1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiEropa

Apakah Gelombang Panas di Eropa Akan Hambat Pasokan Pangan?

Dirk Kaufmann
2 Agustus 2024

Di Eropa Timur, gelombang panas dan kelangkaan air menyebabkan kegagalan panen dan mulai mengganggu rantai pasokan pertanian di kawasan. Apakah krisis pasokan pangan bisa terjadi lagi?

https://p.dw.com/p/4j0Ea
Foto ilustrasi gelombang panas dan kekeringan di Eropa
Foto ilustrasi gelombang panas dan kekeringan di EropaFoto: Petra Otte/dpa/picture alliance

Musim panas tahun 2024 sangat panas dan kering di Eropa Timur. Di Ukraina, salah satu eksportir jagung utama dunia, suhu melonjak di atas 38 derajat Celcius pada bulan Juli, suatu hal yang tidak biasa terjadi di wilayah tersebut.

Sementara itu, negara tetangganya, Rumania, telah mengalami kekeringan selama beberapa bulan yang menyebabkan serangga tidak dapat menyerbuki tanaman jagung di salah satu negara pemasok jagung utama di Uni Eropa (UE) itu. "Fenomena serupa juga dialami Ukraina," kata Tetiana Adamenko dari departemen pertanian di Pusat Hidrometeorologi Ukraina.

"Sepuluh hari di bulan Juli kami mengamati suhu di atas 35 derajat. Tidak ada lebah yang melakukan penyerbukan pada suhu ini,” katanya kepada kantor berita Bloomberg awal Juli lalu, sambil menambahkan bahwa perkiraan awal menunjukkan panen jagung Ukraina "20% hingga 30% lebih rendah dari perkiraan.”

Jerman tidak terlalu terpengaruh oleh kegagalan panen di Eropa Timur, karena Jerman mengimpor gandum terutama dari negara-negara tetangganya di Uni Eropa. Namun beberapa negara anggota UE sudah merasakan pengetatan pasokan jagung dari Timur, kata Steffen Bach, analis pasar di Kaack Terminhandel, lembaga jasa keuangan di Cloppenburg, Jerman. "Spanyol, yang biasanya membeli jagung dalam jumlah besar dari Laut Hitam, sangat terkena dampaknya,” kata Steffen Bach kepada DW. Itulah sebabnya UE secara keseluruhan "perlu mengimpor lebih banyak jagung” dari negara lain.

Parts of Europe swelter under brutal heatwave

Situasi di Ukraina makin kritis

Ukraina, Bulgaria dan Rumania bulan Juni lalu sama-sama mengalami rekor suhu terpanas. Pemerintah Rumania akhir Juli memperingatkan, suhu bisa naik di atas 40 derajat Celcius, dan Menteri Energi Sebastian Burduja mengatakan bahwa hal ini tidak hanya membahayakan pertanian tetapi juga pasokan energi.

Masalahnya diperburuk dengan adanya perang di Ukraina, yang mempersulit ekspor biji-bijian dan jagung melalui jalur Laut Hitam.

Analis pasar Steffen Bach mengatakan, upaya diplomatik telah mengarah pada penerapan koridor pelayaran di jalur air yang menurutnya sebagian besar aman. "Selama hampir satu tahun, koridor pelayaran telah berfungsi tanpa masalah besar. Tapi tetap menjadi risiko yang harus diterima oleh perusahaan pelayaran.” Namun masalah yang lebih penting bagi petani adalah "biaya pengangkutan dan premi asuransi yang lebih tinggi,” kata Steffen Bach.

Situasi pasokan pangan global masih stabil

Meskipun harga pangan global tetap stabil menghadapi gelombang panas di Eropa Timur, masih ada beberapa ketidakpastian di pasar, yang membuat para pedagang tetap waspada, yaitu transit melalui dua rute pelayaran terpenting dunia sebagian besar masih tetap mengalami gangguan.

Rendahnya permukaan air di Terusan Panama telah menghambat perjalanan kapal-kapal kargo besar selama beberapa waktu. Sedangkan Terusan Suez beberapa kali menjadi sasaran serangan pemberontak Houthi di Yaman setelah pecahnya perang Gaza.

Analis Steffen Bach mengatakan, sudah ada pergeseran dalam rantai pasokan pangan global. "Perdagangan produk pertanian internasional telah merespons kekhawatiran kerugian tersebut dan membeli lebih banyak jagung secara signifikan di Amerika Serikat. Dalam enam minggu pertama tahun ini, lebih dari 270.000 ton jagung telah dikirim ke UE dari Amerika, atau lebih dari dua kali lipat dibanding musim 2023/24."

Bagi UE dan khususnya Jerman, hal ini berarti dua hal: "Petani yang memproduksi jagung diperkirakan akan mengalami kenaikan harga, sementara peternak harus mengantisipasi harga pakan yang lebih tinggi," karena harga jagung pasti akan naik, kata Steffen Bach. Tapi "lonjakan harga yang signifikan, seperti yang terjadi pada krisis pangan global beberapa tahun lalu, tidak diperkirakan terjadi.”

(hp/as)