1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikAmerika Serikat

Ancaman Campur Tangan Asing di Pemilu AS Tahun Ini

Clare Roth
30 Juli 2024

Intervensi asing diperkirakan lebih banyak terjadi dalam kontestasi Pilpres AS antara Donald Trump dan Kamala Harris. Ini sejumlah informasi soal potensi ancaman dari pihak asing.

https://p.dw.com/p/4issK
Ilustrasi peretasan
Sejumlah ahli meyakini kalau Rusia akan menjadi ancaman asing terbesar dalam pemilu AS yang akan diselenggarakan pada November 2024Foto: picture alliance/dpa

Ahli intelijen dan keamanan nasional Amerika Serikat (AS) mengatakan kepada DW bahwa ada banyak alasan untuk menduga kalau aktor asing akan mencoba mencampuri pemilihan presiden (Pilpres) 2024. 

Meskipun banyak informasi intelijen seputar intervensi asing dalam pemilu AS 2024 tersebut bersifat rahasia, tapi beberapa komentar resmi mendukung hal yang dilaporkan oleh para ahli: Direktur dari Federal Bureau of Investigation (FBI) AS Christopher Wray mengumumkan pada bulan Februari lalu bahwa banyak aktor asing tertarik dengan pemungutan suara yang akan berlangsung pada 5 November 2024. 

Selain itu, sebuah laporan yang diterbitkan oleh Microsoft Threat Analysis Center (MTAC) pada bulan April mengatakan kalau campur tangan asing yang sudah mulai terlihat berupa ancaman daring, khususnya dari aktor-aktor Rusia, meskipun terbilang cukup lambat di tahun ini. 

Biasanya, pemerintah ikut campur tangan dalam sebuah pemilu dengan tujuan mengurangi kredibilitas demokrasi AS, mengalihkan perhatian Washington dengan isu-isu internal, dan menggeser kebijakan demi kepentingan mereka. 

Intervensi ‘sangat luas' pada pemilu AS 2016 

Menurut Mueller Report yang menyelidiki campur tangan Rusia, dalam pemilu AS 2016, Moskow melakukan intervensi "sangat luas dan kompleks”. Para peretas Rusia melakukan berbagai upaya seperti penggunaan bot untuk menyebarkan misinformasi di media sosial dan membobol server Komite Nasional Partai Demokrat

Sejak pemilu 2016 - menurut para ahli membuka babak baru dalam campur tangan pemilu berbasis internet - kelompok intelijan AS telah "meningkatkan prioritas terhadap campur tangan asing dalam pemilu dan melakukan reorganisasi untuk memastikan kalau pelaporan dari berbagai sumber dibagikan dan dievaluasi dalam konteks yang lengkap oleh tim ahli,” kata mantan pejabat Central Intelligence Agency sekaligus Dewan Keamanan Nasional AS Stephen Slick. 

Sejumlah perusahaan media sosial juga telah melakukan kerja sama dengan pemerintah AS untuk berpatroli di situs mereka guna mencari tanda-tanda intervensi asing dalam pemilu selama delapan tahun terakhir, bahkan memperkuat divisi analisis ancaman mereka. 

Salah satu contoh kerja sama tersebut diumumkan dalam Konferensi Keamanan Munchen pada Februari lalu. Para eksekutif dari Amazon, Google, Meta, dan TikTok, serta pejabat lainnya, menandatangani pakta yang menyetujui pengadopsian "tindakan pencegahan yang wajar” untuk mencegah alat AI merusak pemiluan umum di dunia. 

Rusia mungkin jadi pemain utama di Pemilu 2024 

Slick yang juga mengepalai Proyek Studi Intelijen di University of Texas-Austin, mengatakan bahwa ia yakin kalau Rusia mungkin akan menjadi pemain utama dalam upaya pihak asing saat mengintervensi pemilu. 

"Presiden Putin semakin sakit hati dan terisolasi secara diplomatik,” katanya. "Bagi pemimpin Rusia, tidak diragukan lagi bahwa kemenangan Donald Trump pada bulan November akan lebih baik.” 

