1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikThailand

Pimpinan MFP: Cukup Dukungan Senat untuk Jadi PM Thailand

27 Juni 2023

Kandidat perdana menteri Thailand, Pita Limjaroenrat, mengatakan pada hari Selasa (27/06) bahwa ia memiliki cukup dukungan di majelis tinggi untuk menjadi perdana menteri berikutnya.

https://p.dw.com/p/4T6G9
Pemimpin Partai Move Forward (MFP) Pita Limjaroenrat
Foto: Vachira Vachira/NurPhoto/picture alliance

Pemimpin Partai Move Forward (MFP) Pita Limjaroenrat, salah satu partai oposisi utama Thailand, menghadapi ketidakpastian menuju kursi perdana menteri meskipun ia mencetak kemenangan yang mengejutkan dalam pemilu pada Mei lalu.

Aliansi delapan partai yang dipimpinnya memiliki 312 kursi di parlemen. Berdasarkan konstitusi, untuk menjadi perdana menteri, Pita membutuhkan setidaknya 376 suara dalam sidang gabungan legislatif bikameral, termasuk majelis tinggi (Senat) yang beranggotakan 250 orang, yang sebagian besar dipilih oleh militer saat mengambil alih kekuasaan pada tahun 2014.

Ketika ditanya pada hari Selasa (27/06) terkait berapa banyak dukungan Senat yang telah ia dapatkan, Pita mengatakan: "Cukup bagi saya untuk menjadi perdana menteri".

Niat MFP ubah undang-undang

Namun masih ada keraguan mengenai apakah Pita memiliki cukup dukungan karena proposal kontroversial partainya untuk mengubah undang-undang sensitif penghinaan kerajaanatau lese majeste yang ketat di Thailand.

Partai Move Forward mengatakan bahwa undang-undang tersebut, yang menetapkan hukuman penjara hingga 15 tahun untuk pelanggaran yang dianggap melawan kerajaan, telah digunakan sebagai alat politik untuk menekan penentang pemerintah saat ini.

Sikap ini berseberangan dengan kelompok royalis dan elit bisnis lama di Thailand, termasuk Senat yang condong ke arah konservatif.

MFP saat ini tengah menjelaskan posisinya kepada para senator menjelang pemungutan suara di parlemen pada Juli mendatang, kata Pita.

"Mengubah undang-undang agar sesuai dengan konteks masyarakat bukanlah sesuatu yang akan menghentikan pembentukan pemerintahan," katanya.

Setelah mulai bersidang pada tanggal 3 Juli, parlemen diperkirakan akan memilih perdana menteri pada tanggal 13 Juli 2023.

ha/hp (Reuters)