1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikJepang

Jepang: Pemilu Jadi Ujian bagi Perdana Menteri Baru

4 Oktober 2024

Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba harus membangun kembali reputasi Partai Demokrat Liberal setelah rentetan skandal yang meruntuhkan kepercayaan pemilih. Jika gagal, kekuasaannya mungkin akan berlangsung singkat.

https://p.dw.com/p/4lPZE
Shigeru Ishiba
Perdana Menteri Jepang Shigeru IshibaFoto: Eugene Hoshiko/AP Photo/picture alliance

Perdana Menteri Jepang yang baru dilantik Shigeru Ishiba tidak membuang waktu untuk menyerukan pemilihan umum dadakan setelah ditunjuk sebagai perdana menteri baru Jepang pada hari Selasa (2/10).

Ishiba yang juga mantan menteri pertahanan itu mengisyaratkan pemilihan umum akan diadakan pada tanggal 27 Oktober mendatang.

Padahal, selama mencalonkan diri untuk jabatan ketua umum Partai Demokrat Liberal, LDP, Ishiba bersikeras betapa dirinya tidak berniat untuk segera mengadakan pemilihan umum jika dia memenangkan pemilihan partai.

Para analis percaya bahwa perubahan sikapnya itu disebabkan oleh tekanan dari berbagai faksi di tubuh LDP. Betapapun juga, basis pendukung Ishba sendiri terbatas.

Mantan menteri pertahanan berusia 67 tahun itu secara luas dianggap sebagai pembangkang politik, dan rentan terhadap intrik di tubuh partai serta aspirasi pemilih yang kecewa terhadap perkembangan politik di Tokyo.

Ishiba pernah mencalonkan diri sebagai ketua umum partai pada empat kesempatan, meski selalu takluk di konvensi partai. Khususnya kritik pedasnya terhadap anggota senior partai, termasuk mantan Perdana Menteri Shinzo Abe, membuatnya figur yang kurang diskuai.

Dia terpilih pada pencalonan kelima, karena lawan terdekatnya, Sanae Takaichi, adalah dikenal berideologi radikal kanan yang dikhawatirkan banyak analis akan menghancurkan populartias partai dalam pemilihan umum.

Kelemahan Ishiba

Meski demikian, Takaichi masih memiliki banyak dukungan, dan memantau ketat kiprah Ishiba dalam pemilihan umum. Jika dia gagal membangkitkan partai dan kehilangan sejumlah besar kursi atau bahkan digantikan dalam pemerintahan, maka ada kemungkinan Ishiba akan menghadapi penantang baru hanya beberapa minggu setelah dilantik sebagai ketua umum partai.

Former Defense Minister Ishiba set to become Japan's new PM

"Pondasi Ishiba di dalam partai sangat lemah," kata Hiromi Murakami, seorang profesor ilmu politik di kampus Tokyo, Universitas Temple.

"Dia mengatakan tidak akan mengadakan pemilihan umum, tetapi dia segera menyadari bahwa untuk memimpin partai dan pemerintahan, dia akan membutuhkan semua dukungan yang bisa didapatkan dan sebagian besar politisi LDP menginginkan pemilihan umum."

Petinggi LDP berharap bisa mempertahankan kepercayaan elektoral dengan adanya pemimpin baru setelah tahun yang penuh gejolak politik, katanya kepada DW.

Bebas skandal

Berbeda dengan pendahulunya, Ishiba tidak tersangkut skandal yang membelit LDP sejak beberapa tahun terakhir.

Namun harapan bahwa para pemilih akan melupakan skandal di tubuh LDP pupus ketika sebuah jajak pendapat yang diterbitkan oleh surat kabar The Mainichi pada hari Senin menunjukkan bahwa 77 persen pemilih menilai bahwa Ishiba harus mengungkap secara terbuka skandal aliran dana gelap untuk petinggi partai.

Di sisi positif bagi perdana menteri baru, jajak pendapat lain oleh media yang sama menemukan bahwa 52 persen pemilih memiliki harapan tinggi untuk Ishiba, dengan tingkat dukungan partai sebesar 33 persen naik 4 poin persentase dari survei pada akhir Agustus.

Membangun kembali reputasi LDP merupakan salah satu dari segelintir isu penting bagi Ishiba, yang memiliki waktu kurang dari sebulan untuk meyakinkan para pemilih bahwa dia adalah bagian dari solusi, bukan masalah.

Japan's fear of China — Global Us

Kekhawatiran utama lainnya adalah ekonomi yang lemah dan kenaikan harga, ancaman keamanan yang ditimbulkan oleh Cina, Korea Utara, dan Rusia, populasi yang menyusut dan menua, serta dampak perubahan iklim terhadap negara.

"Publik akan menilai Ishiba berdasarkan cara ia menangani skandal politik dan apa yang ia tawarkan sebagai solusi bagi perekonomian," kata Murakami. "Namun, jika pemilihan umum tidak berjalan dengan baik, maka tidak dapat dihindari bahwa dia akan disalahkan."

Perpecahan di tubuh LDP?

Go Ito, profesor politik di Universitas Meiji Tokyo, setuju bahwa merehabilitasi partai dan kesejahteraan ekonomi publik akan menjadi faktor penentu dalam pemungutan suara mendatang. Menurutnya, kegagalan LDP pada 27 Oktober dapat menjadi salah satu peristiwa terpenting dalam politik Jepang sejak berakhirnya Perang Dunia II.

"Setelah kekalahannya dalam pemilihan ketua umum partai, saya tidak yakin Takaichi akan mendapat cukup dukungan untuk menggantikan Ishiba secepat ini," katanya. "Sebaliknya, dia mungkin memilih untuk meninggalkan LDP dan membentuk partai ultra-konservatifnya sendiri, dengan membawa serta banyak anggota LDP bersamanya.

"Itu akan menjadikan LDP di bawah Ishiba sebagai pemerintahan minoritas dan dia harus bernegosiasi dengan partai lain untuk meloloskan undang-undang apa pun," katanya kepada DW.

LDP telah berkuasa hampir tanpa  jeda sejak 1955, ketika partai itu dibentuk melalui penggabungan dua partai konservatif, tetapi Ishiba menghadapi tugas yang sulit dalam menyatukan para anggotanya dan, berpotensi, menghentikannya dari perpecahan.

Didaptasi dari artikel DW bahasa Inggris

Kontributor DW, Julian Ryall
Julian Ryall Jurnalis di Tokyo, dengan fokus pada isu-isu politik, ekonomi, dan sosial di Jepang dan Korea.