Putin, kata Slick, tidak tertarik dengan Washington yang menggalang sekutu NATO untuk membela Ukraina dan memiliki "segala hal yang dapat diperoleh dengan sedikit risiko” dalam upaya mencampuri atau menganggu pemilu mendatang. 

Cina, Iran dan Kuba kemungkinan juga akan mempengaruhi hasil pemilu, hanya saja, kata Slick, upaya ini kemungkinan akan dilakukan dalam skala yang lebih kecil. Cina mungkin akan mencoba untuk mempengaruhi ras tertentu, katanya, tapi "tidak mungkin memiliki risiko yang sama dengan Rusia.” 

Slick juga memperkirakan Iran, Kuba dan negara lain kemungkinan akan terlibat dalam operasi media sosial yang tidak terlalu canggih dan berfokus pada isu di sekitar pemilu. 

Seorang profesor politik internasional di University Birmingham di Inggris, David Dunn, setuju dan menambahkan bahwa mengingat konflik di Gaza, posisi Iran dalam pemilihan mendatang tidak terlalu jelas dibandingkan dengan posisi Rusia

"Tidak ada pemerintahan yang terlihat baik jika Anda duduk di Teheran,” ujarnya. 

Direktur penelitian di Syracuse University Institute of Security Policy and Law di New York, Corri Zoli, mengatakan tanpa adanya bukti spesifik tentang ancaman nyata terhadap pemilu, yang juga masih dirahasiakan, akan sulit untuk memperkirakan skala potensi intervensi dalam pemilu 2024. 

"Tidak diragukan lagi bahwa sebagian besar pesaing Amerika Serikat - Rusia, Cina, Iran dan negara lain - tertarik dengan pemilihan umum kami” dan kemungkinan besar telah meluncurkan misinformasi secara daring, kata Zoli. 

Namun, katanya, "sangat sulit untuk mengetahui secara pasti besarnya operasi ini.” 

Deepfake: Meyakinkan Tapi Palsu

Ancaman ‘deepfake' pada pemilu 2024? 

Meskipun sejumlah pejabat AS, termasuk direktur FBI, telah mengungkapkan keprihatinnya soal kecanggihan AI generatif dan video deepfake yang sangat diyakini dapat memainkan peran lebih besar dalam pemilu mendatang ketimbang sebelumnya, laporan MTAC yang menguraikan ancaman teknologi terhadap pemilu menyimpulkan kalau hal tersebut tidak mungkin terjadi. 

Deepfake adalah video yang dimanipulasi untuk membuat seseorang terlihat mengatakan atau melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak mereka katakan atau lakukan untuk menyebarkan misinformasi. 

"Temuan kami sejauh ini menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan kalau deepfake sinteteis dengan produksi tinggi akan menciptakan penipuan massal atau kebingungan yang luas, tidak terbukti,” kata laporan itu.  

Para penulis mengatakan bahwa jika ada "‘deepfake' canggih yang diluncurkan untuk mempengaruhi pemilu pada bulan November, alat yang digunakan untuk membuat manipulasi tersebut kemungkinan belum memasuki pasar.” 

Namun, hal ini tidak bisa dianggap remeh karena tidak akan terjadi sebelum pemilu, tambah para penulis, dengan mengungkapkan bahwa "alat AI video, audio dan gambar yang semakin canggih memasuki pasar hampir setiap hari.” 

Berita palsu daring yang saat ini paling banyak diminati oleh pembaca biasanya adalah jenis berita palsu yang sama, yang telah digunakan oleh para pelaku kejahatan selama beberapa dekade, ujar laporan tersebut. 

"Berita tidak benar dengan logo media palsu yang diembos di atasnya - sebuah taktik khas aktor yang berafiliasi dengan Rusia - mengumpulkan beberapa kali lebih banyak penayangan dan pembagian ketimbang video AI generatif sintetis yang telah kami amati dan kaji,” kata para penulis dalam laporan itu. 

(mh/rs)