1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanIndonesia

Cegah Tenggelam, Sudah Saatnya Renang Jadi Pendidikan Wajib

25 Juli 2023

Orang Indonesia dinilai gemar main air, tapi banyak yang tidak bisa berenang. Padahal, renang bisa kurangi risiko tenggelam dan salah satu kemampuan dasar bertahan hidup.

https://p.dw.com/p/4UK6Q
Ilustrasi pelajaran renang di sekolah
Ilustrasi pelajaran renang di sekolahFoto: Julian Stratenschulte/dpa/picture alliance

Tenggelam ternyata menjadi 1 dari 10 penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak-anak dan orang dewasa muda berusia 1-24 tahun di seluruh dunia. Catatan Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 235.000 orang meninggal dunia karena tenggelam pada 2019. Untuk mencegah kecelakaan ini, WHO pun menetapkan tanggal 25 Juli sebagai hari pencegahan tenggelam sedunia.

Lebih dari 90% kematian akibat tenggelam terjadi di sungai, danau, dan sumur. Menariknya, lebih dari 60% dari semua kematian akibat tenggelam itu terjadi di wilayah Pasifik Barat dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Laporan Global Report on Drowning: Preventing a Leading Killer oleh WHO menunjukkan, angka kematian akibat tenggelam di wilayah ini jauh lebih tinggi daripada rata-rata global, baik untuk pria maupun wanita di setiap kelompok umur.

Bahaya yang ditimbulkan akibat tenggelam tidak melulu berujung kematian. Pada kasus tidak fatal, tenggelam dapat menyebabkan cedera otak hipoksik-iskemik yang dapat mengakibatkan disabilitas jangka panjang, mulai dari masalah ingatan dan ketidakmampuan belajar, hingga hilangnya fungsi dasar secara total.

Di Indonesia, kematian akibat tenggelam mencapai 4,3% penyebab kematian pada anak usia 1-4 tahun dan 6,8% pada anak 5-14 tahun. Tantangan pencegahan semakin tinggi lantaran Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki banyak sungai, laut, dan pantai.

Gemar main air tapi tidak bisa berenang

Sebagai antisipasi tenggelam, kemampuan berenang sangat dibutuhkan. Kemampuan berenang juga disebut basic life skill atau kemampuan dasar untuk bertahan hidup, seperti diungkapkan oleh mantan atlet renang Richard Sam Bera.

"Orang Indonesia itu kebanyakan suka main air, tapi banyak yang tidak bisa berenang. Seharusnya pendidikan renang ini menjadi sebuah basic life skill karena jika terjadi satu kali kebutuhan, maka akan sangat menentukan. Misalnya, suatu kali anak tenggelam dan jika dia tidak bisa berenang atau tidak ada yang menyelamatkannya, akan fatal akibatnya," ucap Richard kepada DW Indonesia.

Richard juga mengungkapkan sebenarnya cukup ironis melihat fakta tak semua orang Indonesia bisa berenang, meski Indonesia adalah negara kepulauan.

"Ironis, kita negara maritim kelautan tapi kemampuan renang warganya masih rendah. Akan tetapi, kita juga harus sadar kalau kondisi alam itu tidak semata-mata membuat orangnya jadi jago renang. Renang itu juga harus dilatih secara sistematis lewat pelatihan," kata pria yang pernah menjadi perenang termuda Indonesia di Olimpiade musim panas di Seoul, Korea Selatan, pada 1988.

Salah satu cara paling mudah untuk memperkenalkan renang kepada anak-anak adalah lewat pendidikan di sekolah. Sebenarnya di sekolah, renang termasuk dalam pelajaran olahraga. Namun sayangnya belum jadi mata pelajaran wajib. Richard pun menyayangkan minimnya infrastruktur untuk berlatih renang. 

Hal senada diungkapkan oleh MM Sri Retnaningsih, guru kelas renang privat di Bumi Serpong Damai, Tangerang, Banten. Perempuan yang disapa Naning ini menjadi guru privat usai pensiun sebagai guru olahraga di salah satu sekolah swasta di area tersebut.

Selama menjadi guru olahraga sejak tahun 1995-2021, Naning mengungkapkan bahwa sebenarnya renang memang menjadi salah satu bagian dari pelajaran olahraga atau pendidikan jasmani.

"Kurikulumnya sih ada, tapi pelaksanaannya tergantung sekolah. Karena tidak semua sekolah itu punya kolam renang atau bisa sewa kolam renang, jadi bukan hal yang wajib. Kalau sekolahnya mampu, ya silakan. Kalau tidak mampu ya tidak maksa. Tapi ada baiknya setidaknya sebulan sekali bisa ada pelajarannya, meski harus sewa kolam," katanya kepada DW Indonesia.

