1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Uni Eropa Siap Kirim Pemantau ke Aceh

19 Juli 2005

Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka sepakat mengakhiri konflik. Penarikan pasukan Israel di jalur Gaza menimbulkan kontroversi. Tema-tema tersebut menjadi sorotan media di Eropa kali ini.

https://p.dw.com/p/CPNZ
Pertemuan Menteri Luar Negeri Uni Eropa
Pertemuan Menteri Luar Negeri Uni EropaFoto: AP

Tentang kesepakatan damai di Aceh, harian Jerman Die Rheinpfalz menulis:

"Untuk mengawasi pelaksanaan kesepakatan damai di Aceh, Uni Eropa menunjukkan kesediaanya untuk mengirimkan misi pemantau internasional untuk Aceh. Hal itu disepakati Menteri-Menteri Luar Negeri Uni Eropa pada pertemuan di Brussel, Senin lalu. Pengiriman misi pemantau tersebut dapat dilakukan, bila ada permintaan dari pihak pemerintah Indonesia atau Gerakan Aceh Merdeka. Dan pengiriman tersebut akan dilaksanakan, dalam kerja sama dengan ASEAN. Kalau kesepakatan pembentukan misi pemantau sudah ditandatangani, Uni Eropa akan langsung beraksi, seperti yang dikatakan Koordinator Politik Keamanan dan Politik Luar Negeri Uni Eropa, Javier Solana."

Juga harian Swiss Neue Zürcher Zeitung pun menyoroti tema Aceh itu:

"Para Menteri Luar Negeri Uni Eropa bersepakat untuk mengirimkan misi pemantau ke Aceh. Koordinator Politik Keamanan dan Politik Luar Negeri Uni Eropa Javier Solana mengatakan, permintaan misi pemantau itu diajukan keduabelah pihak, yaitu Gerakan Aceh Merdeka dan pemerintah Indonesia, agar misi tersebut mengawasi gencatan senjata. Pengawasan itu akan disusul dengan menarik semua pasukan militer kedua pihak."

Sekarang kami alihkan perhatian ke Timur Tengah. Penarikan pasukan Israel yang tengah terjadi di jalur Gaza menimbulkan reaksi positif dari dunia internasional, namun warga Israel sendiri justru melancarkan aksi protes. Harian konservatif Perancis Le Figaro mengomentari pawai protes warga Israel yang menentang penarikan Israel dari Gaza:

"Warga Israel radikal mengerahkan warga lainnya untuk menghindari penarikan Israel dari Gaza. Apakah mereka akan berhasil? Semua itu hanya tergantung pada siapa yang lebih tahan menghadapi situasi seperti itu. Tentunya, emosi juga merupakan faktor penting, seperti bila melihat di telivisi tentara Israel bentrok dengan warganya sendiri, atau seorang tentara tidak patuh pada perintah atasannya, karena tentara itu tidak sanggup melawan sesama warganya, bisa juga para pendeta Yahudi memanasi keadaan. Pemerintah Israel menyadari, penarikan 8000 warga dari 21 pemukiman di jalur Gaza tidak akan mudah. Perdana Menteri Israel Ariel Scharon bertekad melaksanakan penarikan itu, kalau perlu dengan kekerasan. Arah perdebatan mengenai penarikan itu sekarang ini adalah siapa yang sebenarnya berhak memutuskan penarikan tersebut, apakah pihak pemerintah atau mereka yang merasa diberi hak oleh Tuhan atas daerah tersebut."

Harian Liberation yang terbit di Paris, Perancis juga berkomentar terhadap konfrontasi warga dan tentara di Israel:

"Jika dilihat betapa hati-hatinya para tentara dipersiapkan untuk melakukan evakuasi, maka dapat dimengerti, bahwa ini adalah menyangkut hal yang beresiko tinggi. Pemerintahan Israel tidak yakin terhadap tindakan putus asa warga yang radikal dan serangan besar pasukan atau aksi teror berdarah di pihak Palestina. Di Gaza, Perdana Menteri Ariel Scharon memegang peranan yang besar. Scharon telah mengakui prinsip negara Palestina. Namun, status jalur Gaza yang ‚dibebaskan’ masih jauh dari bentuk suatu negara otonomi." (an/vd)