1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Alam dan LingkunganAmerika Serikat

AS: Pemberitaan Cuaca Dibayangi Disinformasi dan Konspirasi

Stuart Braun
14 Juni 2023

Pemberitaan cuaca di Amerika Serikat acap memicu kontroversi lantaran polemik yang digencarkan penyangkal krisis iklim. Sebabnya, ahli meteorologi dan wartawan cuaca di televisi menjadi tumpuan untuk membangun kesadaran.

https://p.dw.com/p/4SWWp
Bencana kabut asap di Washington, AS
Bencana kabut asap akibat kebakaran hutan Kanada di Washington, ASFoto: Jose Luis Magana/AP Photo/picture alliance

"Semakin jauh kita beranjak di tahun 2023 dan fenomena el Nino semakin intensif, kita harus mempersiapkan diri menghadapi tahun cuaca ekstrem yang bakal mengejutkan ahli meteorologi,” kata wartawan cuaca Amerika Serikat (AS), Jeff Berrardelli, awal Juni lalu, ketika Puerto Rico dilanda rekor gelombang panas.

Dia termasuk wartawan AS yang semakin giat menekankan kaitan antara fenomena cuaca esktrem dan krisis iklim akibat ulah manusia. 

"Iklim dasar Bumi memanas karena pemanasan oleh gas rumah kaca dan el Nino yang kuat akan semakin menggeser batasan pengetahuan manusia,” imbuhnya, merujuk pada fenomena cuaca kering tersebut.

Ketegasan dalam pemberitaan cuaca di AS bukan kebetulan. Dari Spanyol hingga Australia, penyangkal iklim dan pencinta teori konspirasi ramai-ramai menyebar keraguan terhadap pemanasan global.

Menurut Bernadette Woods Placky, Direktur Climate Matters, sebuah lembaga informasi iklim di AS, meski minoritas penyangkal iklim selama ini "sangat lantang” bersuara dan "menggema”, 90 persen warga bersikap terbuka untuk memahami peran manusia di balik perubahan iklim.

Hal itu disimpulkan sebuah riset yang antara lain ditulis Woods-Placky pada tahun 2020. Disebutkan, keterlibatan ahli meteorologi televisi untuk melaporkan krisis iklim mampu meningkatkan "penerimaan dan kekhawatiran, bahkan aktivisme seputar perubahan iklim.”

Terlebih, mengaitkan fenomena cuaca di tingkat lokal pada perubahan iklim global "menciptakan resonansi yang lebih besar,” tutur Woods Placky.

"Jika Anda melihat ke luar jendela dan bisa menghirup bau asap kebakaran hutan dari Kanada, rasanya sangat berbeda ketimbang menonton berita kebakaran hutan di belahan lain di dunia,” lanjutnya.

Fakta iklim melawan disinformasi

Sebagian ahli meteorologi televisi AS bahkan mengadopsi narasi yang mengaitkan krisis iklim dengan bencana cuaca ekstrem. Hal ini terutama mencolok di Florida yang notabene kantung konservatisme di Amerika.

Ahli cuaca asal Florida, Jeff Berardelli, misalnya menyebut kekeringan ekstrem di AS pada 2021 sebagai "musim kering paling parah yang pernah kita saksikan,” tuturnya.

Dia menyalahkan rendahnya curah hujan akibat "perubahan iklim yang disebabkan manusia” serta menyimpulkan betapa kita sudah memasuki "era darurat iklim.”

Sementara itu, Gubernur Flordia Ron DeSantis baru-baru ini menolak mengakui kaitan antara intensitas badai dan hurikan dengan pemanasan global. Menurutnya, narasi tersebut merupakan bentuk "politisasi cuaca.”

Emisi Karbondioksida dari Erupsi Vulkanik

Solusi pada pendidikan

Edward Maibach, Direktur Pusat Komunikasi Perubahan Iklim di AS, melaporkan para penyangkal iklim di AS kini mengorganisir diri dengan lebih rapih, antara lain berkat dukungan dana industri migas. 

Gerakan ini "melancarkan kampanye disinformasi tanpa henti untuk meyakinkan betapa perubahan iklim hanya kabar bohong,” kata dia.

"Memerangi disinformasi iklim tetap menjadi tantangan,” ujar Maibach, merujuk pada panduan yang dikeluarkan Climate Matters untuk pemberitaan cuaca dan iklim. 

"Untuk meningkatkan efektivitas, disinformasi dan miskonsepsi harus didekati dengan peluang pendidikan yang positif, ketimbang upaya konfrontasi yang negatif,” tulis Climate Matters dalam buku panduannya.

Sasaran pemberitaan iklim adalah untuk tidak mengucilkan audiens atau memaksa mereka memihak secara politis, tapi hanya untuk menyampaikan informasi dan fakta.

(rzn/ha)