Tantangan UE Tahun 2025: Perang Dagang dan Invasi Rusia
31 Desember 2024Tahun 2025, Uni Eropa tidak akan kekurangan kendala: Ukraina yang terluka, Rusia yang kian agresif dan kekuasaan Donald Trump di Gedung Putih, Amerika Serikat. Kesukaran ini diperparah dengan kelesuan ekonomi, tingkat utang yang tinggi dan kelumpuhan politik di kedua negara terbesar, Jerman dan Prancis.
Harapan, kata Steven Everts dari Institut Riset Keamanan Eropa di Paris, kini terletak pada konstelasi di Brussels. Usai pemilu legislatif pada pertengahan 2024 lalu, Komisi Eropa kini dipimpin wajah-wajah baru, meski masih dikepalai Ursula von der Leyen.
"Ini adalah momen, di mana kita bisa mengkaji ulang, menyesuaikan dan menghidupkan kembali strategi politik luar negeri Uni Eropa," ujarnya.
1. Bantuan untuk Ukraina
Dukungan keuangan dan militer untuk Ukraina berada di urutan teratas dalam daftar tugas Komisi Eropa. UE berniat menyumbangkan 1,5 miliar euro dari ke kasnya untuk pemerintah di Kyiv setiap bulan. Selain itu, Ukraina mendapat pinjaman sebesar 50 miliar euro dari kelompok negara G7, yang akan dibayar dengan keuntungan dari aset Rusia yang dibekukan.
Selain itu, negara-negara Eropa juga harus membiayai sejumlah besar pengiriman amunisi dan senjata untuk Ukrina. Besarnya bantuan bisa ditingatkan jika Presiden AS yang baru, Donald Trump, menjalankan ancamannya memotong atau sepenuhnya membatalkan bantuan yang sebelumnya diberikan oleh AS kepada Ukraina.
Di bawah Presiden Joe Biden, AS telah membiayai hampir separuh bantuan Ukraina. Para diplomat UE melaporkan bahwa ada spekulasi kuat di Brussel mengenai berapa banyak uang yang akan dibayarkan. Tidak ada yang tahu apa sebenarnya yang akan terjadi pada tahun 2025. "Kami hanya akan menunggu dan melihat. Kami belum benar-benar siap menghadapi Trump," kata seorang diplomat Uni Eropa secara tertutup.
2. Modernisasi militer
Selain memperkuat Ukraina, UE pada tahun 2025 akan fokus memodernisasi pertahanan. Untuk pertama kalinya Komisi Eropa mendirikan departemen yang membidangi pertahanan dan luar angkasa. Komisaris Andrius Kubilius tidak ditugaskan untuk membentuk tentara Eropa, melainkan mengoordinasikan pengadaan senjata negara-negara anggota UE.
Saat ini, anggaran di banyak negara anggota terlalu kecil untuk bisa segera membeli senjata baru atau menambah jumlah tentara.
Tekanan dapat meningkat jika Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk memotong belanja pertahanan untuk Eropa dan meminta lebih banyak kontribusi dari negara-negara UE.
Dari mana dana miliaran dolar untuk militer akan berasal, masih menjadi misteri bagi banyak politisi Uni Eropa. Di Jerman saja, celah dalam anggaran pertahanan mencapai 230 miliar euro dalam jangka menengah, perkiraan lembaga penelitian ekonomi IFO di Munich. Di Italia jumlahnya sebesar 120 miliar, di Spanyol 80 miliar.
3. Tata kelola utang
Pada tahun 2025, tidak hanya tambahan belanja militer yang harus dibiayai, namun juga investasi dalam restrukturisasi perekonomian yang ramah iklim. Selain itu UE berkomitmen mendukung perekonomian dan untuk rekonstruksi di Gaza, Lebanon dan Suriah. Dalam laporan dramatis mengenai daya saing perekonomian UE, mantan presiden Bank Sentral Eropa, Mario Draghi, berbicara tentang kebutuhan investasi sebesar 800 miliar euro.
Draghi yang berasal dari Italia merekomendasikan utang negara untuk pembiayaan awal guna menarik investor swasta. Perancis dan Italia sudah siap menghadapi prosedur defisit berlebihan yang diterapkan Uni Eropa. Spanyol bisa segera bergabung.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Meskipun Jerman masih berada di bawah batas utang UE, Berlin belum mampu mengambil tindakan dalam hal kebijakan fiskal, karena akan adanya pemilu baru. Menteri keuangan baru tidak akan menyajikan anggaran federal untuk tahun 2025 hingga bulan Juli atau September. Negosiasi kerangka keuangan baru UE akan tertunda karena menunggu terbentuknya pemerintahan baru di Jerman.
4. Mencegah perang dagang
DI tengah perang tarif mobil listrik dengan Cina, Brussels harus lihai berdiplomasi dengan presiden baru AS Donald Trump yang ingin menaikkan pajak impor bagi produk asal Eropa, Cina, Meksiko, dan Kanada
Komisaris Eropa untuk Urusan Ekonomi, Valdis Dombrovskis, ingin melobi penasehat dan pejabat terdekat Trump, dengan argumen bahwa tarif terhadap UE akan merugikan AS sendiri.
"Perang dagang tidak akan membantu siapa pun. Kita harus menyajikan angka-angkanya kepada Trump. Fragmentasi perdagangan dunia tidak akan menguntungkan siapa pun. Tarif akan menghancurkan tujuh persen output ekonomi global. Hal ini akan terjadi seperti pada tahun 1930-an, ketika isolasionisme masih menjadi tren." kata Dombrovskis, mengacu pada krisis ekonomi di Eropa dan kebangkitan Sosialisme Nasional di Jerman.
Perjanjian perdagangan yang baru saja ditandatangani dengan Mercosur Group di Amerika Selatan menjadi penawar isolasionisme. Namun UE masih harus mengadopsi kesepakatan tersebut secara resmi pada tahun 2025.
5. Menjaga persatuan
Pakar UE Janis Emmanouilidis dari lembaga think tank European Policy Center, EPC, meyakini tahun yang baru tidak membawa banyak optimisme.
"Uni Eropa telah kehilangan kemampuannya sebagai penjamin kompromi," kata Emmanouilidis pada sebuah acara di Brussel pada awal Desember silam.
"Uni Eropa tidak lagi menjadi jawaban atas banyak hal. Politik kini menjadi lebih nasionalistis,” ujarnya. Emmanouilidis meyakini, bagi banyak warga Eropa, termasuk di Balkan Barat yang ingin bergabung, telah kehilangan harapan bahwa UE akan benar-benar menepati janji politiknya.
Perancis dan Jerman kini dibutuhkan sebagai mesin pendorong perubahan di UE. Celakanya, Perancis sedang melemah karena krisis politik dan anggaran. Hal serupa terjadi di Jerman yang harus melangsungkan pemilu dini pada akhir Februari nanti.
Pemerintahan minoritas di Spanyol juga bisa ambruk karena kisruh anggaran. AdapunBelgia dan Austria hanya mempunyai pemerintahan sementara. Situasi di Rumania juga membingungkan.
Di sisi lain, Italia dipimpin oleh pemerintahan sayap kanan, begitu pula dengan situasi serupa di Belanda, Hungaria, dan Slovakia.
Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Jerman