1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikAmerika Serikat

AS Tuduh Rusia Pakai "Influencer" untuk Intervensi Pilpres

5 September 2024

AS menuduh Rusia menggunakan media yang dikelola pemerintah untuk menyebarkan disinformasi sebelum pemilihan presiden pada November mendatang. Depkeu AS telah menjatuhkan sanksi kepada beberapa orang, termasuk pemred RT.

https://p.dw.com/p/4kHxP
Studio televisi Russia Today
Margarita Simonyan dan pihak lain yang terkait dengan jaringan Russia Today (RT) dituduh karena secara diam-diam merekrut influencer media sosial untuk memengaruhi opini publik di ASFoto: ITAR-TASS/Imago Images

Kementerian Keuangan Amerika Serikat (AS) mengumumkan bahwa mereka telah menjatuhkan sanksi kepada beberapa individu dan entitas Rusia atas "upaya pengaruh jahat" yang bertujuan untuk mengintervensi pemilihan presiden (pilpres) AS pada November 2024.

Dalam pengumuman yang disampaikan pada hari Rabu (04/09), di antara 10 individu dan dua entitas yang dikenai sanksi mencakup Pemimpin Redaksi (Pemred) Margarita Simonyan dan Wakil Pemimpin Redaksi Elizaveta Brodskaia, dari media pemerintah Russia Today (RT).

"Langkah ini memperjelas upaya yang tengah dilakukan pemerintah AS untuk menuntut pihak yang disponsori oleh negara untuk bertanggung jawab atas kegiatan yang bertujuan merusak kepercayaan publik terhadap institusi kami," kata Menteri Keuangan AS Janet Yellen.

Simonyan dan orang lain yang terafiliasi dengan jaringan itu disebut secara diam-diam merekrut influencer atau pemengaruh media sosial untuk memengaruhi opini warga AS dan menyebarkan pesan pro-Kremlin.

Sementara itu, Jaksa Agung AS Merrick B. Garland mengatakan kalau dua jurnalis RT yang tinggal di Rusia tersebut telah didakwa di New York atas tuduhan pencucian uang dan melanggar Undang-Undang Registrasi Agen Asing.

Mereka dituduh mendanai sebuah perusahaan yang berbasis di Tennessee "untuk menyebarkan konten yang dianggap menguntungkan bagi pemerintah Rusia," kata Garland, dan menyewa influencer yang berbasis di Amerika untuk membagikan konten yang "sesuai dengan kepentingan Rusia, memperkuat perpecahan dalam negeri di AS."

Perusahaan di Tennessee tersebut setidaknya memproduksi 2.000 video bertemakan imigrasi dan inflasi yang telah ditonton sebanyak 16 juta kali di YouTube sejak November 2023.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Pemerintah AS menyita 32 domain

Selain itu, Departemen Kehakiman AS juga telah mengeluarkan perintah untuk menyita 32 domain yang "digunakan dalam kampanye pengaruh buruh luar negeri yang diperintahkan oleh pemerintah Rusia," kata mereka dalam sebuah pernyataan.

"Lingkaran terdekat Presiden Rusia Vladimir Putin… mengarahkan perusahaan-perusahaan berbasis hubungan masyarakat untuk mempromosikan disinformasi dan narasi yang didukung negara sebagai bagian dari kampanye untuk memengaruhi Pilpres AS 2024," ungkap Garland.

"Laman situs yang kami sita hari ini dipenuhi dengan propaganda pemerintah Rusia yang telah dibuat oleh Kremlin untuk mengurangi dukungan internasional terhadap Ukraina, mendukung kebijakan dan kepentingan pro-Rusia, juga memengaruhi para pemilih di Amerika Serikat dan negara-negara lain," tambah Garland.

Merespons kejadian ini, dalam saluran Telegramnya RT menepis tuduhan pihak AS. Mereka menyebutnya sebagai "klise yang basi".

Gedung Putih: Putin mengetahui tindakan RT

Gedung Putih mengatakan kalau Putin mengetahui tindakan yang dilakukan oleh kantor berita RT untuk memengaruhi Pilpres AS.

"Kami yakin Putin mengetahui tindakan tersebut," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby. "Dia mengetahui aktivitas RT."

Ini bukan kali pertama para pejabat Washington menuduhintervensi Moskow dalam pemilu. Dalam sebuah laporan yang diterbitkan oleh badan-badan intelijen AS, Rusia mencoba memengaruhi pilpres 2020 untuk mendukung kandidat dari Partai Republik, yakni Donald Trump.

Kemudian pada pemilu 2016, para pejabat keamanan AS juga yakin bahwa Rusia melakukan intervensi untuk mendukung Trump. Seorang penasihat khusus belakangan menyelidiki kemungkinan kolusi ilegal antara Rusia dan Trump, tapi tidak ditemukan bukti yang cukup.

mh/ha (AP, AFP, dpa, Reuters)