1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pola El Nino Terulang, Ilmuwan Cemaskan Kondisi Ekstrem

9 Juni 2023

Ilmuwan Amerika Serikat memperingatkan fenomena El Nino yang dapat berdampak pada cuaca dan rekor suhu yang ekstrem. Efek panas El Nino yang sama pernah terjadi pada tahun 2018-2019.

https://p.dw.com/p/4SMQn
Danau Pamamaroo di Australia
Pemandangan Danau Pamamaroo di Australia yang kekurangan airFoto: Dean Lewins/AAP/dpa/picture alliance

Administrasi Nasional Kelautan dan Atmosfer Amerika Serikat (NOAA) pada Kamis (08/06) mengumumkan bahwa fenomena El Nino telah muncul.

"Tergatung pada kekuatannya, El Nino dapat menyebabkan sejumlah dampak, seperti meningkatnya risiko hujan lebat dan kekeringan di beberapa wilayah di dunia," dalam pernyataan NOAA mengutip perkataan Michelle L'Heureux, seorang peneliti di Pusat Prediksi Iklim.

"Perubahan iklim bisa saja memperparah atau mengurangi dampak tertentu terkait fenomena El Nino. Contohnya, El Nino dapat menciptakan rekor suhu baru, khususnya pada daerah yang suhu sebelumnya di atas rata-rata saat mengalami El Nino." 

El Nino memengaruhi beberapa wilayah di dunia

El Nino sering kali menciptakan curah hujan tinggi di wilayah bagian selatan pada Amerika Selatan, Asia Tengah, hingga kawasan Tanduk Afrika, yang berdampak pada harapan berakhirnya kekeringan di kawasan itu. Hanya saja, pola iklim ini juga dikaitkan dengan peningkatan risiko kekeringan di sejumlah wilayah lain seperti Australia, Indonesia, dan sebagian kawasan Asia bagian selatan.

Pada awal pekan ini, Australia memperingatkan jika El Nino tahun ini bakal menyebabkan cuaca yang lebih panas dan terik pada negara yang sudah rentan dengan kebakaran hutan.

Sementara Jepang menyalahkan pola iklim ini akibat musim semi terpanas yang pernah ada.

Berdasarkan NOAA, dampak El Nino di Amerika Serikat sendiri relatif lebih lemah saat musim panas, tetapi bakal berdampak hebat saat memasuki akhir musim gugur hingga semi.

Meskipun dampak El Nino menekan aktivitas badai di Atlantik, hanya saja fenomena itu justru meningkatkan aktivitas badai topan pada kawasan Pasifik bagian tengah dan timur.

Apa sebetulnya El Nino?

Rata-rata, pola iklim ini terjadi setiap dua hingga tujuh tahun. Kata El Nino sendiri berasal dari bahasa Spanyol "Little Boy" (anak kecil) dan ditujukan pada fase hangat dari Osilasi Selatan El Nino.

Hal ini sebagain besar mulai terjadi karena perairan sangat hangat di kawasan timur Pasifik dan kemungkinan terbentuk saat adanya pertukuran angin yang berhembus dari timur ke barat di sepanjang garis ekuator Pasifik yang melambat atau bahkan berbalik arah seiring dengan perubahan tekanan udara.

Sebelum periode fenomena El Nino muncul, rata-rata suhu permukaan air laut pada Mei 2023 mencapai 0,1 Celsius lebih tinggi dibanding catatan sebelumnya.

Dampak panas karena El Nino juga muncul antara tahun 2018 hingga 2019 dan diikuti dengan periode pendinginan yang dikenal sebagai fenomena La Nina, yang muncul pada tahun 2020 sampai El Nino kembali muncul.

La Nina berasal dari bahasa Spanyol "Little Girl" (perempuan kecil), lebih dingin dibanding El Nino, yang mana suhu permukaan laut di bagian timur dan pusat Samudera Pasifik di dekat garis ekuator lebih rendah dari biasanya.

Dampak terkuat El Nino tercatat pada periode tahun 2015 dan 2016, saat itu hampir satu pertiga koral Great Barrier Reef di Australia mati.

mh/ha (AFP, AP, Reuters)