1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Rusia dan Cina Intensifkan Kerja Sama

13 Oktober 2009

Rusia dan Cina hendak meningkatkan kerja sama di sektor energi, explorasi kekayaan bumi dan perluasan infrastruktur. Senin (12/10) PM Vladimir Putin tiba di Beijing untuk menandatangani sederetan perjanjian ekonomi.

https://p.dw.com/p/K57n
PM Rusia Vladimir Putin bersama Wen Jiabao memeriksa barisan kehormatan di Lapangan Tien Anmen.Foto: AP

Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin hendak memacu hubungan ekonomi dengan negara tetangganya Cina. Sekitar seratus wakil perusahaan mendampingi Putin dalam lawatan selama tiga hari. Berbagai perjanjian senilai lebih dari 3,5 milyar Dolar telah dipersiapkan, seperti untuk sektor perbankan, bangunan, transportasi, infrastruktur, dan terutama lagi sektor energi.

Resminya Moskow dan Beijing terjalin dalam hubungan kemitraan strategis. Kunjungan timbal balik para presiden dan perdana menteri sudah biasa. Salah satu lawatan pertama ke luar negeri dari Presiden Rusia Medvedev setelah memangku jabatannya bulan Mei tahun 2008 lalu, dilakukannya ke Cina. Ketika itu Medvedev mengatakan: "Sektor energi kami akan terus berkembang. Yang diprioritaskan adalah teknologi canggih seperti energi atom, penerbangan ruang angkasa, teknologi nano dan informatika. Dialog politik luar negeri juga sangat penting. Pernyataan bersama mengenainya, menunjukkan tahapan apa yang sudah dicapai dalam kerjasama di tingkat regional dan internasional. Ini membantu kami dalam masalah seperti sistem penangkis rudal."

Sengketa ideologi di tahun 60-an dan 70-an sudah dilupakan. Bahkan juga konflik perbatasan sudah diselesaikan lewat perjanjian. Dalam berbagai masalah politik dunia Moskow dan Beijing sering sejalan. Misalnya dalam soal Iran, kedua negara mengritik Amerika Serikat di bawah Presiden Bush. Selain itu mereka juga menuntut perluasan cadangan devisa dengan Yuan dan Rubel.

Volume perdagangan antara Rusia dan Cina meningkat dari 10 milyar menjadi sekitar 50 milyar Dolar sejak tahun 2002. Lebih dari 50 persen pemasukan Rusia diperoleh dari ekspor minyak. Rusia menyayangkan bahwa ekspor mesin dan peralatan masih sangat sedikit.

Bulan Juli lalu perusahaan negara Rusia Rosneft dan perusahaan energi Cina CNPC menjalin kerjasama untuk 20 tahun ke depan. Rosneft memasok minyak dan Cina memberikan kredit berjumlah milyaran Dolar. Bisnis serupa di sektor gas diperkirakan akan ditandatangani oleh Putin dalam lawatannya ini.

Bulan September lalu, Presiden Rusia Medvedev dan rekannya Hu Jintao sudah menandatangani perjanjian di New York. Perjanjian yang akan berlaku sampai tahun 2018 itu merencanakan, bahwa di daerah dekat perbatasannya, Cina membangun pabrik pengolahan untuk bahan baku Rusia seperti batubara, bijih besi dan logam mulia.

Itu tidak hanya ditanggapi secara positif. Harian "Wedemosti" menulis, Rusia melepaskan basis bahan mentahnya di ujung timur dan Siberia timur kepada Cina. Sedangkan seorang konsultan keuangan berpendapat, Rusia akan tergantung pada Cina.

Cina dan Rusia memiliki perbatasan bersama sepanjang lebih dari 4.000 kilometer. Warga Rusia yang tinggal disudut paling timur memandang negara tetangganya dengan rasa iri dan kejengkelan. Iri, karena perekonomian di sana jauh lebih sukses. Bahkan di tahun krisis ini masih mencatat pertumbuhan 7,9 persen untuk triwulan kedua. Sebaliknya perekonomian Rusia susut sekitar 11 persen. Jengkel, karena di daerah perbatasan itu sekitar 4 juta warga Rusia menghadapi 100 juta warga Cina.

Andrej Pushkarjov, wakil direktur harian "Zolotoj Rog" di Vladivostok mengatakan: "Tidak ada yang takut, dia tiba-tiba didatangi orang Cina bersenjatakan pisau. Jaman itu sudah lewat. Bahayanya adalah, daerah ini akan terbengkalai, kalau pemerintah tidak berhasil mengembangkannya. Yang ditakutkan adalah orang Cina akan mengambilnya begitu saja, karena tidak ada lagi yang tinggal di sana."

Esther Hartbrich / Dewi Gunawan-Ladener
Editor: Hendra Pasuhuk