1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Venezuela Berencana Ekspor Minyak ke Cina

18 Januari 2007

Chavez membuat aliansi dengan Iran, Chavez mengekspor minyak ke Cina, Chavez melawan George W. Bush. Bagi satu pihak, Chavez adalah politisi kiri yang revolusioner, bagi pihak lain Chavez adalah figur baru dalam perang melawan globalisasi. Namun ada apa di balik retorika Chavez?

https://p.dw.com/p/CIvl
Hugo Chavez
Hugo ChavezFoto: AP

Jika pidato Presiden Venezuela di kancah internasional didengarkan, Hugo Chavez terdengar sedang menyebarkan hasutan kebencian. Hasutan kebencian melawan Presiden Amerika Serikat George W. Bush dan kebijakannya. Chavez menyebut Bush sebagai “Mister Danger”, pemerintah Amerika Serikat sebagai “Perversum Imperium” atau kekuasaan yang jahat. Chavez juga bersekutu dengan Presiden Iran Ahmadinejad dan ingin melipatgandakan bisnis minyak dengan Cina sebelum batas tahunan. Semua hal dilakukan Chavez untuk menunjukkan kebencian terhadap perilaku imperialisme Amerika Serikat.

Tapi Chavez tidak dengan mudah dapat berpaling dari Amerika Serikat. Negara tetangga Venezuela tersebut dikenal sebagai pengimpor minyak terpenting. 50 persen produksi minyak Venezuela diekspor ke Amerika Serikat dan minyak mentah yang diambil dari Orinoco, Venezuela diolah Amerika Serikat. Hanya Amerika Serikat yang memiliki teknologinya dan mampu melakukannya.

Hingga kini, Presiden Hugo Chavez tak banyak berusaha untuk mengurangi ketergantungan ekspor minyaknya dari Amerika Serikat. Sampai sekarang Chavez tidak memiliki cukup alasan. Cadangan sumber minyak Venezuela sangat banyak. Harga minyak mentah musim panas lalu sangat tinggi. Dari surplus minyak Venezuela, Chavez dapat membiayai banyak program sosial untuk menguatkan posisinya di wilayah miskin di negaranya.

Dari tingginya harga minyak mentah, tercetus ide untuk mengekspor minyak ke Cina. Hal itu merupakan langkah yang terlalu jauh dari Venezuela, namun kebutuhan minyak Cina sangat besar. Asia juga kini sedang mengalami pertumbuhan ekonomi dan Venezuela dapat mengambil keuntungan dari fenomena tersebut.

Beberapa bulan lalu, harga minyak mentah jatuh dan tarif tambahan pengiriman harus mendapat konsekuensinya. Pengembangan ekspor terus dilakukan sebagai tindakan politik revolusioner melawan musuh bebuyutannya di Washington, bukan dengan alasan bisnis sesungguhnya.

Nasionalisasi industri minyak terdengar revolusioner ketimbang situasi sebenarnya. Di satu sisi perusahaan energi dan minyak bumi Venezuela PdVSA adalah perusahaan negara. Di sisi lain Chavez menginginkan keikutsertaan pihak asing dalam kegiatan penambangan minyak di Orinoco. Investasi asing di Venezuela saat ini hanya 50 persen dari jumlah investasi asing di Venezuela tujuh tahun lalu.

Ekspor minyak ke Cina atau aliansi dengan Iran memang menjadi topik utama pers internasional dan menggambarkan Chavez sebagai sosok penentang pemerintah Amerika Serikat. Tapi kenyataan ekonomi menunjukkan hal yang berbeda. Venezuela tetap menjadi mitra Amerika Serikat yang tepat waktu mensuplai minyak dan dibayar tepat waktu.