1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pembicaraan HAM antara EU dan Vietnam Banjir Kecaman

David Hutt
12 Juli 2024

Para aktivis hak asasi manusia menyerukan Brussels untuk mengakhiri pembicaraan yang bersifat formalitas dengan Vietnam dan mengambil tindakan yang lebih tegas.

https://p.dw.com/p/4iD4y
Bendera negara-negara Uni Eropa
UE dan Vietnam terlibat diskusi HAM sejak tahun 1990-an dan telah mengadakan setidaknya 20 sesi dialog hak asasi manusia formal sejak tahun 2002.Foto: Philipp von Ditfurth/dpa/picture alliance

Uni Eropa mendapat kecaman karena terus terlibat dalam dialog hak asasi manusia dengan sejumlah pemerintah otoriter di Asia Tenggara.

Beberapa kelompok aktivis hak asasi manusia menyerukan Brussels untuk menghentikan perundingan yang bersifat normatif dengan pemerintah komunis Vietnam, yang putaran terakhirnya dilakukan minggu lalu.

Pejabat dari Komisi Eropa dan Parlemen Eropa mengatakan kepada DW, meski khawatir dengan memburuknya hak asasi manusia di Vietnam, mereka yakin dialog formal tetaplah jalan penting untuk memperbaiki situasi.

Uni Eropa dan Vietnam telah terlibat diskusi hak asasi manusia sejak tahun 1990-an dan mengadakan setidaknya 20 sesi dialog hak asasi manusia formal sejak tahun 2002. Hal ini dicatat oleh Human Rights Watch, sebuah kelompok advokasi terkemuka, dalam surat yang diserahkan ke Uni Eropa sebelum dimulainya dialog hak asasi manusia terbaru pada tanggal 4 Juli di Brussels.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Selama periode ini, "Vietnam hampir tidak mencapai kemajuan dalam berbagai isu yang diangkat oleh para pejabat UE,” demikian isi surat tersebut, dan represi semakin parah di Vietnam sejak Perjanjian Perdagangan Bebas UE-Vietnam (EVFTA) berlaku pada 2020.

Menurut data yang dikumpulkan oleh kelompok hak asasi manusia 88Project, terdapat 192 aktivis yang saat ini dipenjara di Vietnam dan 400 lainnya berisiko dipenjara.

Haruskan diskusi HAM EU-Vietnam dihentikan?

Mengingat memburuknya hak asasi manusia dalam beberapa tahun terakhir, Human Rights Watch pada bulan ini meminta UE untuk "tidak mengulangi dialog sia-sia tentang hak asasi manusia dan hanya menumbuhkan ilusi dalam mengatasi tindakan keras hak asasi manusia di Vietnam.”

Ben Swanton, salah satu direktur 88Project, mengatakan kepada DW bahwa dia mempertanyakan tujuan diadakannya dialog hak asasi manusia dengan pemerintah yang kebijakan resminya melanggar hak asasi manusia. Menurutnya ini sama sekali tidak nyambung. 

Sebaliknya, kata Swanton, Brussel seharusnya menuntut segera dicabutnya Directive 24. Ini adalah sebuah dokumen yang bocor dari Politbiro Partai Komunis Vietnam yang menyerukan lebih banyak penindasan terhadap kelompok masyarakat sipil. Ia juga meminta EU untuk memberi sanksi kepada Hanoi, dan bukannya menutupi pelanggaran hak asasi manusia melalui dialog performatif.

Lebih lanjut, Human Rights Watch juga meminta Brussels untuk mengancam akan menangguhkan Perjanjian Kemitraan dan Kerjasama UE-Vietnam (PCA) dan EVFTA, mengingat Pasal 1 PCA menyatakan bahwa "penghormatan terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia" adalah "elemen penting" perjanjian tersebut.

Ekonomi di atas nilai HAM

Sumber yang berbicara kepada DW tidak menentang komitmen global Uni Eropa terhadap hak asasi manusia, dan mereka juga tidak percaya bahwa Brussels menggunakan dialog hak asasi manusia ini untuk dapat mempengaruhi negara-negara otoriter tersebut.

