1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikVietrnam

Lawatan Perdana Presiden Vietnam: Mengapa Cina yang Dipilih?

David Hutt
21 Agustus 2024

“Diplomasi bambu” Vietnam bantu Presiden To Lam tingkatkan hubungan dengan negara besar. Ia memilih Beijing sebagai lawatan perdananya ke luar negeri, tapi kemungkinan besar masih akan dekat dengan Barat.

https://p.dw.com/p/4jiG5
Presiden Cina Xi Jinping bertemu dengan Presiden Vietnam To Lam
Presiden Vietnam To Lam (kiri) sebut hubungan dengan Cina sebagai 'prioritas utama'Foto: kyodo/dpa/picture alliance

To Lam, sekretaris jenderal (sekjen) Partai Komunis Vietnam yang baru saja ditunjuk, berkunjung ke Beijing pada Senin (19/08), sebagai lawatan luar negeri perdananya sejak mengambil alih jabatan itu pada awal bulan ini.

Dalam kunjungannya, To Lam bertemu dengan Presiden Cina Xi Jinping, Menteri Luar Negeri (Menlu) Wang Yi, dan Perdana Menteri (PM) Li Qiang.

To Lam sebut hubungan negaranya dengan Beijing sebagai "prioritas utama dalam kebijakan luar negeri Vietnam” dan setuju dengan Xi untuk meningkatkan kerja sama di bidang pertahanan dan keamanan.

Selama satu dekade terakhir, Vietnam telah menerapkan strategi "diplomasi bambu”-nya, yang berfokus pada keseimbangan hubungan dengan hampir semua negara besar.

 

Namun, negara ini masih terlibat dalam perselisihan teritorial dengan Cina di Laut Cina Selatan (LCS), yang memicu kebencian publik Vietnam terhadap apa yang dianggap banyak orang sebagai sikap tunduk pada musuh bebuyutan.

Hanoi juga secara signifikan memperbaiki hubungannya dengan mantan musuhnya, Amerika Serikat (AS), meski beberapa orang di dalam Partai Komunis Vietnam tetap mewaspadai adanya potensi ambisi perubahan rezim pemerintahan Washington.

To Lam menjabat sebagai presiden Vietnam pada Mei lalu, setelah sebelumnya menjabat sebagai menteri keamanan publik Vietnam. Ia juga mengambil alih peran sebagai ketua Partai Komunis setelah pendahulunya, Nguyen Phu Trong, meninggal dunia bulan lalu.

Kunjungan perdana To Lam ke Cina ini menimbulkan banyak pertanyaan di Barat, karena beberapa pengamat berspekulasi bahwa ini menandakan perubahan dalam kebijakan luar negeri Vietnam. 

Pengamat: Spekulasi tentang Vietnam berpaling ke Cina itu ‘berlebihan’

Zachery Abuza, seorang profesor di National War College Washington, memperingatkan agar tidak terlalu menaruh perhatian yang berlebihan terhadap kunjungan kali ini.

"Semua laporan tentang peralihan Vietnam ke Cina di bawah To Lam ini benar-benar berlebihan. Perjalanan ini sudah dijadwalkan beberapa bulan yang lalu,” katanya kepada DW.

Para pemimpin Partai Komunis Vietnam yang baru dilantik biasanya mengunjungi sekutu tradisional dan tetangga, Kamboja atau Laos, setelah menjabat. To Lam sudah melakukan perjalanan ke kedua negara itu pada Juli, setelah terpilih sebagai presiden.

"Cina selalu menjadi pemberhentian pertama setelah pemimpin Vietnam melakukan perjalanan ke Laos dan Kamboja,” tambah Abuza.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

To Lam masih perlu membangun hubungan pribadi dengan Presiden Xi. Hanoi juga masih perlu berhati-hati terhadap potensi bentrokan teritorial dengan Cina.

Vietnam baru-baru ini membuat Beijing kesal, setelah Hanoi menggelar latihan operasi militer gabungan dengan Filipina di Laut Cina Selatan.

