1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikPolandia

Polandia: Retorika Anti-Jerman demi Dukungan Elektoral

Rosalia Romaniec
12 Oktober 2023

Jerman kembali tampil dominan dalam kampanye partai pemerintah Polandia, sebagai kambing hitam. Sikap permusuhan yang ditunjukkan PiS dikhawatirkan akan melukai relasi kedua negara dalam jangka panjang.

https://p.dw.com/p/4XPBM
Yaroslav Kaczynski
Ketua Umum Partai Hukum dan Keadilan (PiS), Yaroslav Kaczynski.Foto: Pawel Malecki/AGENCJA WYBORCZA/REUTERS

Berhari-hari setelah Polandia memblokir amandemen aturan keimigrasian dalam KTT Uni Eropa di Granada, Kamis (05/10) lalu, stasiun televisi pemerintah, TVP, masih menampilkan kalimat, "pakta migrasi Jerman dan solidaritas paksa yang absurd," dalam program beritanya. Editorial tersebut mengamplifikasi narasi anti-Jerman yang dibangun partai pemerintah, PiS, jelang pemilihan umum pada 15 Oktober mendatang.

Dalam sebuah pidato kampanye belum lama ini, Ketua Umum PiS, Yaroslav Kaczynski, secara gamblang mengritik betapa "Jerman telah menganggap rendah" Polandia. "Jerman bukan adidaya dunia, melainkan cuma kekuatan regional. Namun, Berlin sangat ingin menjadi negara adidaya dunia," tuturnya, merujuk pada sejarah Nazi Jerman dalam Perang Dunia II.

"Ini adalah kampanye pemilu paling kotor yang pernah dialami Polandia," kata David Gergosz, Kepala Yayasan Konrad-Adenauer di Warsawa, wadah kerja sama partai konservatif Jerman, Uni Kristen Demokrat (CDU). Menurutnya, kampanye partai pemerintah sejauh ini menyerang "mitra sendiri seperti Jerman atau Ukraina secara obsesif, hanya atas dasar kepentingan politik dalam negeri."

Serangan Partai PiS ikut menghujani pemimpin oposisi, Donald Tusk, yang dirangkul bekas Kanselir Jerman, Angela Merkel, untuk memimpin Dewan Eropa pada tahun 2014. Tusk digambarkan sebagai "agen Jerman", "pengkhianat", atau "budak Jerman". Perdana Menteri Mateusz Morawiecki baru-baru ini menyebut politisi liberal itu sebagai "hama terbesar dalam politik Polandia."

Poland: How the PiS changed the town where 90% vote for them

Putus sabar Olaf Scholz

Pemerintah Jerman sejauh ini enggan menanggapi provokasi dari Warsawa. Berlin merespons dengan mengurangi jadwal pertemuan resmi dengan pemerintah Polandia. Sudah sejak beberapa bulan terakhir, Jerman juga tidak lagi mengirimkan delegasi pejabat tinggi karena khawatir dijadikan sasaran kritik.

Namun, kesabaran Kanselir Olaf Scholz mencapai batasnya setelah Polandia mengungkap skandal pemberian visa Uni Eropaoleh sejumlah perwakilannya di Afrika. Dalam skema kriminal tersebut, warga Afrika ditawarkan mengungsi ke Jerman melalui Polandia. Ketika jumlah pengungsi di perbatasan Polandia-Jerman dikabarkan meningkat, Scholz mendesak Warsawa agar bertindak.

Akibatnya, sejumlah pejabat teras Polandia menuduh Scholz telah berlaku "kurang ajar" dan menyiratkan "campur tangan Jerman di tengah masa kampanye Polandia."

Namun, sikap Jerman yang menghentikan dialog dengan Polandia justru dikritik David Gregosz dari Yayasan Konrad Adenauer di Warsawa. Menurutnya, meski relasi yang tidak mudah, menutup jalur komunikasi adalah sebuah kekeliruan. "Sikap pemerintah Jerman justru kontraproduktif," kata dia, terlebih "tidak terlihat adanya upaya politik untuk menyelamatkan relasi bilateral yang ada saat ini."

Dengan sikap cuek dan arogansi, Jerman tidak bisa menjaga kepentingan nasional, imbuhnya.

Poland Visa Scandal

Analis ramalkan kemunduran relasi

Lantas apa motivasi PiS mendemonisasi jirannya sendiri? Menurut Gregosz, dorongan terbesar datang dari Ketua Umum Partai, Jaroslav Kacynzski. Dia tidak pernah menyembunyikan sikap antipati terhadap Jerman dan giat menyuarakan tuntutan ganti rugi dari Perang Dunia II.

"Sekitar lima sampai tujuh persen pemilih mendukung retorika PiS ini, sisanya tidak peduli dan juga tidak merasa terganggu," kata Gregosz..

Menurut Agniezska Lada dari Institut Jerman-Polandia, retorika anti-Jerman mulai diterima di kalangan pemilih moderat. Hal tersebut disimpulkan dalam jajak pendapat Barometer Jerman-Polandia yang digelar sejak 20 tahun terakhir. "Semakin banyak warga Polandia yang menilai perkembangan di Jerman secara negatif, sebagaimana kondisi hubungan Jerman dan Polandia," kata dia.

Padahal, pada 2020 lalu sekitar 72 persen responden Polandia masih melihat hubungan dengan Jerman secara positif, 19 persen secara negatif. Pada tahun 2023, jumlah responden yang melihat secara positif berkurang di kisaran 47 persen, sementara yang negatif sekitar 39 persen.

"Hasil pemilu akan menentukan bagaimana retorika anti-Jerman ini merusak relasi Polandia dan Jerman dalam jangka panjang," kata Kai Olaf Lang, pakar Polandia di Yayasan Ilmu Pengetahuan dan Politik (SWP) Jerman. Jika PiS kembali memenangkan pemilu, "udara bagi hubungan bilateral akan semakin tipis."

(rzn/hp)