1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikMalaysia

Prospek Hubungan Malaysia-Uni Eropa di bawah Anwar Ibrahim

David Hutt
30 November 2022

Anwar Ibrahim dipandang sebagai pemimpin reformis Malaysia yang siap bekerja sama dengan Barat. Kedekatannya dengan Eropa akan diuji dalam perselisihan yang sedang berlangsung dengan Brussel soal minyak sawit.

https://p.dw.com/p/4KFQR
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim
Perdana Menteri Malaysia Anwar IbrahimFoto: Prime Minister office/AP Photo/picture alliance

Perdana menteri baru Malaysia Anwar Ibrahim "tidak asing di Eropa," kata Shada Islam, pengamat Uni Eropa. "Dia dikenal luas dan dihormati di kalangan politisi dan pembuat kebijakan di Brussel, kota yang pernah dia kunjungi di masa lalu dan di mana dia berpartisipasi dalam diskusi kelompok pemikir tentang demokrasi dan hak asasi manusia," katanya kepada DW. Juga istri Anwar, politisi terkemuka Wan Azizah Wan Ismail, memiliki kontak yang baik di Brussel dan Eropa, tambahnya.

Michalis Rokas , duta besar Uni Eropa untuk Malaysia mengatakan kepada DW, dia menyambut baik pelaksanaan pemilu yang lancar di Malaysia. "Saya mengucapkan selamat kepada rakyat Malaysia untuk pemilihan umum yang damai, yang menarik lebih banyak pemilih daripada sebelumnya dalam sejarah Malaysia. Di saat demokrasi berada di bawah tekanan di banyak bagian dunia, ini adalah pesan yang membesarkan hati,”

"Uni Eropa berharap dapat terus mempererat hubungan baik dengan Malaysia yang didasarkan pada kepentingan bersama yang kuat, baik secara bilateral maupun regional,” kata Michalis Rokas.

Sengketa minyak sawit UE-Malaysia

Pemerintahan Anwar diperkirakan akan menerapkan kebijakan luar negeri yang lebih terbuka dan berorientasi Barat. Namun, analis di Institut Penelitian Asia Universitas Nottingham Malaysia; Bridget Welsh, mengatakan tetap ada titik-titik sengketa. Pemerintah baru Anwar Ibrahim akan mewarisi perselisihan Malaysia dengan UE soal minyak kelapa sawit.

Penggundulan hutan di Sarawak
Penggundulan hutan di SarawakFoto: Saeed Khan/AFP/Getty Images

Uni Eropa berencana menghentikan impor minyak sawit yang tidak berkelanjutan pada tahun 2030, tetapi Indonesia dan Malaysia, dua produsen minyak sawit terbesar di dunia, telah mengajukan keluhan kepada Organisasi Perdagangan Dunia WTO dan menuduh Uni Eropa tidak adil dan "diskriminatif". Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas Malaysia Zuraida Kamaruddin bahkan menyebutnya "apartheid pertanian".

Putusan WTO diharapkan keluar akhir tahun ini atau awal 2023. Jika Malaysia kalah dalam kasus itu, hal ini dapat menempatkan pemerintahan baru Anwar dalam situasi yang sulit – meskipun sekarang ada "ruang yang lebih besar untuk dialog tentang masalah ini daripada sebelumnya,” kata Bridget Welsh.

Kesepakatan perdagangan bebas UE untuk Malaysia?

Perdagangan barang antara Uni Eropa dan Malaysia pada 2021 mencapai nilai sekitar 41 miliar euro, naik 26% dibanding tahun sebelumnya, menurut data Komisi Eropa. Michalis Rokas mengatakan, kedua belah pihak akan menandatangani perjanjian kemitraan dan kerja sama di sela-sela KTT Uni Eropa-ASEAN yang akan berlangsung di Brussel bulan depan.

"Harapan saya bahwa perjanjian penting ini tidak akan berakhir dengan sendirinya, tetapi menjadi batu loncatan untuk kerja sama baru dengan Malaysia,” kata Mikhalis Rokas. "Saya berharap dapat mendiskusikan ini dengan pemerintah Malaysia yang baru."

Pembicaraan perjanjian perdagangan bebas memang sudah dimulai sejak 2010, tetapi terhenti dua tahun kemudian atas permintaan Malaysia. Namun akhir tahun lalu, kedua belah pihak telah menyatakan komitmen baru untuk melanjutkan pembicaraan.

Uni Eropa sendiri sudah mencapai kemajuan dalam beberapa bulan terakhir pada kesepakatan perdagangan serupa dengan Thailand dan Filipina, dan telah meratifikasi kesepakatan perdagangan dengan Vietnam dan Singapura.

"Jika, seperti yang diharapkan, Anwar bergerak maju dalam mengembangkan hubungan yang lebih baik dengan UE, hubungan antara UE dan Malaysia dapat memasuki fase yang lebih stabil," kata Shada Islam. (hp/gtp)