"Vietnam, di bawah kepemimpinan Nguyen Phu Trong, bekerja sangat baik dalam meyakinkan Cina untuk tetap netral pada Vietnam,” tambah Abuza. "Hal itu akan terus berlanjut di bawah kepemimpinan To Lam.”

To Lam juga menambahkan nuansa patriotik dalam perjalanannya dengan mengunjungi provinsi Guangdong, wilayah di mana Ho Chi Minh, pahlawan nasional Vietnam tinggal 100 tahun yang lalu saat mendirikan Partai Komunis.

To Lam dikabarkan akan berkunjung ke New York

Akan sangat tidak biasa jika To Lam berkunjung ke AS atau negara demokrasi Barat lainnya, dalam perjalanannya sebagai ketua partai, karena biasanya kunjungan ke negara-negara yang dipimpin oleh Komunis lebih diprioritaskan.

Namun, ada rumor bahwa To Lam akan pergi mengunjungi Amerika Serikat bulan depan.

Seorang sumber dari pemerintah Vietnam yang tidak mau disebutkan namanya, mengatakan kepada DW bahwa To Lam rencananya akan mengunjungi New York untuk menghadiri pertemuan Majelis Umum PBB pada 10 September atau Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) PBB pada akhir bulan ini. To Lam akan bertemu dengan para pejabat AS di sela-sela kunjungannya itu.

DW memahami bahwa ada juga diskusi antara Hanoi dan Washington mengenai apakah perjalanan To Lam ke AS ini akan menjadi kunjungan kenegaraan, termasuk pertemuannya dengan Presiden AS Joe Biden.

Tahun lalu, Vietnam telah meningkatkan hubungannya dengan AS dalam Kemitraan Strategis Komprehensif.

Vietnam masih berteman dengan semua pihak

Para analis berpendapat bahwa perubahan signifikan dalam hubungan luar negeri Vietnam ini hanya akan terjadi jika salah satu mitra utama Hanoi mengubah sikapnya terlebih dahulu.

Kunjungan To Lam ke Cina pekan ini memang dimaksudkan untuk meyakinkan Beijing untuk tidak perlu mengubah pendekatannya terhadap Vietnam, hanya karena pergantian kepemimpinan di Hanoi.

Selama kepemimpinannya, To Lam banyak membersihkan kepemimpinan senior Partai Komunis dari para teknokrat dan pejabat yang berpihak pada Barat, sehingga Politbiro dipenuhi oleh para "sekuritokrat” dari kementerian keamanan publik dan militer.

Hal ini membuat beberapa komentator berpendapat, Vietnam menjadi lebih seperti negara polisi.

Pemerintahan To Lam kemungkinan akan semakin mengintensifkan penindasan negara dan tindakan keras terhadap aktivisme masyarakat sipil, yang semakin memburuk sejak 2016, menurut kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM).

Para pemimpin Barat juga terlihat tidak senang dengan pertemuan To Lam dan Vladimir Putin pada Juni lalu, ketika presiden Rusia itu mengunjungi Hanoi.

Namun, baik AS maupun Uni Eropa tampaknya tidak ingin mengganggu hubungan dengan salah satu negara pertumbuhan ekonomi tercepat di Asia dan pasar utama dalam upaya Barat untuk "menghilangkan risiko” konflik dengan Cina.

Di Uni Eropa, To Lam pernah dituduh terlibat dalam penculikan seorang warga negara Jerman oleh dinas rahasia Vietnam di Berlin pada 2017. Korban dilaporkan keluar dari Eropa menggunakan pesawat yang dipinjamkan oleh pemerintah Slovakia kepada delegasi kunjungan To Lam.

Meski hal ini awalnya memicu keretakan diplomatik Vietnam dengan Jerman, hubungan keduanya dengan cepat kembali normal, dan jaksa penuntut Slovakia membatalkan tuntutan terhadap To Lam pada awal tahun ini. 

 

(kp/rs)