1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikAmerika Serikat

Biden Deklasifikasi Intelijen tentang Penyebab Awal COVID-19

21 Maret 2023

Bahan yang dideklasifikasi diyakini menunjukkan hubungan antara wabah COVID-19 dan laboratorium Cina. Presiden AS Joe Biden bersumpah untuk tidak mengungkapkan informasi yang dianggap berbahaya bagi keamanan nasional.

https://p.dw.com/p/4OxwA
Presiden AS Joe Biden
Presiden AS Joe Biden telah meratifikasi RUU yang mendeklasifikasi informasi mengenai asal usul virusFoto: Bart Maat/ANP/picture alliance

Presiden Amerika Serikat Joe Biden meratifikasi RUU pada hari Senin (20/03) yang mewajibkan rilis materi intelijen mengenai asal usul pandemi COVID-19. Informasi tersebut diyakini menuding sebuah laboratorium Cina yang berbasis di Wuhan, tempat virus corona dikatakan pertama kali menyebar pada akhir 2019.

Gedung Putih mengatakan RUU, yang disahkan oleh kongres pada Maret lalu, mengharuskan Direktur Intelijen Nasional Avril Haines untuk mendeklasifikasi informasi terkait asal usul pandemi. Namun, Biden berjanji untuk memperhatikan keamanan nasional saat memutuskan apa yang akan dirilis.

Hasil investigasi Washington

Biden mengatakan dia memiliki kepentingan yang sama dengan Kongres untuk merilis apa yang diketahui tentang asal usul virus corona.

"Kita perlu mengetahui asal usul COVID-19 ... termasuk kemungkinan kaitan dengan Institut Virologi Wuhan," kata Biden dalam sebuah pernyataan.

Investigasi Washington tentang penyebab awal pandemi datang bersamaan dengan ketegangan hubungan dengan Cina. Presiden telah didesak oleh sesama Demokrat, dan Republik, untuk melawan Cina lebih keras.

Perdebatan mengenai asal usul virus dipicu oleh laporan Wall Street Journal bulan lalu. Artikel tersebut mengutip penilaian "kepercayaan rendah" oleh Departemen Energi AS, yang mengatakan bahwa pandemi tersebut berpotensi disebabkan oleh kebocoran laboratorium Cina.

Beijing dengan keras menolak teori yang menghubungkan asal mula pandemi yang menghancurkan itu dengan laboratorium yang berbasis di Cina. Sejak menyebar pada akhir 2019, sejauh ini COVID-19 telah membunuh hampir tujuh juta orang di seluruh dunia.

ha/gtp (AFP, Reuters)