1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pidato Sukarno tentang Supersemar

11 Maret 2016

Dalam pidatonyo pada 17 Agustus 1966, Sukarno mengecam pihak yang telah menghianati perintahnya. Masih banyak misteri di balik surat yang membuka jalan bagi kekuasaan Suharto dan lahirnya Orde Baru.

https://p.dw.com/p/1IBWt
Foto: AFP/Getty Images

Terdapat tiga versi Surat Perintah Sebelas Maret yang disimpan Arsip Negara. Satu berasal dari Sekretariat Negara, yang lain dari Pusat Penerangan TNI Angkatan Darat dan yang terakhir hanya berupa salinan tanpa kop surat kenegaraan.

Namun sejarahawan menganggap ketiga surat tersebut palsu. Sampai sekarang tidak jelas di mana keberadaan salinan asli Supersemar.

Supersemar diyakini tidak menyebut secara eksplisit penyerahan kekuasaan kepada Suharto seperti yang dipropagandakan oleh TNI. Dalam pidato Sukarno pada 17 Agustus 1966 ia mengecam pihak yang telah menghianati perintahnya. "Jangan jegal perintah saya. Jangan saya dikentuti!" pekiknya saat itu. Sukarno juga menekankan Supersemar bukan "transfer of authority, melainkan sekedar surat perintah"

24 jam setelah terbitnya surat sakti itu Suharto membubarkan PKI, menangkapi anggota kabinet dan orang-orang tedekat Sukarno. Menurut adik Suharto, Probosutedjo, surat itu tidak secara eksplisit memerintahkan pembubaran PKI. Sebab itu pula Sukarno menerbitkan surat perintah 13 Maret buat menganulir Supersemar. Serupa Supersemar, naskah asli surat perintah itu hingga kini lenyap tanpa bekas.

Setelah kekuasaannya dilucuti, Sukarno diasingkan dari kancah politik di Jakarta. Ia dilarang membaca koran atau mendengar radio. Kunjungan keluarga dan layanan kesehatan dibatasi. Kondisi seperti tahanan rumah ini dijalani presiden pertama RI itu hingga ia wafat.