1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jokowi Beberkan Alasan Mengapa UU Ciptaker Dibutuhkan

Prihardani Ganda Tuah Purba
9 Oktober 2020

Selain membuka lapangan kerja dan memudahkan tumbuhnya korporasi baru, Presiden Joko Widodo mengklaim UU Cipta Kerja juga membantu upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, karena membidik praktik pungutan liar.

https://p.dw.com/p/3jh5H
Presiden RI - Joko Widodo
Presiden RI - Joko WidodoFoto: Presidential Secretariat Press Bureau

Lama dinanti publik terkait sikapnya akan pengesahan UU Cipta Kerja yang mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya buka suara lewat konferensi pers virtual yang ditayangkan melalui Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (09/10).

Dalam kesempatan itu, Jokowi menyampaikan beberapa alasan mengapa UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan DPR Senin (05/10) lalu itu dibutuhkan di Indonesia. 

Hal pertama yang dia tekankan adalah bahwa UU Cipta Kerja bertujuan menyediakan lapangan pekerjaan bagi para pencari kerja dan pengangguran di Indonesia. Jokowi membeberkan, setiap tahun ada sekitar 2,9 juta penduduk usia kerja baru yang masuk ke pasar kerja, sehingga kebutuhan atas lapangan kerja baru disebutnya "sangat-sangat mendesak".

Kebutuhan lapangan pekerjaan tersebut semakin diperlukan mengingat di tengah pandemi COVID-19 yang saat ini terjadi, terdapat kurang lebih 6,9 juta pengangguran dan sebanyak 3,5 juta pekerja terdampak pandemi COVID-19.

Selain itu, Jokowi mengatakan sebanyak 87% dari total penduduk pekerja Indonesia memiliki tingkat pendidikan setingkat SMA ke bawah, dan 39% berpendidikan Sekolah Dasar (SD). Sebabnya, penciptaan lapangan kerja baru khususnya di sektor padat karya perlu didorong.

Hal kedua yang ia sampaikan adalah bahwa UU Cipta Kerja akan memudahkan masyarakat khususnya usaha mikro kecil untuk membuka usaha baru. Regulasi yang tumpang tindih dan prosedur yang rumit dipangkas lewat UU baru tersebut.

“Perizinan usaha untuk usaha mikro kecil UMK tidak diperlukan lagi, hanya pendaftaran saja, sangat simpel. Pembentukan PT (Perseroan Terbatas) juga dipermudah. Tidak ada lagi pembatasan modal minimum,” jelasnya.

Lebih jauh, dia mengatakan bahwa UU Cipta Kerja berisi 11 klaster urusan tersebut akan berperan mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. “Ini jelas karena dengan menyederhanakan, dengan memotong, dengan mengintegrasikan ke dalam sistem perizinan secara elektronik, maka pungutan liar (pungli) dapat dihilangkan,” ujarnya.

Disinformasi dan hoaks?

Jokowi turut menyinggung aksi unjuk rasa dan penolakan UU Cipta Kerja yang belakangan terjadi. Menurutnya, aksi unjuk rasa itu dilatarbelakangi oleh disinformasi dan hoaks terkait UU Cipta Kerja yang beredar di media sosial. 

Jokowi menegaskan bahwa isu penghilangan hak cuti pekerja atau buruh, penghapusan ketentuan Upah Minimum Provinsi (UMP), jaminan kesejahteraan, hingga isu kemudahan PHK sepihak oleh perusahaan, adalah informasi yang tidak benar.

Jokowi juga membantah informasi mengenai dihapusnya analisis dampak lingkungan atau amdal. “Amdal tetap ada. Bagi industri besar harus studi amdal yang ketat. Tetapi bagi UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan,” ujarnya.

Jokowi undang masukan dan usulan dari masyarakat terkait aturan turunan

Selain itu, Jokowi juga menegaskan bahwa UU Cipta Kerja tidak melakukan resentralisasi kewenangan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat. “Tidak! Tidak ada,” tegasnya. 

Dikatakan Jokowi, perizinan berusaha dan pengawasannya tetap dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan NSPK (norma, standar, prosedur dan kriteria) yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. “Ini agar dapat tercipta standar pelayanan yang baik di seluruh daerah dan penetapan NSPK ini dapat nanti akan diatur di dalam PP atau peraturan pemerintah,” tambahnya.

Jokowi juga menegaskan bahwa UU Cipta Kerja masih memerlukan banyak aturan turunan, baik itu peraturan pemerintah (PP) maupun peraturan presiden (Perpres). Oleh karenanya, pemerintah ia sebut masih terbuka bahkan mengundang masukan-masukan dari masyarakat terkait aturan turunan tersebut. “Jadi setelah ini akan muncul PP dan Perpres yang akan kita selesaikan paling lambat 3 bulan setelah diundangkan,” ujarnya.

Sementara bagi pihak yang masih belum merasa puas terhadap UU Cipta Kerja, Jokowi mempersilahkan untuk mengajukan uji materi atau judicial review melalui Mahkamah Konstitusi (MK).

“Sistem ketatanegaraan kita memang mengatakan seperti itu, jadi kalau masih ada yang tidak puas dan menolak silakan diajukan uji materi ke MK." (gtp)