1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Obat HIV dalam Bentuk Suntik? Ini yang Perlu Diketahui

Zulfikar Abbany
24 Juli 2024

Obat jenis suntikan dianggap sebagai kemajuan besar dalam pencegahan dan pengobatan HIV. Hal ini menjadi alternatif efektif bagi mereka yang memiliki kendala kepatuhan untuk minum pil setiap hari.

https://p.dw.com/p/4ieLF
Virus HIV
Masih belum ada vaksin untuk HIV, tetapi obat suntik yang aktif dalam jangka panjang memberikan harapan baruFoto: Science Photo Library/imago

Sampai sekarang belum ada vaksin untuk HIV, virus yang bisa menyebabkan AIDS. Kisah-kisah tentang orang sembuh dari HIV masih dianggap sebagai mukjizat. Namun HIV dapat dicegah, dikendalikan, dan diobati dengan pengobatan dalam bentuk tablet seperti Truvada.

Sejak 2020, masyarakat Eropa yang mengidap HIV memiliki alternatif selain menggunakan pil atau tablet harian, yakni obat HIV yang diberikan lewat suntikan.

Badan Pengawas Obat-obatan Eropa EMA menyetujui rilpivirine dan cabotegravir. Produk ini dijual dengan nama jual Rekambys dan Vocabria, dan bersama-sama sebagai Cabenuva. Jenis obat-obatan ini digunakan dalam kombinasi untuk mengobati pasien dengan HIV-1, jenis virus paling umum di seluruh dunia.

Pada 2021, Badan Administrasi Obat dan Makanan Amerika Serikat FDA menyetujui cabotegravir, dijual sebagai Apretude, sebagai profilaksis. Orang dengan HIV akan mendapatkan dua dosis awal selama satu bulan, setelah itu pemberian suntikan akan diberikan setiap dua bulan.

Pada Juli 2022, Organisasi Kesehatan Dunia WAHO mendukung penggunaan cabotegravir CAB-LA yang dapat disuntikkan jangka panjang sebagai profilaksis.

Apa saja obat untuk HIV?

Pertama, ada obat profilaksis sebelum paparan atau berguna untuk mencegah seseorang terinfeksi HIV, yang juga dikenal sebagai PrEP.

PrEP direkomendasikan untuk orang yang dianggap berisiko terkena infeksi. Termasuk di antaranya pengguna narkoba berisiko, kelompok etnis tertentu yang hidup di daerah endemik atau memiliki budaya perilaku seks berisiko, pekerja seks, dan perempuan transgender yang berhubungan seks dengan pria.

Kedua, PEP yang ditujukan bagi orang yang tidak memiliki HIV tetapi telah melakukan kontak seksual dengan seseorang yang memiliki HIV. PEP singkatan dari post-exposure prophylaxis (profilaksis pasca-paparan) dan umumnya direkomendasikan hanya dalam keadaan darurat, seperti korban kekerasan seksual.

Ketiga, pengobatan yang dikenal sebagai terapi antiretroviral, atau ARV.

ARV membantu orang yang hidup dengan HIV menurunkan "pengaruh virus" di dalam tubuh mereka. Obat ini berfungsi untuk menekan jumlah HIV dalam tubuh pengidap HIV dan mendukung respons kekebalan tubuh mereka.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Mengapa perlu trobosan obat HIV dalam bentuk suntikan?

Berbagai obat untuk HIV seperti PrEP, PEP, dan ARV hanya tersedia dalam bentuk pil dan sudah berfungsi dengan baik. Namun tantangan lain muncul, yakni kepatuhan seseorang. Dalam beberapa kasus penderita HIV lupa mengonsumsi pil, ada yang kesulitan menelannya, dan alasan lainnya mungkin merasa distigmatisasi karena harus membawa pil atau menyimpannya di rumah. Ada juga yang mungkin menolak untuk mengonsumsinya sama sekali.

