1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanGlobal

Riset: Vape Berpotensi Tingkatkan Risiko Kanker Paru-paru

Fred Schwaller
22 Mei 2024

Vape kian populer sebagai alternatif rokok konvensional. Namun riset jangka panjang di Korea Selatan menemukan peningkatan risiko kanker bagi mantan perokok yang beralih menghisap rokok elektrik.

https://p.dw.com/p/4g6b1
Ilustrasi rokok elektrik
Ilustrasi rokok elektrikFoto: Andrew Harnik/AP Photo/picture alliance

Seorang yang berhenti merokok dan beralih menghisap rokok elektrik alias vape berpeluang lebih besar terkena kanker paru-paru, menurut sebuah penelitian di Korea Selatan.

"Penelitian ini adalah riset terhadap populasi besar pertama yang menunjukkan peningkatan risiko kanker paru-paru pada pengguna rokok elektrik setelah berhenti merokok,” kata Kim Yeon Wook, yang memimpin penelitian di Rumah Sakit Bundang di Universitas Nasional Seoul.

Lonjakan risiko kanker

Para peneliti mengamati sebanyak 4.329.288 responden di Korea Selatan, yang memiliki riwayat menghisap rokok konvensional.

Mereka menemukan, sebanyak 53.354 orang menderita kanker paru-paru dan 6.351 orang meninggal dunia karena kanker paru-paru.

Mantan perokok yang beralih menggunakan rokok elektrik memiliki risiko lebih besar terkena kanker paru-paru dan mengalami kematian akibat kanker, dibandingkan mantan perokok yang menghindari rokok elektrik.

Are e-cigarettes really healthier?

"Hasil riset itu menunjukkan, ketika kita mempertimbangkan keputusan berhenti merokok dalam konteks mengurangi risiko kanker paru-paru, potensi bahaya penggunaan rokok elektrik sebagai alternatif merokok juga harus dipertimbangkan,” kata Kim.

Apakah vape lebih aman ketimbang rokok?

Rokok elektrik bekerja dengan memanaskan cairan nikotin menjadi uap yang dihirup pengguna.

Namun, cairan vape juga mengandung bahan kimia lain yang berpotensi membahayakan, meskipun kadarnya lebih rendah dibandingkan rokok tembakau.

Bahan kimia berbahaya yang ditemukan dalam produk rokok elektrik, antara lain akrolein, formaldehida, diacetyl dan partikel ultrahalus yang dapat masuk ke dalam paru-paru. Vape juga dapat mengandung logam berat seperti timbal, kata Ashley Merianos, seorang profesor di University of Cincinnati di AS.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Banyak pakar profesional dan organisasi layanan kesehatan percaya bahwa rokok elektrik jauh lebih aman daripada merokok tembakau. Vaping juga direkomendasikan sebagai alat untuk membantu berhenti merokok.

Para ahli mengatakan, rokok elektrik memang cenderung lebih aman untuk jangka pendek dan menengah. Namun, kecil kemungkinan bahwa pengguna vape akan bebas risiko kanker dalam jangka panjang.

Merianos mengatakan, masih banyak hal yang belum diketahui mengenai rokok elektrik, terutama mengenai dampak jangka panjang terhadap kesehatan manusia.

"Bukti terbaru menunjukkan, vaping berpotensi menyebabkan masalah paru-paru, termasuk asma. Selain itu, penelitian terbatas yang kami miliki menunjukkan,  paparan aerosol secara langsung berhubungan dengan gejala dan penyakit pernapasan,” kata Merianos kepada DW.

Menurutnya, paparan aerosol dari pengguna vape kepada orang di sekitarnya juga berpotensi berbahaya.

Vape sebabkan kanker?

Meski berkonsentrasi sangat rendah, berbagai bahan kimia yang diketahui menyebabkan kanker ikut terkandung di dalam cairan rokok elektrik. Pengguna berat bisa menghirup senyawa berbahaya itu beberapa kali dalam sehari, setiap hari dan selama bertahun-tahun.

Tapi apakah ada bukti bahwa vaping secara langsung menyebabkan kanker? Tidak ada! Karena saat ini belum diketahui seberapa besar dosis untuk menyebabkan kanker.

Di satu sisi, ragam penelitian berskala kecil menunjukkan, penggunaan vaping dalam jangka pendek, alias kurang dari dua tahun, tidak menambah risiko kanker. 

Vaping instead of smoking

Namun penelitian terbaru dari Korea Selatan menunjukkan bahwa vape dapat meningkatkan risiko kanker dalam jangka panjang, terutama bagi mantan perokok konvensional.

Sebuah penelitian yang diterbitkan pada Maret lalu juga menemukan, pengguna vape dan perokok mengalami perubahan DNA pada sel-sel di mulut mereka.

Perubahan seperti itu juga dikaitkan dengan perkembangan kanker paru-paru pada perokok di masa depan, namun tidak membuktikan bahwa orang yang menggunakan vape pasti akan terkena kanker.

Merianos mengakui saat ini belum ada bukti menyeluruh untuk membuat kesimpulan tentang dampak kesehatan jangka panjang dari vaping, termasuk dampak kanker.

Temuan riset juga belum meyakinkan mengenai apakah vaping lebih berbahaya bagi sebagian orang dibandingkan orang lain, misalnya pada wanita hamil atau anak-anak.

rzn/as

Sumber:

Cigarette smoking and e-cigarette use induce shared DNA methylation changes linked to carcinogenesis. Published in Cancer Research, 2024, by Herzog C, Jones A, Evans I, et al. https://aacrjournals.org/cancerres/article/doi/10.1158/0008-5472.CAN-23-2957/741851/Cigarette-smoking-and-e-cigarette-use-induce

Cohort study of electronic cigarette use: effectiveness and safety at 24 months. Published in Tobacco Control, 2017, by Manzoli L, Flacco ME, Ferrante M, et al. https://tobaccocontrol.bmj.com/content/26/3/284