1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanIndonesia

Pemerintah Gandeng Pemuka Agama Galakkan Vaksinasi Polio

5 Desember 2022

Epidemiolog menilai penolakan vaksin polio adalah tanda bahaya dan serius bagi kesehatan masyarakat karena upaya mencapai kekebalan komunal untuk cegah polio akan sulit tercapai.

https://p.dw.com/p/4KSX9
Ilustrasi pemberian vaksin polio kepada anak
Ilustrasi pemberian vaksin polio kepada anakFoto: Sudipta Das/Pacific Press/picture alliance

Polio kembali lagi menjangkiti Indonesia menyusul penemuan satu kasus polio tipe 2 di Aceh awal bulan lalu. Penemuan satu kasus itu membuat pemerintah menetapkan kejadian luar biasa (KLB) polio di Indonesia.

Anak berusia 7 tahun tersebut mengalami gejala kelumpuhan pada kaki setelah otot-otot paha dan betis kirinya mengecil. Dia tercatat tidak memiliki riwayat imunisasi.

Pemerintah lalu menggalakkan imunisasi polio di seluruh kabupaten Aceh dan sekitarnya. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga akan memberikan dua kali suntikan vaksin polio (IPV) gratis untuk bayi pada 2023.

"Ya, sudah sejak dulu vaksinasi polio ada di program nasional dan diberikan gratis di puskesmas. Sekarang kita galakkan lagi," ujar Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, kepada DW Indonesia di Jakarta, Minggu (04/12).

Vaksin gratis ini menurut rencana akan dimulai di provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Tidak hanya saat bayi usia 4 bulan, suntikan IPV nantinya juga akan diberikan sekali lagi saat berusia 9 bulan.

Selain suntik, Siti Nadia mengatakan bahwa biasanya bayi juga menerima imunisasi polio tetes (bOPV) yang diberikan kepada anak mulai usia 1 hingga 4 bulan.

Target imunisasi gagal, polio muncul lagi

Pemerintah menargetkan 1,2 juta anak mendapatkan vaksin polio tipe 2 hingga Januari 2023, dengan target cakupan 95 persen di setiap tahapan. Namun sayangnya, program itu tidak begitu saja diterima oleh seluruh warga. Beberapa orang menolak vaksin maupun imunisasi dengan sejumlah alasan.

Fera salah satunya. Perempuan berusia 38 tahun ini memilih tak memberi vaksin kepada 3 anaknya karena tak percaya kalau itu akan mencegah penyakit. Tidak hanya polio, ia pun menolak berbagai jenis vaksin mulai dari BCG, DPT, campak dan bahkan COVID-19.

"Nggak percaya karena itu kan dimasukkan virus ke dalam badan kita," kata Fera. Ia khawatir anak-anaknya dijadikan semacam kelinci percobaan.

Choirul Annam, 36 tahun, juga tak memberi vaksin anak-anaknya karena prinsip dan keyakinannya. "Ya, terkait kandungan juga disinyalir ada yang nonhalal," katanya.

Dicky Budiman, epidemiolog dari Universitas Griffith Australia menilai adanya penolakan vaksin merupakan tanda bahaya dan serius untuk kesehatan masyarakat karena upaya mencapai kekebalan komunal untuk mencegah persebaran polio menjadi mengecil atau jadi sulit tercapai. 

"Polio ini bisa sebabkan orang terinfeksi ini mengalami kelumpuhan bahkan kematian, bahkan untuk kasus yang mulai mengalami kelemahan otot akan ada potensi post polio yang bisa menimbulkan kelumpuhan saat usia dewasa. Dampaknya bukan hanya di fase akut tapi juga kronik," ujar Dicky.

Selain itu, adanya pemahaman yang keliru soal vaksin juga menjadi penyebab utama orang tua enggan memberi izin anaknya untuk divaksin. 

