1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikBelgia

Apa Agenda Belgia Sebagai Presiden Dewan Eropa 2024?

Bernd Riegert
2 Januari 2024

Belgia menjabat presidensi Dewan Uni Eropa mulai 1 Januari untuk paruh pertama tahun 2024. Belgia ingin menggenjot sejumlah agenda ambisius, sebelum menghadapi pemilu Eropa bulan Juni mendatang.

https://p.dw.com/p/4anY4
Menlu Belgia Hadja Lahbib (kiri) dan PM Belgia Alexander De Croo
Menlu Belgia Hadja Lahbib (kiri) dan PM Belgia Alexander De CrooFoto: Philip Reynaers/IMAGO

Kepresidenan Belgia di Dewan Eropa, bersama dengan Parlemen Eropa, harus menyelesaikan lebih dari 100 proyek legislatif yang belum terselesaikan di Uni Eropa (UE), hingga akhir April mendatang. Di antaranya upaya untuk mereformasi pemrosesan permohonan suaka di blok tersebut dan mengatur regulasi kecerdasan buatan.

Pada akhir April nanti, Parlemen Eropa akan bertemu untuk sidang pleno terakhirnya sebelum pemilu Eropa dilangsungkan pada minggu pertama bulan Juni. Setiap proyek legislatif yang belum selesai pada periode sebelumnya itu harus ditangani oleh Parlemen Eropa hasil pemilu.

Ketika ditanya apa yang membuat Belgia optimistik mengambil alih kepemimpinan Dewan Uni Eropa, Menteri Luar Negeri Hadja Lahbib mengatakan, "kompromi a la belge [kompromi ala Belgia], itulah rahasia kami." Pada presentasi agenda kepresidenan Belgia Desember lalu, dia menekankan bahwa "lebih baik kita mencari solusi daripada menciptakan masalah."

Hadja Lahbib baru memasuki dunia politik satu setengah tahun yang lalu setelah berkarir sebagai jurnalis televisi. Dia menggambarkan Belgia sebagai "negara multibahasa, multietnis dengan banyak ide” dan sudah terbiasa berdiskusi dan mencari kompromi. Dia sendiri lahir dari orang tua imigran Aljazair, dan tinggal di wilayah Wallonia yang berbahasa Prancis.

Belgium: Love for all

Waktu semakin mendesak

Pemerintah Belgia tidak punya banyak waktu. Perdana Menteri Alexander De Croo, yang berasal dari wilayah Flanders yang berbahasa Belanda, ingin mendorong undang-undang yang akan memfasilitasi restrukturisasi ekonomi yang ramah lingkungan dan meningkatkan daya saing global Eropa. Dia mengatakan, masyarakat Eropa mengharapkan UE "memberikan hasil" menjelang pemilu Eropa.

"Itu berarti melindungi rakyat kita, itu berarti memperkuat perekonomian kita, itu berarti mempersiapkan masa depan bersama,” kata Alexander De Croo, merangkum agenda kepresidenan Belgia. "Bagi Belgia, ini adalah kali ke-13 kami mengambil alih kursi kepresidenan. Kami seharusnya mengetahui apa yang kami lakukan, [dan] saya yakin bahwa kami memiliki cukup pengalaman.”

Pada pertemuan puncak khusus 1 Februari nanti, pemerintah Belgia harus mencoba menyusun anggaran jangka panjang UE, yang juga mencakup mata anggaran bantuan untuk Ukraina senilai €50 miliar. Pada KTT terakhir pada bulan Desember, Uni Eropa belum, berhasil mngambil keputusan karena Hongaria memblokir hal ini dengan hak vetonya.

"Penting bagi kita untuk terus menunjukkan dukungan bagi Ukraina,” kata De Croo, seraya menambahkan bahwa "persatuan persemakmuran akan menjadi sangat penting untuk menentukan keberhasilan kita bersama dalam menghadapi banyak tantangan yang ada di depan.” Namun dia tidak menjelaskan bagaimana dia bermaksud mengubah pikiran Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban.

Menteri Luar Negeri Hadja Lahbib tetap optimistik: "Bagi saya ini adalah kepresidenan seperti yang lainnya.” Juga masih belum jelas apakah perundingan antar pemerintah mengenai pembukaan negosiasi aksesi dengan Ukraina dan Moldova bisa terlaksana pada paruh pertama tahun 2024. Belgia sendiri ingin fokus pada perluasan blok tersebut dan mempersiapkan UE untuk menerima anggota baru.

PM Hungaria Viktor Orban yang sering memblokir keputusan Uni Eropa
PM Hungaria Viktor Orban yang sering memblokir keputusan suara bulat Uni EropaFoto: Omar Havana/AP/picture alliance

Uni Eropa perlu reformasi segera

UE tidak dapat terus beroperasi seperti sebelumnya, kata Janis Emmanouilidis dari lembaga tangki pemikir European Policy Centre. Diskusi mengenai mekanisme internal UE dan tujuan kebijakan luar negeri sangat diperlukan, katanya pada sebuah acara diskusi bulan Desember lalu.

Tahun 2024, kata Janis Emmanouilidis, akan menimbulkan banyak tantangan potensial, di antaranya kemungkinan ekspansionisme Rusia terhadap perbatasan Uni Eropa, peningkatan fraksi ultra kanan dalam pemilu Eropa, dan kemungkinan terpilihnya kembali Donald Trump di Amerika Serikat.

Namun beberapa jurnalis Belgia meragukan pemerintah Belgia memiliki kekuatan untuk mewujudkan agenda ambisiusnya. Karena di Belgia sendiri pada bulan Juni akan dilangsungkan pemilu tingkat lokal, regional, dan federal bersamaan dengan pemilu Eropa. Masih belum jelas, apakah pemerintahan koalisi tujuh partai di Belgia saat ini dapat tetap mempertahankan kekuasaan.

Koalisi saat ini terdiri dari Partai Sosialis, Partai Hijau, Partai Liberal, dan Partai Demokrat Kristen, namun dalam jajak pendapat teranyar mereka tertinggal dari partai berhaluan kanan. Partai-partai sayap kanan dan separatis sayap kanan radikal di Flanders, menunjukkan peningkatan dukungan meroket dalam jajak pendapat itu.

Kebangkitan partai populis dan ultra kanan akan semakin merumitkan pembentukan pemerintahan baru. Setelah pemilu terakhir saja, dibutuhkan waktu hampir 500 hari untuk merampungkan perundingan koalisi dan menyepakati pembentukan pemerintahan.

Namun Perdana Menteri Alexander De Croo menyatakan, kampanye pemilu Belgia tidak akan akan mempersulit atau memengaruhi kepemimpinan negaranya di Dewan Uni Eropa. Ada kemungkinan dia sendiri tidak akan lagi menjabat sebagai kepala pemerintahan. Pasalnya, partainya yakni Partai Liberal Flemish, popularitasnya merosot tajam dalam jajak pendapat teranyar itu.

(hp/as)

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!