1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikIsrael

Warga Sipil Israel Bersiap Hadapi Serangan Balasan Iran

Felix Tamsut
14 Agustus 2024

Kehidupan warga sipil di Israel kian terbebani ancaman serangan udara, seiring meningkatnya eskalasi konflik di Timur Tengah. Tapi kekhawatiran terbesar penduduk bukan rudal Iran, melainkan pemerintahan sendiri.

https://p.dw.com/p/4jR9R
Warga sipil Israel di Golan
Warga sipil Israel di Dataran Tinggi Golan yang dicaplok dari SuriahFoto: JALAA MAREY/AFP

Sekilas, kehidupan sehari-hari di Israel terlihat normal, setidaknya bagi warga sipil.

Di jalan-jalan kota, seakan tidak seorangpun menghiraukan kegentingan yang menggelayut sejak pembunuhan Ismail Haniyeh, kepala biro politik Hamas, di Teheran belum lama ini. Pemerintah Israel sedang mewaspadai serangan balasan Iran dan proksinya.

"Sheket Matu'ach," kata penduduk setempat dalam Bahasa Ibrani untuk menggambarkan situasi di penjuru negeri, "tenang tapi menegangkan."

Daniel Hagari, juru bicara Pasukan Pertahanan Israel, IDF, mengatakan pihaknya tidak mengubah instruksi bagi warga sipil dalam upaya meredakan kekhawatiran publik.

"Kami menanggapi pernyataan dan deklarasi musuh dengan serius. Oleh karena itu, kami siap pada tingkat kesiagaan tertinggi dalam menyerang dan bertahan," kata Hagari.

Eskalasi di perbatasan Lebanon

Ancaman serangan balasan oleh Iran mencuatkan kecemasan di penjuru negeri. Hal ini terutama berlaku bagi penduduk di utara yang berbatasan dengan Lebanon dan wilayah kekuasaan Hezbollah.

Milisi Syiah, yang seperti Hamas didukung oleh Iran, itu telah berulangkali menargetkan wilayah utara Israel dengan menggunakan roket dan pesawat nirawak sejak meletusnya perang di Jalur Gaza.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Ancaman itu dirasakan Bat-Chen Rozner, pemukim Yahudi di Dataran Tinggi Golan yang direbut Israel dari Suriah. Dia mengatakan eskalasi konflik dengan Iran hanya menambah beban stres.

"Kami telah mempersiapkan diri cukup lama," katanya kepada DW. "Setiap suara yang menyerupai ledakan, setiap pintu yang dibanting, Anda berpikir, 'Ini dia...'"

Di sisi lain, katanya, penduduk berusaha menjalani kehidupan sehari-hari semaksimal mungkin.

"Menurut saya, tidak masuk akal jika kami hanya akan duduk di ruang perlindungan dan menunggu sesuatu terjadi." Lebih dari 60.000 warga Israel telah dievakuasi dari rumah mereka di wilayah utara sejak perang di Gaza dimulai 10 bulan lalu.

Keraguan terhadap militer Israel

Warga Israel yang tinggal di selatan juga mengikuti perkembangan situasi dengan Iran dengan saksama. Oshra Lerer-Shaib dari Ashdod, sebuah kota di pesisir Israel, 35 kilometer di utara Gaza, mengatakan keluarganya telah bersiap sejak serangan Hamas tahun lalu.

"Sejak 7 Oktober, ruang aman kami telah dilengkapi dengan cadangan makanan dan air untuk berjaga-jaga jika kami harus berlindung selama tiga atau empat hari," tuturnya.

Menurut Lerer-Shaib, yang lebih mengkhawatirkan bukan prospek serangan Iran, tetapi kekecewaan terhadap pemerintahan sendiri.

"Saya pernah merasa bahwa hanya jika saya diculik, negara akan melakukan segalanya untuk memulangkan saya kembali," katanya.

Kegagalan militer menangkal serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 menyisakan kesangsian yang menetap hingga kini.

Israel vows response to deadly Golan rocket strike

"Ketakutan kami bukan dari Iran, tetapi dari pemerintah Israel dan infrastruktur negara yang tidak berfungsi dengan baik," kata Lerer-Shaib.

Hizbullah pernah mengancam akan menargetkan infrastruktur Israel di masa lalu, termasuk pelabuhan di Haifa di utara dan kompleks industri kimia di kota itu.

Berbicara kepada DW tentang suasana di jalan-jalan Ashdod, Lerer-Shaib mengatakan terlihat jelas bahwa ada sesuatu yang berbeda.

"Orang-orang hampir tidak keluar rumah. Jalanan kosong. Sungguh menyedihkan."

Kewaspadaan tinggi di wilayah pendudukan

Selain menyiapkan generator dan makanan serta air untuk berjaga-jaga jika terjadi serangan, Rozner mengatakan keluarganya juga bersiap menghadapi kemungkinan harus meninggalkan rumah mereka di Dataran Tinggi Golan dalam waktu singkat.

Namun, persiapan seperti itu tidak terbatas pada situasi saat ini.

"Jika saya harus membuat persiapan khusus setiap kali ada ancaman nyata, saya pasti bangkrut," kata Rozner dengan nada sarkastis.

(rzn/hp)