1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Macron dan Biden Tegaskan Kembali Visi Geopolitik Bersama

21 April 2023

Presiden AS Joe Biden dan Presiden Prancis Emmanuel Macron berusaha redakan ketegangan setelah pemimpin Prancis itu mengeluarkan pernyataan menghebohkan terkait masalah Taiwan. Namun isi pernyataan kedua pihak berbeda.

https://p.dw.com/p/4QNsa
Presiden AS Joe BIden dan Presiden Prancis Emmanuel Macron
Presiden AS Joe BIden dan Presiden Prancis Emmanuel Macron bicara lewat telepon videoFoto: Ian Langsdon/POOL/AFP/Getty Images

Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Presiden Prancis Emmanuel Macron berbicara melalui sambungan telepon pada hari Kamis (20/04) dan menegaskan kembali visi geopolitik kedua negara. Percakapan tersebut terjadi setelah Macron menimbulkan kehebohan, dengan mengatakan kepada wartawan bahwa negara-negara Eropa tidak boleh terlibat dalam pertarungan antara Cina dan Amerika Serikat atas Taiwan.

Dalam sebuah wawancara Macron sebelumnya mengatakan, Eropa seharusnya tidak menjadi "pengikut" AS atas persoalan Taiwan. Presiden Prancis membuat komentar tersebut setelah berkunjung ke Cina bersama pejabat tinggi Uni Eropa lainnya.

Mengenai masalah Taiwan, Macron mengatakan Eropa harus menghindari krisis yang bukan urusannya. Dia menegaskan kembali kebijakan Uni Eropa tentang "otonomi strategis" dan menyerukan agar Eropa menjadi "kutub ketiga" geopolitik dalam menghadapi Amerika Serikat dan Cina. Macron kemudian mengeluarkan komentarnya, dengan mengatakan, "Menjadi sekutu tidak berarti menjadi pengikut."

Cina menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya dan telah melakukan latihan militer di sekitar pulau yang memiliki pemerintahan sendiri tersebut.

Apa kata Gedung Putih tentang percakapan tersebut?

Gedung Putih mengatakan dalam sebuah pernyataan, kedua pemimpin tersebut "membahas perjalanan Presiden Macron baru-baru ini ke Cina dan upaya berkelanjutan mereka untuk memajukan kemakmuran, keamanan, nilai-nilai bersama, dan tatanan berbasis aturan internasional di kawasan Indo-Pasifik.

"Mereka menegaskan kembali pentingnya menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan," demikian pernyataan Gedung Putih. Pernyataan tersebut juga mengungkapkan bahwa Biden dan Macron "menegaskan kembali dukungan mereka yang teguh untuk Ukraina dalam menghadapi agresi brutal Rusia."

Sementara itu Biden pada hari Kamis (20/04) juga berbicara secara terpisah dengan Presiden Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen. Sebuah pernyataan Gedung Putih memaparkan isi percakapan telepon tersebut: "Kedua pemimpin membahas perjalanan Presiden Komisi Uni Eropa von der Leyen baru-baru ini ke Beijing dan komitmen bersama mereka untuk menegakkan tatanan internasional berbasis aturan, hak asasi manusia, dan praktik perdagangan yang adil."

Pernyataan AS dan Prancis berbeda mengenai Cina dan Taiwan

Sementara itu, Istana Elysee menyatakan, Macron memberi pengarahan kepada Biden tentang "hasil yang diperoleh" selama perjalanan presiden Prancis ke China. Tidak disebutkan secara spesifik apa saja hasil tersebut.

Namun pernyataan Prancis tidak secara langsung menyebutkan Taiwan secara frontal, melainkan hanya mengatakan bahwa baik Paris maupun Washington bertujuan untuk "mendukung hukum internasional, termasuk kebebasan navigasi, di seluruh wilayah Indo-Pasifik."

Pernyataan Prancis itu berbeda  dengan apa yang dikeluarkan oleh Gedung Putih.  Prancis menegaskan bahwa dalam hal perang di Ukraina, Cina memiliki "peran untuk memberikan kontribusi, dalam jangka menengah, untuk mengakhiri konflik sesuai dengan prinsip-prinsip dan tujuan piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa."

"Kedua kepala negara sepakat akan pentingnya untuk terus melibatkan pihak berwenang Cina atas dasar ini," demikian bunyi pernyataan tersebut.

Kedua pemimpin menekankan "pentingnya negara-negara Eropa terus mempersenjatai diri untuk mengambil tanggung jawab mereka dalam berbagi beban keamanan trans-Atlantik."

 ap/as (AFP, Reuters)