1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikKorea Utara

Pertama Kalinya Rudal Korut Mendarat di Lepas Pantai Korsel

2 November 2022

Sebuah rudal balistik Korea Utara mendarat kurang dari 60 kilometer di lepas pantai Korea Selatan pada hari Rabu (02/11), untuk pertama kalinya. Seoul merespons dengan peluncuran rudal.

https://p.dw.com/p/4Iwh3
Warga Korsel menonton berita di televisi tentang peringatan serangan udara Korea Utara
Peringatan serangan udara bagi warga Korea SelatanFoto: Yonhap/picture alliance

Uji coba rudal balistik Korea Utara mendarat di dekat perairan teritorial Korea Selatan, tepatnya di selatan Garis Batas Utara (NLL), perbatasan maritim antar-Korea yang disengketakan.

Beberapa jet tempur Korea Selatan menembakkan tiga rudal udara-ke-darat ke laut utara melintasi NLL sebagai aksi balasan, kata militer Korea Selatan.

Tembakan tiga rudal Korea Selatan dilakukan setelah kantor kepresidenan berjanji "merespons dengan cepat dan tegas."

Salah satu dari tiga rudal balistik jarak pendek ditembakkan dari daerah pesisir Korea Utara Wonsan ke laut, kata Kepala Staf Gabungan Korea Selatan (JCS). Sebanyak 10 rudal dari berbagai jenis juga telah ditembakkan dari pantai timur dan barat Korea Utara.

JCS mengatakan setidaknya satu rudal mendarat di wilayah 26 kilometer selatan NLL, 57 kilometer dari Kota Sokcho Korea Selatan, di pantai timur, dan 167 kilometer dari pulau Ulleung, di mana peringatan serangan udara dikeluarkan.

"Kami mendengar sirene sekitar pukul 08:55 dan kami semua di gedung itu turun ke tempat evakuasi di ruang bawah tanah," kata seorang pejabat daerah Ulleung kepada Reuters. "Kami tinggal di sana sampai kami naik ke atas lagi sekitar pukul 09:15 setelah mendengar bahwa proyektil itu jatuh ke laut lepas."

Seorang penduduk di bagian selatan pulau itu mengatakan mereka tidak menerima peringatan apapun.

Peluncuran rudal dilakukan hanya beberapa jam setelah Pyongyang menuntut agar Washington dan Seoul menghentikan latihan militer skala besar, dengan mengatakan "ketergesaan dan provokasi militer tidak dapat lagi ditoleransi."

Meskipun Presiden Yoon Suk-yeol menetapkan satu minggu berkabung nasional atas tragedi Itaewon, tetapi latihan militer gabungan terbesar Korea Selatan dan Amerika Serikat tetap dilaksanakan sejak Senin (31/10). Latihan berjuluk Vigilant Storm tersebut melibatkan ratusan pesawat tempur dari kedua negara yang melakukan serangan tiruan 24 jam per hari.

Latihan militer utama

Pak Jong Chon, Sekretaris Komite Sentral Partai Buruh yang berkuasa di Korea Utara, mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu (02/11) bahwa jumlah pesawat tempur yang terlibat dalam Vigilant Storm membuktikan latihan itu "agresif dan provokatif" dan secara khusus menargetkan Korea Utara.

Dia mengatakan bahkan namanya meniru Operasi Badai Gurun yang dipimpin AS terhadap Irak pada 1990-an. "Langkah berlebihan pasukan musuh untuk konfrontasi militer telah menciptakan situasi serius di semenanjung Korea," kata Pak dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh kantor berita negara KCNA.

Pada hari Selasa (01/11), juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price menanggapi peringatan Korea Utara tentang respons tegas terhadap latihan itu dengan mengatakan bahwa Pyongyang tampaknya "mencapai dalih untuk provokasi yang telah dilakukan, berpotensi untuk provokasi lain yang mungkin terjadi, dan berencana untuk mengambil langkah dalam beberapa hari atau minggu-minggu mendatang."

Dia mengatakan bahwa latihan itu "murni bersifat defensif" dan bahwa Amerika Serikat telah menjelaskan kepada Korea Utara bahwa mereka tidak memiliki niat bermusuhan terhadap negara tersebut.

ha/vlz (Reuters)