1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Hukum dan Pengadilan

Bekas Pejabat Rwanda Dituntut 30 Tahun Penjara Atas Genosida

20 Desember 2019

Jaksa penuntut Belgia mendesak pengadilan untuk menjatuhkan hukuman penjara 30 tahun pada mantan pejabat Rwanda yang didakwa terlibat genosida dalam pembantaian 1994 di negaranya.

https://p.dw.com/p/3V95G
Ruanda Gedenkstätte an Völkermord in Nyamata
Foto: Getty Images/AFP/S. Maina

Fabien Neretse, insinyur pertanian berusia 71 tahun, ditangkap di Prancis tahun 2011 dan kini sedang diadili di pengadilan tinggi Belgia atas dakwaan genosida dan kejahatan perang di negaranya, Rwanda. Hari Jumat (20/12) jaksa penuntut meminta pengadilan menjatuhkan hukuman penjara 30 tahun. Sehari sebelumnya, pengadilan menyatakan Fabien Neretse bersalah.

Jaksa Arnaud D'Oultremont mengatakan kepada tim juri di pengadilan: "Ingatlah fakta-fakta yang ekstrem ini ... keinginan untuk memusnahkan orang lain." Dia mengatakan Fabien Neretse "tanpa belas kasihan" menargetkan minoritas Tutsi di Rwanda.

Fabien Neretse menjadi orang pertama yang dihukum di Belgia atas tuduhan genosida. Terdakwa selama persidangan menyatakan dirinya tidak bersalah. Selain dakwaan melakukan genosida, dia juga dihukum karena kejahatan perang dan 11 pembunuhan di Rwanda.

Belgia telah mengadakan empat persidangan dan mengutuk delapan pelaku pembunuhan di bekas koloninya, tetapi Neretse adalah terdakwa pertama yang secara khusus dihukum karena tuduhan genosida.

Fabien Neretsé
Fabien Neretse dinyatakan bersalah atas genosida di Rwanda tahun 1994. Foto: Di depan gedung pengadilan di Brussels, 19 Desember 2019Foto: AFP/J. Thys

Persidangan genosida pertama

Selama persidangan, Fabien Neretse dituduh memerintahkan pembunuhan 11 warga sipil di Kigali dan dua di daerah pedesaan di utara ibu kota pada April dan Juli 1994. Namun tim juri membebaskan dia dari tuduhan dua pembunuhan, tetapi menyatakan dia bersalah atas 11 pembunuhan yang termasuk kejahatan perang.

Fabien Neretse adalah seorang ahli pertanian yang mendirikan sebuah perguruan tinggi di distrik asalnya, Mataba, di utara Rwanda. Dia kemudian menjadi pebisnis dan menjadi pejabat pemerintahan yang mengurus sektor ekspor. Tapi dia juga dipandang sebagai gembong milisi lokal di Mataba, dan kader partai yang berkuasa di bawah mendiang presiden Juvenal Habyarimana.

Di persidangan, Fabien Neretse menolak tuduhan terhadapnya. "Aku tidak akan pernah berhenti bersikeras bahwa aku tidak merencanakan atau mengambil bagian dalam genosida," katanya pada persidangan hari Selasa (17/12), sebelum tim juri menarik diri untuk menimbang putusannya.

"Harus ada keadilan"

Di bawah undang-undang tahun 1993, pengadilan Belgia punya wewenang yurisdiksi universal untuk menuntut genosida, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di mana pun itu terjadi.

Neretse ditangkap 2011 di Prancis, di mana dia bermaksud membangun kembali kehidupan profesionalnya sebagai pengungsi. Dakwaan yang diajukan terhadap Neretse sebagian besar adalah berkat kerja keras mantan pejabat Uni Eropa asal Belgia, Martine Beckers, yang kini berusia 70 tahun.

"Pengadilan ini benar-benar bersejarah," kata Eric Gillet, seorang pengacara yang mewakili Beckers. Pihak kejaksaan dan aktivis telah bekerja selama 15 tahun mengumpulkan bukti-bukti untuk kasus ini.

Berbicara dengan kantor berita AFP, Martine Beckers menggambarkan perjuangannya sebagai "perjuangan bersama atas nama semua korban pembantaian."

"Harus ada keadilan," katanya. "Mereka yang merencanakan, mengorganisir, dan mengeksekusi genosida ini harus dihukum. Jika tidak di sini, lalu di mana?"

hp/yp (afp, dpa)