1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Hukum dan PengadilanIndonesia

Ini Alasan MK Larang Total Kampanye di Tempat Ibadah!

15 Agustus 2023

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan anggota DPRD DKI Jakarta dari PDI Perjuangan, Yenny Ong. Alhasil, MK melarang tegas menjadikan tempat ibadah sebagai lokasi kampanye.

https://p.dw.com/p/4VC9U
Pengadilan dan lambang Dewi Keadilan di Indonesia
Ilustrasi: Pengadilan dan lambang Dewi Keadilan di IndonesiaFoto: PantherMedia/picture alliance

Pasal yang digugat Yenny Ong adalah Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu yang berbunyi:

Pelaksana, peserta, dan tim kampanye Pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

Adapun bunyi Penjelasan yaitu:

Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

Atas permohonan itu, Mahkamah Konstitusi mengabulkan dengan melarang kampanye di tempat ibadah.

"Mengabulkan permohonan untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan di channel YouTube, Selasa (15/8/2023).

MK menghapus Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu. Adapun 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu direvisi. MK menyatakan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu diubah menjadi:

Pelaksana, peserta dan tim kampanye Pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu.

Berikut ini pertimbangan MK melarang tegas kampanye di tempat ibadah

Kampanye memiliki peran penting untuk memajukan kehidupan politik dalam berdemokrasi dengan cara memberikan informasi kepada pemilih, mendorong partisipasi aktif dalam proses pemilu, serta membentuk opini publik terkait dengan berbagai isu politik. Namun, kampanye juga harus dijalankan secara bertanggung jawab agar dapat memastikan proses pemilihan berlangsung secara adil dan transparan.

Terlebih lagi, apabila dikaitkan dalam konteks pemilu sebagai sebuah kontestasi politik maka kampanye (secara pragmatis) bertujuan untuk memenangkan pemilu melalui perolehan suara sebanyak mungkin dari pemilih. Artinya, dengan strategi kampanye yang baik, akan berdampak signifikan pada hasil pemilihan dan mendorong kandidat atau partai politik meraih kemenangan. Namun dalam upaya meraih kemenangan dalam suatu kontestasi, kampanye pun berpotensi menimbulkan efek negatif misalnya, munculnyapolarisasi, diskriminasi dan stereotype, hingga kekerasan politik yang berujung pada perpecahan di masyarakat.

Menurut Mahkamah, agar tidak 'terjerumus' ke dalam hal-hal tersebut, penting bagi para kandidat, partai politik, media dan masyarakat menjaga kampanye secara bertanggung jawab dan inklusif dengan menjaga kepentingan bernegara yang jauh lebih luas daripada hanya sekadar memenangkan kontestasi pemilu.

Untuk mengurangi potensi negatif kampanye, adanya pembatasan-pembatasan penyelenggaraan kampanye memiliki landasan rasionalitas yang kuat guna menjaga integritas, transparansi, dan keadilan dalam proses politik. Secara a contrario, kampanye yang tanpa pembatasan berpotensi menimbulkan penyebaran informasi palsu, fitnah, atau manipulasi dalam upaya memengaruhi pemilih. Oleh karenanya, pembatasan kampanye dapat membantu mencegah penyebaran informasi yang menyesatkan atau tidak akurat.

Selain itu, dalam perspektif peserta pemilu, pembatasan kampanye membantu mempertahankan kesetaraan (equality) dalam pemilu, sehingga semua kandidat memiliki peluang yang setara untuk meraih dukungan. Pembatasan kampanye dalam pemilu dapat dilakukan dengan cara membatasi waktu pelaksanaan, mediayang digunakan, pendanaan, serta lokasi atau tempat tertentu.

Dalam perkara a quo, isu permohonan utama adalah terkait dengan pembatasan kampanye di lokasi atau tempat tertentu, yaitu fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Menurut Mahkamah, pembatasan kampanye berdasarkan lokasi atau tempatnya adalah didasarkan pada beberapa prinsip penting yang bertujuan untuk menjaga netralitas dan integritas proses pemilu, mencegah gangguan terhadap aktivitas publik pada tempat-tempat tertentu sehingga mampu mempertahankan prinsip keseimbangan dan sekaligus menjaga prinsip netralitas serta untuk menghindari penyalahgunaan penggunaan fasilitas publik.

Bagaimanapun, prinsip keseimbangan mengharuskan adanya keseimbangan antara hak-hak dan kepentingan para kandidat atau partai politik yang berkampanye dengan hak-hak dan kepentingan masyarakat umum serta institusi publik. Sedangkan prinsip netralitas mengharuskan agar beberapa tempat publik tetap netral dari anasir politik praktis guna menjaga adanya kenetralan dalam penggunaan sumber daya publik.

Berpijak pada kedua prinsip tersebut, larangan atau pembatasan beberapa tempat publik untuk tidak boleh digunakan sebagai tempat kegiatan kampanye merupakan keniscayaan dalam penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil.

Baca artikelDetikNews

Selengkapnya Ternyata Ini Alasan MK Larang Total Kampanye di Tempat Ibadah!