saya juga bingung ya ngga tahu yang datang duluan yang mana. Jadi dia ngatur sendiri, tinggal kasi kita uangnya.  Yang kasian kalau gorengan sisa sedikit tapi 2-3 orang mau beli. Kalau sudah begini, mereka sendiri yang pada kompromi, bagi rata saja biar tidak ribut.”

Dia mengaku, usaha dadakan yang berawal dari iseng justru kini laris manis dan membawa rezeki untuk keluarganya. Sampai saat ini dia punya banyak pelanggan dari berbagai kalangan dan agama, dan tak pernah merasakan diskriminasi terkait hal ini.

"Pada tahu kok kalau keluarga saya non-Islam, jadi buat mereka keuntungan juga karena bisa nyicipin pas masak, jadi rasanya tidak ada yang kurang.”

"Takjil war ini lucu ya, dan jelas buat pedagang jadi nambahin omzet ya, soalnya pembelinya makin banyak. Apalagi kalau sudah datang pembeli kompetitif.”

Agar kantong tidak bolong setelah war takjil

Menanggapi fenomena war takjil, pemerhati kuliner dan UMKM Ade Putri Paramadita menyebut bahwa hal ini membawa pengaruh positif dari berbagai sisi.

Salah satu penjual takjil di Jakarta
Dari gorengan hingga ke penganan manis seperti kolak, makanan khas untuk berbuka banyak dijual saat Ramadan.Foto: C.Andhika/DW

"Takjil War mungkin sudah ada dari dulu, mencapai popularitasnya sejak maraknya media sosial. Walau tanpa bantuan medsos sebenarnya Takjil War tetap terjadi, tetap saja, unggahan medsos pasti secara tidak langsung ikut memicu penggunanya untuk ikutan berburu. Positifnya? Dagangan bisa lebih cepat ludes,” ungkapnya kepada DW Indonesia.

Ia mengatakan, pada dasarnya orang Indonesia menyukai kemeriahan, baik itu Pekan Raya Jakarta, perayaan tahun baru, malam takbiran, dan waktu ngabuburit di berbagai daerah. "Pesona ini hadir dari beragamnya makanan yang dijual, termasuk riuhnya masyarakat yang berkumpul untuk berburu takjil ini.”

War takjil ini nyatanya memang bukan cuma berpengaruh positif pada, Ade mengatakan bahwa hal ini juga secara otomatis akan meningkatkan perekonomian dan bisnis UMKM. Banyaknya penjual takjil musiman hadir sebagai respons dari animo masyarakat yang juga musiman.

Mengutip data Mandiri Spending Index (MSI) periode Januari-Februari 2024 belanja masyarakat ke supermarket dan restoran atau makanan mencapai 40% atau naik 10% dari tahun sebelumnya di bulan yang sama.

Indeks Ekspektasi Penjualan (IEP) Maret 2024 sebesar 132,3 (lebih tinggi daripada 115,1 pada bulan sebelumnya).  Perkiraan peningkatan penjualan eceran Maret 2024 tersebut dipengaruhi oleh peningkatan permintaan masyarakat saat Ramadhan.

Data tersebut juga memperkirakan IEP akan menurun pada enam bulan mendatang atau setelah Ramadan. Hal ini pun lantas bakal memicu kekhawatiran tentang bagaimana mempertahankan keuntungan yang didapat dari UMKM saat bulan Ramadan sudah berlalu?

Sampai saat ini, Ade menyebut ada beberapa masalah yang kerap dihadapi UMKM dalam memasarkan produknya. Misalnya adalah standar produk, menentukan harga yang tepat, soal perizinan, dan promosi. Ia yakin beberapa usaha kuliner ini masih bisa diteruskan setelah Ramadan.

"Pasar UMKM di bidang kuliner memang masih terbuka lebar. Tapi mereka tetap harus teliti dan jeli memahami kebutuhan serta selera pasar yang cukup agresif pergerakannya. Menentukan cara berjualan juga perlu, karena untuk mencapai target pasar yang lebih luas, pasti diperlukan banyak membuka saluran penjualan.” (ae)

C. Andhika S. Detail, humanis, dan tidak ambigu menjadi pedoman saya dalam membuat artikel yang berkualitas.