Jadi, harapannya adalah bahwa obat yang dapat disuntikkan dengan efek jangka panjang akan "meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan, mengurangi stigma, dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan bagi orang yang hidup dengan HIV," kata Meg Doherty, Direktur Program HIV, Hepatitis, dan Infeksi Menular Seksual di WHO.

"Salah satu manfaat paling signifikan dari obat HIV yang dapat disuntikkan adalah pengurangan beban pil. Alih-alih mengambil obat oral harian, individu dapat menerima suntikan dalam interval waktu yang lebih lama," kata Doherty.

Pada 2022, WHO mengatakan bahwa CAB-LA telah terbukti aman dalam dua uji coba dan menghasilkan "pengurangan relatif risiko HIV sebesar 79% dibandingkan dengan PrEP oral."

Dua tahun kemudian, Doherty mengatakan kepada DW, "Jika digunakan dengan benar, kemanjuran antara ARV suntik jangka panjang dan obat oral harian untuk menekan virus adalah serupa."

Doherty juga mengatakan bahwa obat-obatan suntik mungkin memiliki lebih sedikit efek samping dibandingkan dengan obat oral.

Apa saja kekurangan dari obat HIV yang dapat disuntikkan?

Obat HIV jangka panjang memiliki kelebihan dan kekurangan.

"Frekuensi dosis masih belum ideal," kata Doherty. "[Mereka juga memiliki] persyaratan injeksi yang kompleks, suntikan terpisah, rute intramuskular atau intravena, dan membutuhkan sarana pendingin."

Obat lainnya adalah ibalizumab (dijual sebagai Trogarzo), diberikan setiap dua minggu, baik melalui suntikan atau infus. Obat ini perlu dikombinasikan dengan obat lain.

Rilpivirine jangka panjang juga memerlukan sarana pendinginan, yang merupakan potensi keterbatasan dan mungkin tidak ideal untuk iklim yang lebih panas dan daerah terpencil.

"Mengatasi keterbatasan ini sangat penting agar obat HIV yang dapat disuntikkan bisa digunakan secara efektif di berbagai tempat," kata Doherty.

Tanda Seseorang Mengidap HIV

Lenacapavir: Suntikan setiap enam bulan

Obat-obatan ini juga berbeda dalam hal targetnya. Ibalizumab, misalnya, adalah antibodi monoklonal yang dirancang untuk berperilaku seperti antibodi manusia alami.

Lenacapavir, di sisi lain, adalah inhibitor kapsid  yang pertama dari jenisnya dalam pengobatan HIV. Obat ini dirancang untuk mengganggu kapsid HIV, selubung protein yang melindungi materi genetik HIV.

"[Ini] yang paling menjanjikan," kata Doherty. Lenacapavir hanya perlu diberikan setiap enam bulan, tepat di bawah kulit, dan tidak memerlukan pendinginan.

Namun, meskipun data tentang cabotegravir dan rilpivirine telah dikumpulkan selama empat tahun, masih ada sedikit data tentang kemanjuran dan keamanan jangka panjang untuk lenacapavir, setidaknya hingga saat ini.

 

Referensi:

First long-acting injectable antiretroviral therapy for HIV recommended for approval; European Medicines Agency, October 16, 2020 https://www.ema.europa.eu/en/news/first-long-acting-injectable-antiretroviral-therapy-hiv-recommended-approval

FDA approves first injectable treatment for HIV Pre-Exposure Prevention; US Food and Drug Administration, December 20, 2021 https://www.fda.gov/news-events/press-announcements/fda-approves-first-injectable-treatment-hiv-pre-exposure-prevention

US clinical trials begin for twice-yearly HIV prevention injection; US National Institutes of Health, June 4, 2024 https://www.nih.gov/news-events/news-releases/us-clinical-trials-begin-twice-yearly-hiv-prevention-injection

WHO recommends long-acting cabotegravir for HIV prevention; World Health Organization, July 28, 2022 https://www.who.int/news/item/28-07-2022-who-recommends-long-acting-cabotegravir-for-hiv-prevention

(rs/hp)