1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

UNICEF: Bekas Tentara Anak Luncurkan Buku

5 Juni 2007

Mantan Presiden Liberia Charles Taylor diadili di Mahkamah Internasional di Den Haag. Ia dituduh telah mengorbankan ribuan anak sebagai tentara anak. Hampir bersamaan dengan itu, seorang bekas tentara anak dari Sierra Leone meluncurkan buku yang mengisahkan pengalamannya sebagai tentara anak.

https://p.dw.com/p/CTB9
Tentara Anak di Afrika
Tentara Anak di AfrikaFoto: AP

Sebanyak 38 pihak yang berkonflik di Afrika juga di Sri Lanka, Myanmar, Filipina dan Kolumbia tetap menggunakan tentara anak dalam perang. Bahkan ada yang masih berumur delapan tahun. Dengan pemakaian obat bius dan diteror mereka direkrut secara paksa. Anak-anak yang selamat dari peperangan sering mengalami luka traumatis sehingga sangat sulit untuk kembali ke kehidupan normal. Namun, Ketua Unicef Jerman, Dietrich Garlichs mengatakan berbagai upaya sudah dilakukan untuk membantu anak-anak itu. Di negara konflik seperti Uganda, Sudan dan Kolumbia UNICEF melancarkan program rehabilitasi bagi anak-anak yang terlibat dalam perang. Dietrich Garlichs:

“Sejak 2001 sekitar 95.000 anak mengikuti program rehabilitasi. Namun, itu tidak berarti mereka langsung pulih dan sangat kecil kemungkinannya. Bulan Mei ini UNICEF bersama dua pemerintahan menyepakati perjanjian untuk tidak melibatkan anak-anak dalam perang. Dua pemerintahan tersebut adalah Cad dan pemerintahan Republik Afrika Tengah dimana tentara anak-anak dikerahkan di sekitar wilayah Darfur.”

Salah seorang bekas tentara anak dari Sierra Leone, Ishmael Beah mengisahkan pengalamannya dalam buku yang diberi judul “Kembali ke Kehidupan. Saya bekas tentara anak.” yang diluncurkan di Berlin. Ishmael Beah:

“Sebagai orang muda seperti saya ini, yang kehilangan segalanya – kotanya hancur, seluruh keluarganya dibunuh – dan tidak ada yang bisa menerangkan apa yang sebenarnya terjadi. Saya putus asa, marah dan saya tidak tahu apa yang dapat saya lakukan dalam hidup ini. Mula-mula mereka memusanahkan segala yang berarti bagi seorang anak – keluarganya, lingkungannya – kemudian anak-anak itu direkrut secara paksa untuk berperang, seperti saya. Saya tidak punya pilihan lain.”

Ketika terlibat dalam perang saudara di tahun 90an Ishmael berumur 12 tahun. Lebih dari dua tahun Ishmael ikut perang sampai berumur 16 tahun. Dengan mengikuti program rehabilitasi dari UNICEF ia berani menceritakan pengalamannya. Setelah tamat dari United Nations International School dan setelahnya mengikuti pendidikan lanjutan, Ishmael mulai menulis tentang pengalamannya. Bersama UNICEF Ishmael Beah menyerukan untuk menghentikan keterlibatan tentara anak dan membantu 250.000 anak-anak bekas tentara di seluruh dunia.

Nampaknya kampanye “Stop the use of child soldier” yang diselenggarakan UNICEF mulai membuahkan hasil. Ketua UNICEF Jerman Dietrich Garlichs mengatakan:

“Paling tidak kampanye ini berhasil mengeluarkan hukum internasional yang menentang kejahatan tersebut. Setelah bertahun-tahun berjuang akhirnya tahun 2002 diberlakukan protokol tambahan dalam konvensi hak anak, yang melarang keterlibatan tentara anak-anak dalam perang. Kini, ketetapan tersebut harus diterapkan.”