1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiIsrael

Mampukah Ekonomi Israel Atasi Dampak Perang Gaza?

Thomas Kohlmann
28 November 2023

Aktivitas perdagangan di Israel mulai terganggu ketika ratusan ribu tenaga kerja dievakuasi atau dipanggil memenuhi wajib militer. Absennya pekerja pariwisata dan sektor teknologi dikabarkan mulai bebani ekonomi.

https://p.dw.com/p/4ZJQO
Suasana sepi pusat wisata di Yerusalem
Suasana sepi pusat wisata di YerusalemFoto: THOMAS COEX/AFP/Getty Images

Setelah dievakuasi dari rumah masing-masing di dekat perbatasan Jalur Gaza, puluhan ribu warga Israel kini tinggal di wilayah lain. Begitu pula dengan warga yang tinggal di sepanjang perbatasan utara dengan Lebanon.

Jumlah total warga Israel yang dievakuasi diperkirakan antara 200.000 dan 250.000. Selain itu, sekitar 360.000  anak muda juga telah dipanggil menjalani wajib militer sejak serangan teror Hamas, 7 Oktober lalu.

Akibatnya, sebagian besar toko telah ditutup di zona evakuasi. Terlebih, sejak konflik di Jalur Gaza, kegiatan pariwisata di Israel praktis terhenti. Padahal, pariwisata adalah salah satu sumber devisa terbesar di Israel.

Saat ini, hampir tidak ada maskapai penerbangan asing yang masih melayani perjalanan ke Israel, kata Dan Ben-David, kepala lembaga penelitian Shoresh Institution for Socioeconomic Research di Universitas Tel Aviv, kepada DW.

Sejauh ini, dampak perang terhadp kehidupan ekonomi masih terkendali, katanya. "Tetapi efeknya tetap bergantung pada berbagai variabel. Berapa lama perang akan berlangsung? Akankah Hizbullah melakukan intervensi? Dan jika perang terus berlanjut, berapa lama kita membutuhkan pasukan cadangan?”

Jika 360.000 penduduk menjadi tentara, maka banyak karyawan yang harus berhenti bekerja demi menggantikan pasangan mengasuh anak, terutama karena banyak sekolah ditutup, tambah Ben-David.

Israel, Hamas closer to agreeing to hostage release deal

Pertaruhan besar masa depan ekonomi

Perang di Gaza sebabnya menciptakan tekanan besar bagi industri teknologi karena mendorong kelangkaan tenaga kerja. "Di Israel, hanya sekitar 10 persen tenaga kerja yang bekerja di sektor teknologi, namun mereka bertanggung jawab atas lebih dari 50 persen ekspor kami,” kata Ben-David.

Sebagian besar pekerja sektor teknologi di Israel berusia relatif muda. Mereka masih masuk dalam kelompok usia yang kini rajin dipanggil berperang di Gaza atau di perbatasan Lebanon. Kaum muda ini bukan tentara profesional, melainkan pekerja berpendidikan tinggi dan sangat produktif.

Sebaliknya, mereka yang belum menjalani wajib militer cenderung memiliki produktivitas yang lebih rendah, kata para peneliti.

Sebabnya perang di Gaza kian dilihat sebagai pertaruhan besar bagi Israel. "Karena kita sangat bergantung pada industri teknologi tinggi, yang baik dan buruk, kita menaruh semua peluang terbaik kita dalam satu keranjang,” ujar Ben-David, seraya menambahkan bahwa kemunduran di bidang teknologi bisa berdampak pada seluruh negeri.

Menurutnya, setiap kali Israel mengalami krisis ekonomi, "pemulihan selalu digerakkan oleh sektor teknologi sebagai penyumbang pertumbuhan terbesar."

Cyprus may become international aid hub for Gaza

Beban keuangan

Menurut kantor berita AS, Bloomberg, perang di Gaza menyedot biaya sekitar USD 260 juta per hari dari kas negara. Pada bulan Oktober saja, defisit anggaran Israel melonjak tujuh kali lipat, yang ditandai dengan jatuhnya nilai tukar mata uang nasional, Syikal,  terhadap Dollar AS ke level terendah dalam 11 tahun.

Kementerian Keuangan sudah mengumumkan akan menambah utang pemerintah menjadi sebesar 75 persen pada bulan November.

“Israel adalah negara yang sedang berperang, dengan pengeluaran yang meledak dan pendapatan yang berkurang. Akibatnya biaya pinjaman meningkat," tulis kolumnis Bloomberg, Marc Champion.

Ben David menyimpulkan, jika perang di Gaza segera berakhir dan Hizbullah tidak campur tangan, maka perekonomian Israel bisa kembali pulih dalam waktu relatif cepat.

rzn/hp