Krisis Ekonomi Sebabkan Tragedi Kerumunan di Nigeria
26 Desember 2024Peristiwa terinjak-injak dalam kerumunan yang terbaru di Nigeria terjadi di lokasi distribusi makanan di Ibadan, Anambra dan ibu kota, Abuja. Setidaknya 67 orang tewas terinjak-injak selama tiga acara amal Natal, ketika banyak keluarga berjuang menghadapi krisis biaya hidup terburuk di negara itu dalam satu generasi.
Dua puluh dua orang tewas pada Sabtu (21/12) dalam insiden desak-desakan, ketika massa menunggu di luar pusat distribusi beras di kota Okija di selatan, di negara bagian Anambra. Pada hari yang sama di Abuja, kerumunan di luar gereja tempat pakaian dan makanan dibagikan kepada "orang yang rentan dan lanjut usia” menewaskan sedikitnya 10 orang. Beberapa hari sebelumnya, 35 anak tewas dan enam orang lainnya terluka parah dalam kerumunan orang di sebuah pameran sekolah di kota barat daya Ibadan.
Banyak keluarga yang putus asa akibat melonjaknya harga pangan dan pengangguran yang meluas akibat inflasi ekonomi. "Situasi ekonomi di Nigeria tampaknya semakin tidak terkendali, dan cara masyarakat sekarang berebut bahan makanan di mana pun mereka dapat menemukannya, merupakan bukti atas apa yang terjadi dalam perekonomian,” kata Udo Etefia, pensiunan berusia 62 tahun kepada DW.
Menurut pihak berwenang, biaya makanan dan transportasi di Nigeria telah meroket, lebih dari tiga kali lipat hanya dalam 18 bulan, sehingga menambah kesulitan yang dihadapi jutaan orang. Meningkatnya biaya-biaya ini telah menekan keluarga-keluarga yang sudah bergulat dengan inflasi dan pengagguran. Banyak keluarga terpaksa menarik anaknya dari sekolah karena tidak punya uang lagi.
Bantuan pangan tidak mencukupi
Victoria Adewale, pemuda pemohon bantuan pangan, memberikan gambaran tentang meningkatnya keputusasaan di Nigeria. "Apa yang terjadi di Ibadan, Anambra dan Abuja merupakan tanda jelas bahwa masyarakat sedang menderita,” katanya.
"Orang-orang yang pada hari biasa tidak keluar untuk mencari makanan atau obat-obatan, kini keluar,” tambahnya. "Pemerintah perlu duduk bersama dan mempertimbangkan kebijakan-kebijakan yang berdampak pada masyarakat.”
Kritik juga ditujukan pada upaya distribusi pangan, yang menurut banyak orang penuh dengan inefisiensi dan korupsi. Beevan Magoni, warga Abuja, berbagi pengalaman pribadinya berkaitan dengan program distribusi beras pemerintah, yang dimaksudkan untuk memitigasi dampak kenaikan harga pangan.
"Saya ingat beberapa bulan lalu pemerintah mengatakan, mereka mendistribusikan beras ke berbagai negara bagian, dan secara pribadi saya berada di Kantor Perusahaan Asuransi Pertanian Nasional, tempat pendistribusian beras berlangsung,” kata Magoni.
"Dan Anda akan melihat seseorang datang jauh-jauh dari Gwagwalada ke Kawasan Pusat Bisnis dan menunggu selama empat atau lima hari, untuk mencoba mendapatkan beras. Setelah menunggu lima hari, mereka tidak mendapat satu karung beras pun,” katanya. Dia menambahkan, bahkan ketika beras sampai ke penerima, banyak yang menjualnya lagi dengan harga tinggi, sehingga melemahkan tujuan program bantuan pangan.
Menyerukan bantuan yang terorganisir
Situasi ini, para ahli memperingatkan, mengancam akan mengikis stabilitas negara yang rapuh kecuali jika tindakan segera diambil. Bonat Daniel, pakar keuangan dan mantan akuntan senior di Nigerian Shippers Council, sebuah lembaga pemerintah, tidak asing dengan seluk-beluk kerangka ekonomi negara itu.
"Tragedi kerumunan yang terjadi di beberapa tempat ini merupakan indikasi betapa sulitnya keadaan saat ini. Namun menurut saya…, masyarakat harus lebih terorganisir,” katanya kepada DW.
Daniel menekankan pentingnya tindakan proaktif untuk mencegah kekacauan selama distribusi. Dia mengatakan, perencanaan yang matang dan proses yang terstruktur sangat penting untuk memastikan bahwa bantuan sampai kepada mereka yang membutuhkan, tanpa membahayakan keselamatan atau memperburuk krisis.
"Jadi, perlu dilibatkan komunitas, asosiasi, gereja mana pun. Saya pikir badan keamanan juga bisa dilibatkan dan harus lebih terorganisir,” kata Daniel. Dia juga menyarankan untuk tidak mempublikasikan upaya bantuan secara besar-besaran, dan memperingatkan bahwa iklan yang tersebar luas akan menarik massa yang besar dan tidak dapat dikendalikan.
"Publikasi dan iklan, hal-hal ini harus dikurangi. Karena kalau beriklan pasti akan menarik banyak sekali orang, yang mungkin sulit ditangani. Ini pendapat saya,” katanya sambil menekankan, kebijaksanaan dan perencanaan sangat penting untuk mencegah tragedi semacam itu terulang di masa depan.
Diadaptasi dari artikel DW bahasa Inggris