1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Presiden Baru Korsel Coba Taktik Berbeda Terhadap Korut

15 Maret 2022

Pemerintah baru Korea Selatan di bawah Yoon Suk-yeol kemungkinan akan mengambil sikap yang jauh lebih tegas terhadap Pyongyang, meskipun diperkirakan akan terus menawarkan pembicaraan hubungan lintas batas.

https://p.dw.com/p/48U2D
Presiden terpilih Korea Selatan Yoon Suk-yeol telah menerima pengarahan mendalam tentang masalah keamanan yang dihadapi negara
Presiden terpilih Korea Selatan Yoon Suk-yeol telah menerima pengarahan mendalam tentang masalah keamanan yang dihadapi negaraFoto: YNA/dpa/picture alliance

Selama lima tahun memangku jabatan, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in telah membujuk Korea Utara untuk berdialog dan mendorong pertukaran lintas batas. Dia telah menawarkan bantuan kepada Pyongyang dan berjanji menawarkan lebih banyak bantuan lainnya jika Kim Jong Un bersedia menghentikan pengembangan senjata nuklirnya.

Moon terpilih jadi presiden pada tahun 2017 dengan harapan tinggi, tetapi upayanya terkait negara tetangga yang komunis itu ternyata tidak berhasil.

Kini, setelah Yoon Suk-yeol yang sangat konservatif memenangkan pemilihan presiden untuk menggantikan Moon, para pengamat mengantisipasi dinamika bilateral yang sangat berbeda.

Apa yang dikhawatirkan adalah, kedua negara akan kembali ke konfrontasi langsung daripada hidup berdampingan secara tidak nyaman yang menjadi ciri pemerintahan Moon.

"Yoon telah menghidupkan kembali pendekatan berprinsip konservatif terhadap Korea Utara, yang berarti dia akan lebih keras dengan menyerukan dan menghukum tindakan provokatif dan ilegal sambil menjaga pintu terbuka untuk dialog dan diplomasi," kata Duyeon Kim, peneliti dari Center for a New American Security yang berbasis di Seoul, yang merupakan cabang sebuah lembaga think tank yang bermarkas di Washington, Amerika Serikat (AS).

Menutup mata terhadap perilaku buruk

"Kelompok progresif suka membebani konsesi terlebih dahulu dan memaafkan perilaku buruk, tetapi kaum konservatif lebih suka saling balas," lanjut Kim kepada DW. "Penasihat dan pendukung Yoon meyakini kebijakan Moon telah memberi Korea Utara kebebasan luas untuk memajukan kemampuan senjata nuklirnya."

Sebagai presiden terpilih, Yoon telah menerima pengarahan mendalam tentang masalah keamanan yang dihadapi Korea Selatan, dengan Korea Utara dan situasi di Ukraina menjadi agenda utama. Sementara juru bicara Yoon menyatakan harapan, Korea Utara akan bersedia untuk kembali berdiskusi tentang denuklirisasi Semenanjung Korea.

Namun, ada beberapa isyarat bahwa Kim sedang mempertimbangkan tindakan itu.

Korea Utara telah meluncurkan 10 rudal tahun ini, dan AS menyatakan peluncuran terbaru adalah uji coba teknologi rudal balistik antarbenua (ICBM).

Pyongyang telah membantah pernyataan itu dan mengklaim itu adalah peluncuran satelit mata-mata untuk memantau unit AS di wilayah tersebut, serta "pasukan pengikutnya".

Selain itu, ada indikasi bahwa Korea Utara sedang melakukan pekerjaan untuk mengembalikan tempat uji coba nuklir Punggye-ri ke status operasional. Dilaporkan, citra satelit juga telah mengungkapkan bahwa kompleks nuklir Yongbyon kembali beroperasi dengan kekuatan penuh.

Pada hari Senin (14/03), sumber-sumber intelijen di AS dan Korea Selatan yang dikutip oleh kantor berita Korea Selatan Yonhap News mengatakan, Korea Utara sedang bersiap untuk meluncurkan ICBM lain dalam waktu dekat.

Sementara pada uji coba 5 Maret lalu tampak rudal naik tajam setelah peluncuran, mencapai ketinggian 560 kilometer sebelum turun menuju ke laut lepas pantai timur. Diprediksi peluncuran berikutnya akan menguji jarak terbang rudal, yang berarti bahwa rudal Korea Utara akan sekali lagi terbang di atas wilayah kedaulatan Jepang.

Pertahanan ditingkatkan

Merujuk hal itu, Yoon kemungkinan akan segera melanjutkan latihan militer gabungan AS-Korea Selatan yang secara drastis dikurangi skalanya atau ditangguhkan seluruhnya di bawah pemerintahan Moon. Yoon ingin membangun kemampuan pertahanan independen negerinya dan memperkuat pencegahan yang diberikan oleh aliansi militer dengan AS. .

Namun, para pengamat menilai masih ada sejumlah kelemahan yang jelas.

"Semua tindakan ini akan memberi Korea Utara alasan untuk membenarkan uji coba senjata di masa depan - yang akan tetap dilakukan bahkan jika seorang warga Korea Selatan yang progresif terpilih sebagai presiden," kata Kim yang peneliti dari lembaga tangki pemikir AS. "Dan jika lebih banyak senjata defensif seperti baterai pertahanan rudal dikerahkan ke wilayah tersebut, itu kemungkinan akan mengusik Beijing juga.

"Beberapa keinginan Yoon akan sulit atau tidak mungkin untuk didukung oleh pemerintahan Biden, termasuk pengembalian senjata nuklir taktis AS, ke wilayah," ia menambahkan. "Kita harus melihat apakah dan bagaimana Washington menanggapi keinginan penasihat Yoon untuk mekanisme berbagi swnjata nuklir gaya NATO dan kapal selam bertenaga nuklir yang diperoleh Australia.”

Hubungan bergantung pada tanggapan Korea Utara

Rah Jong-yil, mantan diplomat dan kepala departemen intelijen Korea Selatan yang ditugaskan untuk memantau Korea Utara, telah berbicara dengan Yoon sejak kemenangan pemilihannya dan meyakini  presiden terpilih itu "masih merumuskan banyak kebijakannya, termasuk kebijakan di Korea Utara. "

"Banyak hal tergantung pada bagaimana Korea Utara bereaksi terhadap pemimpin baru Korea Selatan dan kesan awal saya adalah dia ingin memberi Pyongyang kesempatan untuk terlibat dalam pembicaraan dan membangun hubungan yang lebih baik," tutur Rah.

"Setidaknya pada fase awal kepresidenannya, mengingat masalah yang kita lihat di Ukraina, dengan Cina di Taiwan dan antara Seoul dan Tokyo, Yoon akan sangat senang jika Seoul tidak memiliki masalah dengan Pyongyang."

Namun demikian, Rah mengantisipasi bahwa pendekatan Yoon akan berbeda dengan pendahulunya, yang berulang kali dituduh mengabaikan provokasi dan penghinaan terang-terangan oleh Korea Utara, yang berharap, dengan tidak mengkritik rezim Kim akan mendorong Pyongyang untuk bersedia berdialog.

Rah mengatakan Yoon "tidak akan terlalu keras pada Korea Utara" dan dia akan bersedia untuk bertemu dengan Kim Jong Un secara langsung, jika ada peluang untuk meningkatkan hubungan bilateral - tetapi dia akan siap dan bersedia untuk menanggapi dengan lebih tegas ketika ditantang.

(Ed: rap/as)