1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikRepublik Demokratik Kongo

Penyesalan Mendalam Belgia atas Kolonialisme Brutal di Kongo

9 Juni 2022

Raja Philippe dari Belgia dalam kunjungan ke ke Kongo, meminta maaf dan menyebut masa kolonialisne Belgia "tidak dapat dibenarkan, ditandai paternalisme, diskriminasi, dan rasisme."

https://p.dw.com/p/4CSZF
Raja Philippe dari Belgia bersalaman dengan veteran perang Albert Kunyuku di Kinshasa, 8 Juni 2022
Raja Philippe dari Belgia bersalaman dengan veteran perang Albert Kunyuku di Kinshasa, 8 Juni 2022Foto: Benoit Doppagne/BELGA/dpa/picture alliance

Raja Belgia Phillippe hari Rabu (8/6) di Kinshasa mengatakan, pemerintahan kolonial Belgia atas Kongo telah menyebabkan "penyalahgunaan dan penghinaan". Dia sekali lagi menyampaikan "penyesalan terdalam untuk luka-luka masa lalu." Raja Philippe berada di Kongo dalam rangka kunjungan enam hari.

"Rezim (kolonial) ini adalah hubungan yang tidak setara, tidak dapat dibenarkan… ditandai dengan paternalisme, diskriminasi dan rasisme," katanya dalam pidato yang ditujukan kepada anggota parlemen Kongo.

Sebelumnya Raja Phillippe bertemu dengan para veteran Perang Dunia Kedua yang masih hidup di Republik Demokratik Kongo, dan meletakkan karangan bunga di situs peringatan untuk para veteran tempur di ibukota Kinshasa.

Phillippe berjabat tangan dengan Albert Kunyuku, veteran perang yang sekarang berusia 100 tahun, yang dulu bergabung dengan Force Publique Belgia dan ditempatkan di Myanmar.

Selama kunjungan daerah bekas jajahan Belgia itu, Raja Philippe juga mengembalikan topeng tradisional inisiasi etnis Suku kepada Museum Nasional di Kinshasa.

"Saya di sini untuk mengembalikan karya luar biasa ini kepada Anda agar warga Kongo dapat melihat dan mengaguminya," kata Raja Philippe yang berdiri di samping Presiden Kongo Felix Tshisekedi.

'Penyesalan terdalam' saja tidak cukup

Kunjungan enam hari, yang dimulai pada Selasa (7/6), dipandang sebagai upaya Belgia mengelola sejarah kolonialisme brutalnya di Kongo, yang menelan jutaan nyawa. Tetapi beberapa warga Kongo menganggap, pernyataan penyesalan saja tidak cukup.

"Mereka meninggalkan kami terisolasi, terlantar. Mereka menjarah semua sumber daya kami, dan hari ini Anda mengundang raja Belgia lagi?" kata Junior Bombi, seorang pedagang di pasar sentral Kinshasa, kepada kantor berita Reuters.

Profesor Antoine Roger Lokongo mengatakan, Raja Belgia seharusnya menyampaikan permintaan maaf resmi atas kekerasan dan penghinaan yang diderita oleh rakyat Kongo.

Sejarah kolonialisme penuh darah

Raja Leopold II antara tahun 1885 dan 1908 menyatakan daerah yang sekarang menjadi Republik Demokratik Kongo sebagai milik pribadinya, dan memerintah dengan tangan besi yang brutal. Pasukan kolonial memaksa penduduk setempat untuk mengumpulkan karet.

Sejarawan memperkirakan bahwa jutaan orang terbunuh, dimutilasi, atau meninggal karena penyakit selama pemerintahan Leopold II dan masa kolonisasi Belgia di Kongo.

Kawasan Kongo tetap menjadi bagian dari kekaisaran Belgia sampai memperoleh kemerdekaan pada 30 Juni 1960.

Kunjungan enam hari ini adalah kunjungan pertama Raja Philippe ke Kongo sejak ia naik tahta pada 2013. Tadinya kunjungan itu akan dilaksanakan tahun 2020 menandai peringatan 60 tahun kemerdekaan Republik Demokratik Kongo, namun dibatalkan karena pandemi corona.

hp/as (rtr, afp)