1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Akankah Perang Dingin Duterte Dengan Gereja Berakhir?

17 Januari 2019

Presiden Filipina Rodrigo Duterte kembali membuat kontroversi terkait pernyataanya. Dalam pidatonya ia menghina para uskup di Fipina dengan kata-kata yang tidak pantas. Pihak gereja pun akhirnya angkat bicara.

https://p.dw.com/p/3BhGl
Philippinischer Präsident Rodrigo Duterte
Foto: picture alliance/AP Images/B. Marquez

Presiden Filipina, Rodrigo Duterte kembali membuat kontroversi dengan pernyataannya. Ia mencela para uskup di negara itu yang mayoritas penduduknya adalah penganut Katolik dengan sebutan yang tak pantas. Duterte diketahui beberapa kali sering mengkritik gereja-gereja yang ada di Filipina, ini merupakan balasan Sang Presiden atas protes yang dilancarkan pihak gereja terkait keputusannya dalam memerangi narkoba.

Sejak tahun 2016, Duterte giat mengkampanyekan perang melawan narkoba. Ia memerintahkan kepada aparat penegak hukum di Filipina untuk menembak mati mereka yang terlibat dengan obat-obatan terlarang.

Duterte sendiri tidak menyebutkan alasan khusus dibalik pernyataannya saat ia sedang meresmikan peletakan batu pertama pembangunan sebuah sekolah di bagian utara Manila, Filipina. Bahkan ia menuding sebagian besar uskup merupakan pecinta sesama jenis.

"Sebagian besar mereka semua adalah pecinta sesama jenis. Mereka harusnya mengakui secara terbuka, membatalkan janji suci, dan biarkanlah mereka memiliki kekasih." ujar Duterte dilansir dari Reuters.

Biarkan apa adanya

Menanggapi pernyataan Duterte, Uskup Agung Lingayan-Dagupan, Socrates Villages, mengaku tidak ambil pusing. Justru ia prihatin dengan keadaan Sang Presiden.

"Karena gereja-gereja disini sudah ada selama 2.000 tahun lamanya atas kehendak Tuhan, itulah yang kami yakini. Bahkan gereja disini sudah melalui hal-hal yang lebih parah (dibanding pernyataan presiden) dalam kurun waktu tersebut. Saya khawatir dengaan keadaan presiden, karena itu tidak baik untuk kesehatannya." ujar Villages dilansir dari Philippine Star.

Sementara itu, dalam konferensi persnya juru bicara kepresidenan Salvador Panelo menghimbau masayarakat Filipina agar tidak terpancing polemik ini. "Presiden berhak mengutarakan pemikirannya akan hal apapun, menurutnya itu penting. Sama halnya juga untuk para uskup (mengutarakan pemikirannya), tak peduli apa yang mereka sampaikan." tandasnya.

Baca juga : Badai Usman Menerjang Filipina, Puluhan Tewas Akibat Banjir dan Longsor

Gerakan Duterte melawan narkoba dirasa ampuh memberikan efek jera kepada pengguna serta pengedar di negara tersebut, namun banyak pihak gereja yang juga mengkritik langkah pria berusia 73 tahun tersebut. Pihak gereja vokal dalam menyerukan keadilan dan tawaran perlindungan terhadap pengguna obat-obatan terlarang.

Belum lama ini, Filipina mengklaim telah menembak mati 5.000 orang dalam operasi anti-narkoba yang dilakukan oleh polisi di bawah arahan Rodrigo Duterte. Pihak kepolisian Filipina menolak tuduhan bahwa pembunuhan itu adalah eksekusi, dengan mengatakan pengguna dan pengerdar narkoba tewas dalam baku tembak. Polisi berdalih mereka melakukan itu atas dasar membela diri.

rap/hp (rtr, ps)

Duterte Ancam Tangkap Jaksa ICC