1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

280311 Japan AKW Lage

28 Maret 2011

Unsur plutonium yang sangat berbahaya ditemukan di tanah sekitar PLTN Fukushima. Pemerintah Jepang mengakui sempat terjadinya peleburan inti atom di blok reaktor nomor 2.

https://p.dw.com/p/10j5s
epa02656518 A handout Seorang anggota Greenpeace mengukur tingkat radiasi di desa Iitate, 40 km dari PLTN FukushimaFoto: picture alliance/dpa

Di tanah sekitar PLTN Fukushima telah ditemukan unsur plutonium yang sangat berbahaya. Demikian dilaporkan kantor berita Jepang Kyodo, hari Senin (28/03). Unsur plutonium telah ditemukan secara keseluruhan di lima lokasi. Menurut operator PLTN TEPCO, plutonium itu berasal dari inti atom di reaktor blok 3. Namun, dikatakan bahwa hal itu tidak mengancam kesehatan.

Jurubicara pemerintah Jepang, Yukio Edano hari Senin (28/3) mengakui terjadinya peleburan inti atom dan juga memastikan air yang tercemar radioaktif kadar tinggi berasal dari reaktor yang rusak tersebut. Senada dengan itu, Professor Naoto Sekimura dari Universitas Tokyo menegaskan, "Saya memastikan, unsur radioaktifnya berasal dari inti reaktor yang rusak. Lewat kebocoran di kolam pendingin, bersama air masuk ke rumah turbin. Ini masalah besar. Kadarnya sekarang terlalu tinggi untuk pekerja agar dapat tetap bertugas di sana."

Prof. Sekimura juga memastikan, yang mengalami kerusakan dan kebocoran adalah blok reaktor nomor dua. Di sana terukur intensitas radioaktif ekstrim tinggi. Mula-mula perusahaan operator PLTN TEPCO melaporkan 10 juta kali di atas kadar normal. Namun kemudian diralat menjadi sekitar 100 ribu kali lebih tinggi dari kadar normal. Namun tetap saja, intensitas paparan radioaktif sangat tinggi pada air di rumah turbin dan bagian lain di blok reaktor bersangkutan, menghambat dioperasikannya lagi instalasi pompa pendingin reguler untuk mendinginkan inti reaktor.

Intensitas paparan radioaktif di kawasan evakuasi pada radius 20 km dari PLTN Fukushima, di sebagian areal tetap tinggi. Namun di sebagian tempat juga menunjukan penurunan. Demikian laporan organisasi pelindung lingkungan Greenpeace yang melakukan pengukuran secara independen.

Sementara ini, kemarahan warga, terutama di kawasan ibukota Tokyo, terhadap politik informasi dari pemerintah dan pengusaha PLTN TEPCO terus meningkat. Pakar radiasi Jepang, Shigenobu Nagataki, menegaskan pentingnya informasi yang akurat, untuk menaksir ancaman bahaya radiasi atom. "Kita seharusnya mempublikasikan informasi yang diperlukan secepatnya dan tanpa hambatan. Dan dengan dasar informasi ini, kita juga harus membuat analisa menyangkut bahayanya bagi manusia, dan memberikan informasinya secara tepat kepada warga."

Namun pengusaha PLTN Fukushima, TEPCO, yang mengetahui sejak dini tingginya kadar paparan radioaktif, baru mengumumkannya beberapa waktu kemudian. Juga tindakan pengamanan di PLTN Fukushima Daiichi dinilai tidak memadai, karena hanya dirancang untuk menghadapi tsunami setinggi 5,5 meter. Para pakar sudah memperingatkan sekitar satu setengah tahun lalu, bahwa jika terjadi gempa kuat, terdapat kemungkinan munculnya gelombang tsunami setinggi lebih dari 10 meter. Gelombang tsunami yang dipicu gempa berkekuatan 9.0 tanggal 11 Maret lalu, di sejumlah tempat mencapai ketinggian 18 meter.

Juga juru bicara pemerintah, Yukio Edano, kini melontarkan kritik tajam terhadap TEPCO, "Tanpa informasi akurat, pemerintah tidak dapat memberikan petunjuk. Saya yakin, rakyat tidak percaya lagi kepada TEPCO. Karena itu, kami menuntut pengusaha untuk menyampaikan lebih banyak informasi, atau paling tidak, menyerahkannya kepada pemerintah."

Kini juga sudah muncul silang sengketa menyangkut masalah ganti rugi. Pemerintah Jepang menilai, bencana atom itu tidak hanya disebabkan bencana alam. Karena itu TEPCO harus mengambil alih tanggung jawabnya. Untuk dapat segera mengatasi kelangkaan energi, disebutkan, pemerintah Jepang akan membangun pembangkit listrik minyak atau gas.

Peter Kujath/CS/Agus Setiawan

Editor: Dyan Kostermans