1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Memahami Isu Sosial dan Politik lewat Karya Seni Heri Dono

A. Kurniawan Ulung
29 Desember 2021

Seniman Heri Dono ingin agar orang tidak sekadar terpuaskan oleh estetika dari karya yang ia buat, tetapi justru terdorong untuk mengaktifkan pikiran dan mempertanyakan banyak hal.

https://p.dw.com/p/44w5J
Seni instalasi karya Heri Dono
Trojan Komodo (Trokomod), instalasi raksasa berbentuk komodo karya Heri DonoFoto: Fendi Siregar, courtesy of Bumi Purnati Indonesia

Karya-karya seniman Heri Dono, mulai dari lukisan hingga seni instalasi, telah diapresiasi tidak hanya di dalam tetapi juga di luar negeri. Misalnya, Trojan Komodo (Trokomod), seni instalasi raksasa berbentuk komodo dengan desain seperti kuda troya di mitologi Yunani, pernah ditampilkan di acara Venice Biennale di Italia pada 2015. Saat itu, ia menjadi satu-satunya seniman Indonesia yang diundang di pagelaran seni paling bergengsi bagi seniman kontemporer tersebut.

Instalasi Trokomod merupakan bentuk kritik Heri Dono atas forum-forum seni kontemporer bertaraf internasional yang ia anggap sering mengabaikan eksistensi dan pemikiran seniman Indonesia. Sementara kuda troya adalah sebagai kuda kayu raksasa dalam mitologi Yunani yang sedianya diberikan sebagai hadiah namun ternyata dipakai untuk tempat persembunyian demi mengalahkan musuh. Bagi seniman asal Yogyakarta ini, kuda troya tidak harus selalu diisi manusia, tetapi juga bisa diisi oleh pemikiran dan pengetahuan.

Di kampung halamannya, Yogyakarta, karya-karya lain Heri Dono kini dipamerkan dalam pameran tunggalnya, Phantasmagoria of Science and Myth, sejak 16 Oktober 2021 hingga 16 Januari 2022 di Srisasanti Gallery.

Seniman Heri Dono dari Yogyakarta
Seniman Heri Dono dari YogyakartaFoto: Sebastian Mast

Selama pameran, film dokumenter berjudul The Enigma of Hedonism juga diputar dari Selasa hingga Minggu pukul 2 dan 4 sore. Berdurasi 45 menit, film ini menceritakan perjalanan panjang karier seni Heri Dono selama 40 tahun.

Tampilkan karya baru

Di pameran tunggal kali ini, Heri Dono menampilkan sejumlah karya baru, seperti lukisan berjudul The Trojan Komodo Met Glass Vehicles dan seni instalasi berjudul Unidentified Unflying Objects. Di seni instalasi tersebut, seniman berusia 61 tahun ini menampilkan lima patung berbaju astronaut dengan sayap kecil di tas yang mereka gendong. Di balik helm astronaut ini, ada monyet, Semar, Jenderal Soedirman, Marylin Monroe, dan Albert Einstein. 

Heri menjelaskan, baju astronaut itu seperti pakaian bayi yang baru lahir, sedangkan sayap kecil itu seperti gerakan yang ditunjukkan bayi yang sedang belajar berjalan. Seni instalasi ini berangkat dari pengamatan Heri bahwa seluruh kegiatan manusia saat ini digerakkan oleh satelit. Komunikasi, misalnya, kini dapat dilakukan dengan perantara WhatsApp dan platform media sosial seperti Twitter dan Instagram. Hal ini kemudian mendorongnya untuk bertanya apakah kemajuan teknologi di abad 21 ini membuat manusia semakin beradab atau sama saja.

"Kalau kita lihat tulisan tentang Civilization and Barbarism oleh Homi K. Bhabha dalam tulisan mengenai contemporary postcolonial studies, ada irisan-irisan antara peradaban dan barbarian yang membuat kita bingung apakah peradaban di abad 21 ini lebih baik daripada di zaman-zaman sebelumnya," kata Heri.

Sedangkan lukisan berjudul The Trojan Komodo Met Glass Vehicles berbicara tentang pertemuan antara kapitalisme dan perkembangan urban yang saat ini telah menimbulkan pemanasan global dan berbagai kerusakan lingkungan.

"Sampah-sampah juga masuk ke laut dan kemudian mencemari laut dan meracuni hewan-hewan laut. Hewan-hewan ini lalu kita konsumsi dan kemudian muncul penyakit."

Inspirasi dari kartun, komik, wayang

Heri Dono mengakui bahwa karya-karyanya memang selalu lekat dengan isu sosial, ekonomi, dan politik. Ia ingin siapa saja yang melihat karyanya bisa menjadi lebih kritis terhadap hal-hal yang terjadi di lingkungan sekitar.

Ketika diciptakan, seni memang diharapkan mampu menciptakan diskursus baru dan bahkan memproduksi ilmu pengetahuan baru. Dari diskursus inilah kesadaran atas suatu hal diharapkan akan terbangun, ujar Heri Dono. "Kadang-kadang seniman punya ekspresi individual yang tidak seragam dengan apa yang masyarakat pikirkan," katanya. 

Karakter-karakter animasi yang ia ciptakan terinspirasi dari cerita-cerita kartun, komik, dan pewayangan yang ia sangat gemari sejak kecil. Ia mengatakan, cerita-cerita fiksi membantu menumbuhkan imajinasi, fantasi, dan intuisi.

"Kartun, komik, dan pewayangan juga mempengaruhi proses kreatif saya dalam membuat parodi dan karya-karya dengan sifat humor. Humornya tidak harus seperti dagelan ala Petruk dan Gareng, tetapi humor-humor yang diterjemahkan dalam bentuk warna atau garis," ujarnya. 

Pentingnya kenali karakter lokal

Untuk seniman-seniman muda Indonesia yang ingin sukses di dalam dan luar negeri, Heri Dono mengatakan bahwa supremasi seni yang paling unggul bukanlah estetika seni, melainkan intelektualitas seni. Menurutnya, filsafat sangatlah penting.

"Karya tanpa filsafat adalah dekorasi," katanya.

Di dalam seni murni, kata Heri, penting untuk membuat karya yang mampu membuat orang bereaksi atas apa yang sebenarnya seniman kehendaki. Agar orang tidak sekadar terpuaskan oleh estetika dari karya yang dibuat, tetapi justru terdorong untuk mengaktifkan pikiran dalam mempertanyakan banyak hal.

Karena itu, memperkaya literasi adalah kunci utama, menurut Heri Dono. Literasi ini penting tidak hanya untuk memperdalam filsafat, tetapi juga membaca sejarah dan memahami kebudayaan-kebudayaan lokal secara holistik.

"Kebudayaan-kebudayaan lokal ini investasi untuk sumber inspirasi karya mereka. Karakter kelokalan ini tidak boleh dibuang, karena bisa memperkaya wilayah-wilayah global. Jadi, mereka harus mengikuti fenomena global dan fenomena lokal. Fenomena lokal inilah yang akan membuat karyanya berbeda dengan karya-karya lainnya," kata Heri. (ae)