"Pemerintah gagal counter dengan strategi risiko yang baik. Ini yang tidak bisa dibiarkan. Tak hanya polio tapi juga vaksin lainnya bukan hanya di daerah yang terdampak tapi juga yang sudah kuat vaksinasinya dengan cara meningkatkan sarana kualitas vaksinasi," katanya.

Cakupan imunisasi di Aceh rendah

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu mengatakan penyebab munculnya satu kasus polio di Aceh dikarenakan penurunan tren cakupan imunisasi di Aceh selama beberapa tahun terakhir serta imunisasi dasar yang gagal memenuhi target, salah satunya terkendala pandemi.

"(bOPV) untuk Sumatera khususnya Aceh memang masih rendah (50 persen). Sementara (IPV) untuk Papua dan beberapa wilayah di Kalimantan dan Jawa juga merah semua," katanya saat diskusi beberapa pekan lalu.

Berdasarkan data Kemenkes, pada tahun 2021, cakupan imunisasi polio di Aceh hanya mencapai 50,9 persen, terendah kedua di Indonesia setelah Papua Barat. Sementara tingkat vaksinasi polio secara nasional adalah 80,7 persen.

Ia menjelaskan, virus polio bisa menyebabkan lumpuh permanen, terutama pada anak yang belum diimunisasi. Penularan bisa terjadi dari oral dan feces akibat kebersihan yang tidak terjaga. Kontaminasi bisa masuk melalui mulut atau air yang terkontaminasi oleh tinja yang mengandung virus polio.

Virus tersebut kemudian berkembang di saluran pencernaan yang menyerang otot syaraf sehingga menyebabkan massa otot berkurang dan mengecil. Masa inkubasi virus tersebut 21 hari.

Negara endemic virus polio tipe 1 adalah Pakistan dan Afghanistan. Sementara sebanyak 15 negara masih melaporkan kasus polio virus tipe 2 per 15 November 2022 yaitu Yaman, Kongo Nigeria, Central African Republic, Ghana, Somalia, Nigeria, Chad, USA, Algeria, Mozambik, Eritrea, Togo dan Ukraina.

Dengan kasus di Indonesia, maka Indonesia menjadi negara ke-16. Dari penelitian Kementerian Kesehatan, dari 30 KK di Aceh, 12 di antaranya tidak mendapatkan vaksin. Alasannya, ujar dia, karena masalah adat (turun tanah), masalah keyakinan, dan belum paham pentingnya vaksin.

Libatkan penyuluh agama

Di Aceh, akan dilakukan imunisasi serentak yang menjangkau seluruh kabupaten kota di Aceh yang dimulai sejak pekan lalu di Pidie, tempat asal kejadian. Kabupaten kota lainnya minggu ini dimulai di enam kabupaten lainnya di Banda Aceh, Bireun dan Sabah, berlangsung selama sepekan.

"Target sekurang-kurangnya 95 persen untuk anak 0-12 tahun, termasuk pendatang juga diberikan," kata Plt. Direktur Pengelolaan Imunisasi Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Prima Yosephine dalam keterangan pers.

Spesialis perubahan perilaku UNICEF Indonesia, Risang Rimbatmaja, mengatakan peran penyuluh agama dalam dalam mengomunikasikan upaya imunisasi polio sangat penting karena merupakan salah satu unsur yang paling didengar masyarakat.

"Harapannya, penyuluh agama dapat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan untuk memperkuat komunikasi dalam mengajak masyarakat untuk segera mengimunisasi anaknya," ujar Risang dalam pers rilis bersama Dinkes Aceh.

Sementara Kepala Dinas Kesehatan Pidie Arika Husnayanti mengatakan ada sekitar 15 persen dari total target 95 persen capaian vaksin polio di Aceh yang menolak vaksin polio. Mayoritas penolakan terjadi dari pihak orang tua yang tidak mengizinkan anaknya ikut program vaksinasi massal. (ae)

Kontributor DW, Tria Dianti
Tria Dianti Kontributor DW. Fokusnya pada hubungan internasional, human interest, dan berita headline Indonesia.