1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Cuaca Ekstrem Dorong Angka Bunuh Diri Petani di India

12 Mei 2023

Sejak 2021, rata-rata setiap hari 30 petani mati bunuh diri di India. Dampak krisis iklim yang picu gagal panen acap menyisakan utang dan kebangkrutan. Solusinya adalah jaminan kesehatan dan lapangan kerja

https://p.dw.com/p/4RGSr
Petani padi di Srinagar, India
Petani padi di Srinagar, IndiaFoto: Dar Yasin/AP/picture alliance

Ganpaztram Bheda bersiap kehilangan lahan pertanian miliknya di barat daya India. Di atas tanah seluas hampir satu hektar itu, dia menyaksikan bagaimana hujan dan suhu dingin yang ekstrem silih berganti merontokkan tanaman dan menggagalkan panen. 

Padahal, petani berusia 66 tahun itu harus berutang untuk membiayai musim tanam. Nilainya mencapai empat juta Rupee atau sekitar Rp 750 juta. Tanpa panen yang memadai, dia terjebak dalam jerat kredit yang tidak lagi bisa dibayar tanpa bantuan pemerintah. 

Petani skala kecil seperti Ganzpatram tergolong rentan menjadi korban bencana cuaca ekstrem yang dipicu perubahan iklim. Dalam sebuah riset yang dirilis pekan ini, ilmuwan mencatat betapa angka bunuh diri meningkat cepat di negara-negara bagian India yang rentan dilanda kekeringan.

Krisis iklim membuat "pertanian menjadi sektor yang sangat berisiko, berpotensi bahaya dan bisnis yang merugi,” demikian menurut studi International Institute for Environment and Development (IIED) di London.

"Penghasilan kami satu-satunya berasal dari pertanian,” kata Ganzpatram, sebelum menambahkan, "saya tidak punya sumber pemasukan lain dan tidak punya kemampuan lain pula.”

Microgreens: Hemat Uang dan Bisa Dikerjakan di Rumah

Fenomena bunuh Diri

Fenomena bunuh diri di kalangan petani sudah dicatat sejak lebih dari dua dekade lalu. Musim kemarau yang kian ekstrem menciptakan kerugian tinggi, mencuatkan angka kredit macet dan melambungkan angka pasien gangguan mental.

Hampir 11.000 orang petani dan buruh perkebunan memilih mengakhiri hidup pada 2021, dengan rata-rata 30 angka kematian per hari, menurut IIED yang mengutip statsistik kriminalitas terbaru di India. Pakar meyakini jumlah sesungguhnya jauh lebih besar.

Madhura Swaminathan, ekonom di Institut Statistik India di Bengaluru, mengatakan angka kasus bunuh diri yang dicatat pemerintah hanya bersumber pada jumlah laporan yang masuk.

Meski kekeringan bukan masalah baru bagi pertanian, "krisis iklim membuat musim kering menjadi lebih kuat dan lebih sering, serta kini menyebar ke wilayah yang lebih luas,” ttimpal Ritu Bharadwaj, peneliti IIED.

Tekanan krisis iklim terhadap sektor pertanian tergolong fatal, karena sektor ini mempekerjakan lebih dari 250 juta orang di India secara langsung atau tidak langsung. Sebabnya pemerintah didesak untuk menyusun strategi intervensi agar mencegah eskalasi.

Panel surya mobil untuk pengairan lahan pertanian di India

Jaminan kerja dan kesehtan

Studi IIED misalnya merekomendasikan perubahan skema asuransi pertanian agar memperhitungkan dampak krisis iklim. Nantinya, petani diharapkan bisa dengan lebih cepat mendapat uang ganti rugi jika terjadi cuaca ekstrem.

Pemerintah juga diminta memperkuat skema jaminan kerja bagi kaum miskin. Program tersebut dibuat pada saat pandemi Covid-19, untuk mengakomodasi jutaan buruh migran yang harus pulang ke kampung masing-masing sebagai dampak lockdown.

Studi IIED mencatat, angka bunuh diri di kawasan yang menjalankan program jaminan kerja pemerintah relatif lebih rendah ketimbang wilayah lain, meski hujan ekstrem dan banjir. Selain itu, jaminan kesehatan juga diyakini bisa membantu meredakan tekanan bagi petani.

Untuk sementara ini, Ganpaztram Bheda dan petani lain di desanya hanya bisa menggelar aksi demonstrasi di depan kantor pemerintahan distrik. Tapi harapan mereka semakin menipis, kendati sudah mendapat uang ganti rugi dari asuransi.

"Uang itu langsung diambil bank dan dipotong untuk membayar utang. Saya tidak ingin gagal bayar karena saya akan kehilangan tanah saya,” kata dia. Baginya, iklim bukan satu-satunya penyebab kemalangan di pedesaan. "Negara sudah gagal melindungi petani,” tukasnya.

rzn/as (Reuters)