1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Industri Tambang Australia Kampanyekan Hak Suku Pribumi

16 Juni 2023

Perusahaan-perusahaan tambang dan bank Australia melancarkan kampanye politik untuk mendukung pengakuan hak suku pribumi di dalam konstitusi. Aktivisme Rio Tinto dkk. diyakini akan mampu mempengaruhi hasil referendum

https://p.dw.com/p/4SgkD
Aksi demonstrasi masyarakat Aborigin
Aksi demonstrasi masyarakat Aborigin di Melbourne, AustraliaFoto: Recep Sakar/AA/picture alliance

Perusahaan-perusahan besar Australia, termasuk dari sektor tambang, retail dan perbankan, menjelma menjadi sekutu pegiat HAM dengan menyuarakan dukungan bagi kampanye pengakuan hak suku pribumi di dalam konstitusi.

Aktivisme BHP, Rio Tinto, Woodside Energy, Commenwealth Bank of Australia dan perusahaan besar lain menjadi angin segar bagi Perdana Menteri Anthony Albanese yang berhaluan kiri-tengah, serta berpotensi menempatkan partai konservatif yang menolak pengakuan dalam posisi pelik dengan basis pendukungnya sendiri.

Referendum antara lain memuat pembentukan lembaga penasehat untuk urusan suku pribumi di parlemen. Dengan cara itu, suku asli Australia bisa ikut mempengaruhi keputusan politik yang berdampak terhadap mereka.

Dalam sebuah jajak pendapat Reuters terhadap 30 perusahaan terbesar di Australia menunjukkan, 70% perusahaan terbesar dengan validasi senilai AUSD 830 miliar atau sekitar USD 552 miliar mendukung proposal itu. Setidaknya lima dari 30 perusahaan terbesar ikut menyumbang untuk kampanye "Ya", dan tidak satu pun perusahaan berkontribusi kepada kampanye "tidak" yang digalang kelompok konservatif.

Membumikan pengaruh suku asli di konstitusi

Direktur Woodside, Meg O'Neill, mengatakan April silam betapa referendum menjadi "langkah besar menuju rekonsiliasi," ujarnya kepada Reuters. Manajemen perusahaan mengaku telah mengundang pemimpin suku-suku pribumi untuk berbicara dengan para pegawai terkait referendum. Langkah serupa dilakukan oleh sejumlah perusahaan lain.

Suku Aborigin Australia mewakili sekitar 3,8 persen populasi. Mereka selama ini menjadi korban rasisme sistemik yang menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan dan kondisi kesehatan, serta mencuatkan angka pengangguran. 

Pegiat HAM Australia meyakini referendum untuk membentuk dewan penasehat pribumi di parlemen bisa membantu memulihkan luka kolonialisme. Maret silam, PM Albandese mengatakan, "konsultasi dengan dewan penasehat diniatkan untuk memperkuat pemahaman parlemen, bukan membatasi otoritasnya."

Sementara pihak yang menolak, termasuk sejumlah anggota suku pribumi, berdalih proposal itu tidak disusun secara terperinci dan akan memecah tenun sosial di Australia.

Referendumnya sendiri diyakini akan digelar antara bulan Oktober dan Desember. Jajak pendapat teranyar menempatkan kedua kubu dalam posisi seimbang, yakni 51 persen tidak mendukung melawan 49 persen suara yang mendukung.

"Lensa tambahan" bagi parlemen

Industri tambang, yang notabene tercatat sebagai penyedia lapangan kerja terbesar bagi suku asli Australia, termasuk sektor yang paling rentan menghadapi konflik kepemilikan lahan. Namun BHP dan Rio Tinto mengklaim, pihaknya sudah mendukung proposal pro-pribumi sejak 2019.

Sikap tersebut terutama unik bagi Rio Tinto, yang didera kontroversi pada 2020 silam usai menghancurkan sebuah situs sakral Aborigin. Perusahaan yang bermarkas di London itu kini menilai keberadaan dewan penasehat pribumi akan membawa "lensa tambahan" dalam proses pembuatan keputusan di parlemen.

Meski begitu, Aurora Milroy, pengajar isu pribumi di University of Western Australia, mewanti-wanti betapa dukungan bagi pribumi berpotensi dijadikan kampanye marketing murahan bagi perusahan-perusahaan bermasalah. Tapi "kendati sikap skeptis tetap dibutuhkan ketika menilai dukungan publik kepada proposal referendum, dalam level praktis, pernyataan-pernyataan dukungan itu bisa berpengaruh."

Fair Australia, kelompok yang menggalang kampanye penolakan terhadap proposal referendum, sebaliknya mengimbau pemegang saham "untuk bertanya kenapa para direktur menghabiskan uang mereka berkampanye demi memecah Australia secara rasial," kata seorang juru bicaranya kepada Reuters.

"Untungnya, referendum ini tidak akan ditentukan oleh perusahaan saham, direktur-direkturnya atau jutaan dolar uang yang mereka suntikkan ke dalam kampanye Ya," imbuhnya.

rzn/as (Reuters)