Sumber DW tersebut berpendapat bahwa Brussels khawatir akan membahayakan janji-janji yang dibuat Hanoi untuk meningkatkan hak-hak pekerja dan memberikan lebih banyak kebebasan kepada aktivis lingkungan hidup sebagai bagian dari EVFTA.

Salah satu syarat perjanjian tersebut adalah Hanoi mengizinkan serikat pekerja independen untuk beroperasi. Pemerintah juga berjanji untuk meratifikasi Konvensi 87 Organisasi Perburuhan Internasional PBB, yang mengamanatkan pembentukan organisasi buruh secara bebas, pada awal tahun ini, meski belum terwujud.

Seperti yang dilaporkan DW awal tahun ini, Undang-Undang Ketenagakerjaan Vietnam, yang berlaku pada Januari 2021, mengizinkan adanya "organisasi pekerja independen”, tetapi aktivitas mereka jauh lebih terbatas dibandingkan serikat pekerja.

Selain itu, menurut dokumen Directive 24 yang bocor, pemerintah Vietnam berkomitmen untuk memberantas "kekuatan yang bermusuhan dan reaksioner” yang berusaha "menyabotase” negara tersebut.

Sebagai bagian dari EVFTA, Hanoi diharapkan mendukung pembentukan Kelompok Penasihat Domestik (DAG), di mana perwakilan bisnis Vietnam dan kelompok masyarakat sipil dapat secara terbuka mendiskusikan implementasi perjanjian perdagangan, terutama bagian perdagangan dan pembangunan berkelanjutan. 

Namun, pihak berwenang Vietnam telah melarang banyak aktivis untuk bergabung dengan Kelompok Penasihat Domestik, dan beberapa anggota senior Jaringan VNGO-EVFTA, sebuah kelompok yang terdiri dari tujuh organisasi masyarakat sipil Vietnam yang melobi DAG mengenai isu-isu pembangunan dan lingkungan hidup, telah dipenjara.

Isabel Santos, anggota Subkomite Hak Asasi Manusia di Parlemen Eropa, mengatakan kepada DW bahwa dia menentang ratifikasi EVFTA karena "pelanggaran hak asasi manusia yang sistematis” di Vietnam dan "kurangnya tanda-tanda nyata untuk membalikkan keadaan.”

Pembicaraan EU-Vietnam akan terus berlanjut

Setiap pejabat Uni Eropa yang ditemui DW sepakat bahwa catatan hak asasi manusia di Vietnam belum membaik.

"Kami punya keprihatinan yang sama dengan yang disampaikan oleh masyarakat sipil mengenai situasi hak asasi manusia di Vietnam," kata juru bicara Komisi Eropa kepada DW.

Terlepas dari kekhawatiran tersebut, juru bicara EU mengatakan: "Kami yakin UE harus terus menjalin hubungan dengan pihak berwenang di negara tersebut dan di lapangan."

Udo Bullmann, ketua Subkomite Hak Asasi Manusia Parlemen Eropa, memiliki kritik serupa terhadap situasi di Vietnam.

"Kami memang melihat adanya peningkatan dalam hubungan ekonomi dengan Vietnam. Namun sayangnya, di bidang HAM yang terjadi justru sebaliknya. Para pengkritik pemerintah dipenjarakan, hak-hak pekerja diabaikan, dan serikat pekerja independen bahkan tidak diikutsertakan," katanya kepada DW.

"Perjanjian perdagangan bebas dengan Vietnam diratifikasi dengan harapan bahwa situasi hak asasi manusia akan membaik. Kami kecewa hal ini tidak terjadi," tambahnya.

Dia mengatakan "dialog hak asasi manusia tetap menjadi sarana utama" dalam kebijakan luar negeri UE, namun menambahkan bahwa "kita harus memastikan bahwa dialog tersebut mencapai hasil yang nyata, dan kita tidak boleh puas dengan pembicaraan saja." (ae/hp)