1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

UE akan Perpanjang Izin Herbisida Kontroversial Glifosat?

22 September 2023

Meski berpotensi sebabkan kanker pada manusia, glifosat tetap jadi herbisida atau pembasmi gulma terlaris di dunia. Kini, UE ingin perpanjang izin penggunaannya.

https://p.dw.com/p/4WgZM
Petani di Uni Eropa menyemprotkan herbisida untuk melindungi tanaman
Herbisida kontroversial berbahan dasar glifosat adalah andalan industri pertanian di Uni EropaFoto: Ohde/Bildagentur-online/picture alliance

Komisi Eropa telah mengusulkan perpanjangan izin penggunaan obat kontroversial untuk membasmi rumput liar yakni glifosat atau glyphosate. Herbisida ini telah diproduksi selama 10 tahun dengan merek dagang Roundup. Nah, izin pemakaian bahan kimia pertanian ini di Uni Eropa (UE) akan berakhir pada Desember tahun ini, kecuali negara-negara UE menyetujui adanya perpanjangan izin.

Ke-27 anggota UE akan membahas usulan tersebut dan akan melakukan pemungutan suara mengenai masalah ini pada 13 Oktober.

Kementerian Pertanian Jerman, yang dipimpin oleh Partai Hijau, mengatakan pembaruan tersebut "tidak dapat dibenarkan." Greenpeace, LSM internasional di bidang lingkungan hidup, sebelumnya telah melihat dokumen yang dibocorkan tentang masalah ini. Greenpeace mengungkapkan bahwa ada "keinginan Komisi Eropa" untuk memberi otorisasi ulang terhadap glifosat, dan hal ini terjadi meskipun herbisida tersebut mempunyai "efek negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan."

Apa itu glifosat?

Perusahaan kimia asal Amerika Serikat, Monsanto, menggunakan glifosat atau campuran senyawa fosfor organik dengan zat lain, untuk membuat obat pembasmi gulma Roundup, yang pertama kali didistribusikan tahun 1974.

Para petani di seluruh dunia terus menyemprot lahan mereka dengan herbisida tersebut untuk membunuh gulma sebelum menanam tanaman. Semprotan kimia juga menghambat pertumbuhan gulma yang dapat menjadi pesaing tanaman saat tanaman tersebut tumbuh.

Pestisida yang mengandung glifosat kini diproduksi oleh puluhan perusahaan kimia di seluruh dunia. Produsen bahan kimia Bayer AG dari Jerman tahun 2018 mengakuisisi Monsanto, termasuk produk terlarisnya Roundup, dan mempertahankan "posisi terdepan" mereka di pasar herbisida, ujar Utz Klages, juru bicara pers Bayer kepada DW.

Kalau manjur, kenapa glifosat kontroversial?

Membunuh gulma dan tanaman liar di lahan pertanian akan menghilangkan habitat serangga. Hal ini kemudian akan membuat burung-burung kehilangan makanannya.

"Herbisida merusak nutrisi dasar pada hewan," Jörn Wogram, kepala departemen pestisida di Badan Lingkungan Hidup Federal Jerman, mengatakan kepada DW. "Jadi glifosat, bersama dengan pestisida lainnya, mengancam keanekaragaman hayati." 

Menurut penelitian, herbisida berbahan dasar glifosat juga dapat mengubah materi genetik dan memengaruhi sistem saraf pada hewan dan manusia. Misalnya, penelitian oleh Universitas Ulm menemukan malformasi masif pada berudu atau kecebong, berupa gangguan pada otak, jantung, mata, dan bentuk tubuh akibat paparan herbisida ini.

Karena herbisida ini menyebar lewat udara saat disemprotkan ke ladang, kandungannya juga mencemari lingkungan sekitar, mulai dari air permukaan, air tanah, hingga hasil pertanian. Jejak glifosat juga ditemukan dalam urin manusia dan air susu ibu.

Pestisida yang mengandung glifosat disemprotkan dalam jumlah besar dalam produksi kedelai, seperti benih kedelai hasil rekayasa genetika yang dibuat oleh Monsanto agar tahan terhadap gulma. Konsekuensi kesehatan dari penggunaan herbisida ini mencakup risiko kanker yang lebih tinggi di komunitas petani.

"Kami melihat dengan jelas bahwa orang-orang menjadi lebih rentan sakit akibat glifosat," kata Medardo Avila Vazquez, seorang dokter di Rumah Sakit Universitas Bersalin dan Neonatologi di Cordoba, Argentina. "Di daerah pedesaan tertentu, kemungkinan warga terkena kanker tiga kali lebih besar," tambahnya yang juga adalah salah satu penulis studi tentang dampak kesehatan glifosat pada penduduk di wilayah pertanian.