Cegah tenggelam: belajar rileks dalam air

Setelah pensiun, Naning langsung membuka kelas-kelas privat berenang. Gayung bersambut, banyak orang tua dan anak yang antusias, motivasinya pun bermacam-macam.

"Ada juga anak yang memang takut air, takut tenggelam. Kepalanya masuk ke air saja sudah takut. Selain itu banyak juga yang berpikir kalau mau les renang itu biasanya buat jadi atlet, mau anaknya tinggi, walau sebenarnya enggak juga. Sekarang saya juga mengajar ibu-ibunya, tapi motivasi mereka kebanyakan karena ada yang untuk terapi penyakit misalnya saraf kejepit."

Dia menyebut, belajar berenang bisa dimulai dari sedini mungkin. Di usia dini, pelajaran renang dilakukan untuk melatih sensor motorik anak, dan bukan teknik. Sedangkan pembelajaran tentang teknik dan cara berenang yang benar bisa dimulai sejak usia 6 tahun. Di usia ini anak dianggap sudah lebih cepat paham.

"Sebenarnya renang itu kemampuan alami. Kalau mereka rileks dan berani, maka alaminya akan bisa berenang. Sayangnya, banyak yang takut duluan sebelum coba. Memang naluri manusia itu secara alami pasti menyelamatkan diri di situasi yang dianggap mengancam. Sama, renang juga begitu, orang yang belum bisa renang pasti bakal menggapai-gapai, kepalanya naik ke atas, tapi karena belum mampu, belum rileks jadi tenggelam."

Renang membentuk karakter dan kesehatan

Di masa sekolahnya, Richard Sam Bera termasuk beruntung lantaran SMA negeri tempatnya belajar memiliki pelajaran renang, meski pelajaran ini mesti dihentikan saat dia kelas 3 SMA lantaran harus fokus pada pelajaran akademik.

"Haruslah dipikirkan bagaimana mengintegrasikan renang dengan kurikulum yang berjalan sekarang. Tapi benar renang itu harus dipandang sebagai sisi basic life skill, dari pendidikan keluarga memang harus dikembangkan, karena seorang anak harus bisa menyelamatkan diri kalau jatuh di kolam atau perairan."

"Di Indonesia, dari sisi kultur pun tidak terlalu lekat dengan kemampuan berenang," ujar pria yang menjadi salah satu pendiri klub renang Millenium Aquatic ini.

Padahal renang itu mengajarkan banyak hal. Renang itu harus disosialisasikan bukan cuma untuk keselamatan tapi juga pembentukan karakter dan kesehatan jasmani. Jika dilakukan secara teratur, akan membantu pertumbuhkan fisik dan jasmani karena pembakaran kalorinya jauh lebih banyak dibanding olahraga lain. Renang juga membantu mendidik anak untuk disiplin, pembentukan pola pikir dan pola hidup seseorang lho," ucap Richard. 

Muak Kena Macet, Pria Jerman ini Tiap Hari Berenang ke Tempat Kerja

Ia juga menambahkan bahwa pelajaran renang tidak berhenti sebatas pada belajar teknik renang yang benar, enak dilihat, dan bisa bertahan hidup. Pendidikan renang ini juga akan merangkul pelajaran keterampilan bertahan hidup lainnya seperti pertolongan pertama atau CPR saat tenggelam.

Hanya saja harapan untuk dimasukkannya renang sebagai pelajaran wajib juga harus didukung dengan perbaikan sistem pendidikan dan infrastruktur yang mumpuni. Sayang, fakta di lapangan masih jauh dari harapan banyak orang. Namun sayangnya, kebanyakan warga ibu kota Jakarta masih kesulitan untuk menemukan kolam renang umum yang bagus, nyaman, dengan harga yang terjangkau. Hal ini juga yang menjadi salah satu hambatan program pelatihan renang.

Tak dimungkiri kurangnya fasilitas dan infrastruktur yang mendukung ini juga menyebabkan akses publik terhadap kolam renang pun jadi sulit.

"Buat saya, bukannya setuju lagi (masuk kurikulum), tapi harus masuk kurikulum sekolah. Kondisinya berbeda sekali dengan di Singapura yang memang sudah memasukkan renang sebagai pelajaran wajib di sekolah," ucap pria yang bersama klub renangnya kerap melakukan coaching clinic, sosialisasi, sampai pelatihan langsung di beberapa sekolah swasta. (ae)