1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Whistleblower Kedua Muncul dalam Skandal Trump - Ukraina

7 Oktober 2019

Munculnya whistleblower kedua, yang mengklaim mengetahui langsung soal kesepakatan Trump dengan Ukraina, dapat menambah tekanan pada Presiden AS tersebut dan memperuncing penyelidikan pemakzulan terhadapnya.

https://p.dw.com/p/3QoX0
USA Weißes Haus in Washington
Foto: Reuters/L. Millis

Mark Zaid, kuasa hukum whistleblower pertama, mengatakan kepada media ABC News pada Minggu (06/10) bahwa whistleblower kedua juga berasal dari pejabat intelijen Amerika Serikat dan telah diperiksa oleh inspektur jenderal komunitas intelijen (ICIG).

Zaid juga mengabarkan ke sejumlah media bahwa whistleblower kedua tersebut, yang mengetahui panggilan telfon Presiden Amerika Donald Trump ke Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy, dengan Trump dituduh menekan Ukraina untuk kepentingan politik pribadinya, telah berbicara dengan pengawas internal komunitas intelijen.

Zaid mengkonfirmasi hal ini dalam cuitannya.

Pekan lalu, Ketua Dewan Perwakilan Amerika Serikat, Nancy Pelosi, mengumumkan penyelidikan pemakzulan kepada Trump. Keputusan ini dipicu oleh tuduhan bahwa Trump meminta bantuan dari pemerintah asing dalam upaya pemilihannya kembali sebagai presiden Amerika. Pelosi mengatakan bahwa tindakan Trump mencederai integritas pemilu AS dan mengancam keamanan nasional.

Skandal bemula dari laporan pejabat intelijen yang dirahasiakan identitasnya, yang membeberkan soal pangilan telefon Trump kepada Zelenskiy pada tanggal 25 Juli. Trump diduga menekan Zelenskiy untuk mengungkap informasi yang merusak tentang anak mantan wakil presiden Joe Biden, yang kemungkinan akan menjadi pesaingnya dari Demokrat, di tahun 2020 mendatang.

Gedung putih berjanji bekerja sama

Trump pun tetap menantang penyelidikan pemakzulanya. Dalam serangkaian cuitannya di Twitter, Trump menyerang sang whistleblower pertama, mengatakan ia ingin bertemu dengan ‘penuduhnya' serta ‘orang yang secara illegal memberikan informasi ini' kepada sang whistleblower.

 "Apakah orang ini memata-matai presiden Amerika? Konsekuensi besar!” cuitya pada 30 September lalu.

Namun Sekretaris Negara Mike Pompeo mengatakan pada Minggu (07/10) bahwa Departemen Luar Negeri akan menaati Undang-Undang saat Demokrat berupaya mencari dokumen dan informasi lainnya terkait kesepakatan Trump dengan Ukraina.

Mike Pompeo, yang juga dalam jalur panggilan yang sama dengan pangilan telefon Trump kepada Ukraina Juli lalu, mengatakan departemennya belum menyerahkan dokumen apa pun namun akan tetap mengikuti prosedur yang berlaku.

Baca juga: Trump: "Jerman Tidak Melakukan Apa-Apa untuk Ukraina", Pemerintah Jerman Membantah

Republik tidak puas?

Laporan mengenai munculnya whistleblower kedua dalam skandal Trump-Ukraina menyusul ketidakpuasan beberapa anggota di Partai Republik sendiri.

Senator Republik Mitt Romney, Ben Sasse, dan Susan Collins menyatakan kekhawatirannya tentang Trump yang hendak berkunjung ke negara-negara lain, menyusul seruan presiden AS tersebut kepada Cina Jumat lalu agar Cina menyelidiki sepak terjang anak lelaki Joe Biden yang punya bisnis di Cina.

Trump merespon Mitt Romnes secara langsung Romney di Twitter dan menyebutnya sebagai pengkhianat partai.

Baca juga: Sering Beda Pandangan, Donald Trump Pecat Penasihat Keamanan Nasional John Bolton

Mayoritas kubu Republik tidak berkomentar mengenai sengketa ini dan terus mendukung Trump. Pada Minggu (06/10), beberapa pendukung Trump yang paling vokal membelanya dan mengkritik Demokrat tentang bagaimana mereka melanjutkan penyelidikan pemakzulan terhadap Trump.

Senator Lindsey Graham dari Carolina Selatan, pendukung setia Trump, dengan gigih mengatakan Trump tidak melakukan kesalahan apa pun terkait percakapan telefonnya dengan Zelenskiy.

Pada Minggu (06/10), ia mencuit bahwa whistleblower kedua yang muncul ‘tidak berarti lebih baik atau dapat dipercaya' dan menyamakannya dengan tindakan Demokrat saat menentang pemilihan Hakim Agung Trump, Brett Kavanaugh yang diusulkan oleh Trump. Saat dia dicalonkan, ada sejumlah saksi yang mengaku Kavanaugh melakukan pelecahan seksual terhadap mereka.

rap/hp (ap, rtr, afp)