Penggunaan glifosat di daerah penanaman kedelai meningkatkan jumlah keguguran antara dua hingga tiga kali lipat, kata Avila Vazquez kepada DW. Sementara itu, kerusakan materi genetik "meningkatkan jumlah malformasi sebanyak empat kali lipat," tambahnya.

Luoping Zhang, peneliti kanker dari Universitas Berkeley di California, telah mengevaluasi hubungan antara glifosat dan jenis limfoma, termasuk limfoma non-Hodgkin.

"Orang yang terpapar glifosat ataupun herbisida berbahan dasar glifosat memiliki risiko 41% lebih tinggi terkena limfoma non-Hodgkin," kata Zhang kepada DW mengacu kepada sebuah penelitian.

Penelitian independen lainnya menunjukkan bahwa glifosat dapat merusak sistem saraf dan menyebabkan penyakit parkinson. Herbisida juga membahayakan mikroorganisme, mengubah komposisi vital bakteri usus yang penting bagi kesehatan manusia.

Otoritas pangan Eropa andalkan data produsen glifosat

Tahun 2015, Badan Internasional untuk Penelitian Kanker menyimpulkan, bahwa berdasarkan penelitian independen dan telah dipublikasikan: glifosat kemungkinan bersifat karsinogenik. Namun, otoritas nasional yang bertanggung jawab untuk menyetujui penggunaan glifosat hanya mengandalkan data dari penelitian oleh produsen pestisida. Penelitian ini tidak bersifat publik, belum diverifikasi secara independen, dan mendapat kritik dari para ilmuwan.

Sebaliknya, Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) merilis penilaian pada Juli 2023 yang menyatakan tidak dapat mengidentifikasi "area yang menjadi keprihatinan kritis" mengenai dampak glifosat terhadap kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan. Meski mengaku tidak dapat melakukan evaluasi komprehensif karena "kesenjangan data", EFSA merekomendasikan agar glifosat dipertimbangkan untuk untuk kembali diizinkan di UE.

"Produsen pestisida tidak membuka hasil studi mengenai neurotoksisitas dalam prosedur otorisasi UE," kata ahli toksikologi Peter Clausing dari Pesticide Action Network mengenai penilaian EFSA. Proses ini ditandai dengan adanya "kerahasiaan yang tidak dapat diterima," tambahnya.

Bagi para ahli toksikologi, ahli kesehatan, aktivis lingkungan hidup, dan beberapa petani, tidak adanya persetujuan perpanjangan glifosat di UE akan menjadi sebuah kemenangan bagi lingkungan dan kesehatan manusia. 

Memperlambat Hilangnya Keanekaragaman Hayati

Perubahan progresif seperti itu harus didukung dengan reformasi pertanian yang luas, kata Clausing. Misalnya, petani harus lebih didukung untuk menerapkan teknik pertanian berkelanjutan. "Jika dilakukan sebagai tindakan unilateral dan terisolasi, larangan glifosat malah berpotensi memperburuk krisis pertanian konvensional."

"Pertanian organik menunjukkan bahwa pertanian tanpa herbisida, seperti glifosat, sangat mungkin dilakukan dan telah mengembangkan banyak inovasi tentang cara bertani dengan baik tanpa herbisida," menurut Saskia Horenburg dari Federasi Industri Makanan Organik Jerman.

Langkah-langkah tersebut termasuk pengenalan varietas sereal baru yang memiliki daun yang cukup lebar untuk menaungi tanah hingga dapat menekan pertumbuhan gulma, jelas Horenburg.

Apa dampak global perpanjangan izin pemakaian glifosat?

Penggunaan glifosat dan herbisida lain secara terus-menerus dapat "membahayakan tercapainya target keberlanjutan terkait perlindungan lingkungan," ujar Jörn Wogram dari Badan Lingkungan Federal Jerman.

Bagi negara-negara Global Selatan, keputusan UE "tidak diragukan lagi memiliki arti yang sangat penting," demikian menurut Larissa Mies Bombardi, yang meneliti dampak pestisida di Brasil. Pestisida akan lebih mudah dijual jika otoritas UE menyatakan bahwa masalah lingkungan dan kesehatan bukan merupakan masalah utama. Hal ini akan berubah dengan adanya pelarangan.

"Uni Eropa dapat mengambil langkah pertama dengan menghilangkan polutan dan memastikan bahwa peraturan di wilayahnya dapat diperluas ke seluruh dunia," ujar Mies Bombardi. 

(ae/yf)