1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanGlobal

Obat HIV Janjikan Kesembuhan serta Lindungi Perempuan

Sandra Theiß
15 Oktober 2022

50% orang yang baru tertular HIV adalah perempuan. Di beberapa kawasan Afrika Selatan, perempuan juga alami kekerasan, jika mereka menuntut seks yang aman. Kini sebuah obat baru bisa membantu mereka melindungi diri.

https://p.dw.com/p/4ICEr
Gambar ilustrasi kejahatan seksual
Gambar ilustrasi kejahatan seksualFoto: Shehzad Noorani/AP/picture alliance

Ikageng adalah sebuah organisasi bantuan di Soweto. Organisasi ini didirikan Carol Dyantyi, untuk membantu berbagai keluarga, yang menghadapi masalah karena HIV. Orang-orang yang mencari pertolongan di Ikageng ada yang terinfeksi, ada yang tidak. 

Perempuan yang datang ke sana biasanya bercerita bagaimana sulitnya melindungi diri dari HIV. Salah satu penyebabnya, di Afrika Selatan tema ini tidak dibicarakan secara terbuka. 

Thando Sibisi mengungkap, topik itu tabu besar. Sebagai perempuan ia kadang ingin mengambil inisiatif dan bertanya apakah bisa tes HIV terlebih dahulu sebelum berhubungan seks. 

"Tapi kemudian perempuan biasanya takut si pria akan jadi agresif," kata Sibisi. Pria akan bertanya, "Apa maksud kamu, apa kamu pikir saya tertular? Apa saya tampak sakit?" 

Pria bisa menuntut seks tak aman karena ketergantungan perempuan

Banyak orang lebih suka menghindari diskusi seperti itu. Tapi masalah terbesarnya, sebagian besar perempuan tergantung pada pasangannya secara finansial. 

Desiree Takalo menjelaskan, karena pria yang punya uang, karena dia yang mencari nafkah, ada hal-hal yang tidak bisa ia lakukan di rumah tangga, sebagai seorang perempuan. "Dan salah satu hal yang tidak bisa saya lakukan sebagai perempuan adalah, meminta seks yang aman," ungkapnya. 

Juga saat Desiree Takalo tahu, bahwa ia mengambil risiko tertular HIV jika tidak melindungi diri dari partnernya, ia tidak menuntut. "Saya tetap mengambil risiko itu, karena saya tergantung pada dia secara finansial." 

Semakin besar ketergangtungan ekonominya, semakin sedikit kesempatan yang akan diperloleh perempuan untuk menetapkan tuntutan. Itu juga bisa dilihat dari jumlah infeksi. Di Afrika, di sebelah selatan gurun Sahara, mayoritas orang yang tertular HIV adalah kaum perempuan .  

Dyantyi, yang pendiri Ikageng mengerti situasi perempuan. Ia menegaskan, secara alamiah, perempuan memang sangat rentan. Oleh sebab itu organisasinya menggunakan segala cara untuk menyokong mereka. 

Harapan baru bagi kaum perempuan

Kini ilmu pengetahuan menjanjikan harapan bagi mereka. Sampai sekarang, perempuan yang ingin melindungi diri dari HIV harus mengkonsumsi tablet PrEP setiap hari. Universitas Witwatersrand di Johannesburg baru saja menguji sebuah alternatif, yaitu dengan injeksi obat, yang diberikan 8 pekan sekali. 

Lebih dari 3.000 perempuan ikut dalam studi itu. Mereka mendapat tablet setiap hari, atau mendapat injeksi obat. Hasilnya sangat menjanjikan. 

Prof. Sinead Delany-Moretlwe, yang memimpin studi tentang obat itu mengungkap, injeksi telah menangkis 89% lebih banyak ancaman penularan baru, dibanding tablet. Hanya 1% perempuan tertular. 

Itu jumlah yang sangat kecil, kata Delany-Moretlwe, jika orang membandingkannya dengan studi aktual lainnya di Afrika bagian selatan, yaitu di mana tingkat penularan sekitar 4%. 

Perempuan jadi korban prasangka buruk orang

Baik tablet PrEP maupun injeksi baru adalah obat antiretroviral. Obat ini mencegah penyebaran virus di tubuh. Untuk itu digunakan bahan sama, yang juga digunakan untuk menangani infeksi HIV

Tapi itulah masalahnya. Banyak perempuan tidak mau mengkonsumsi tablet untuk pencegahan penularan. Mereka khawatir, orang di sekeliling mereka bisa menduga, mereka terinfeksi HIV. 

Prof. Sinead Delany-Moretlwe mengatakan, "Terutama kaum perempuan di kawasan kami punya masalah, bahwa jika mereka meminum obat antiretroviral, maka orang lain akan menduga, mereka terkena HIV." 

Mereka bisa jadi korban stigmatisasi. Mereka bahkan bisa dianggap senang berganti pasangan. Hanya karena mereka meminum obat anti HIV, itu bisa jadi masalah dengan partner mereka, ungkap Delany Moretlwe, dan perempuan kerap dicerca, hanya karena dia ingin mengatur kebiasaannya berhubungan seks. 

Kaum perempuan di Soweto sangat antusias, karena di masa depan akan ada injeksi yang cukup diberikan setiap delapan pekan. Bukan karena ini nyaman, melainkan karena sifatnya rahasia. Di situasi yang sulit, injeksi obat itu bisa memberikan sedikit kontrol atas hidup mereka sendiri. (ml)