1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Uni Eropa Prioritaskan Solusi Diplomatik bagi Krisis di DR Kongo

31 Oktober 2008

Penderitaan warga kawasan timur Republik Demokratik Kongo belum juga berakhir. Bencana kelaparan dan penyakit menular membayangi mereka.Prancis mendesak agar tentara Uni Eropa ditugaskan ke wilayah konflik.

https://p.dw.com/p/FlSy
Panser pasukan PBB terlihat memasuki kota Goma, Kivu Utara, DR Kongo, Kamis (30/10).
Panser pasukan PBB terlihat memasuki kota Goma, Kivu Utara, DR Kongo, Kamis (30/10).Foto: AP

Uni Eropa tidak menutup kemungkinan menugaskan pasukannya ke daerah konflik di kawasan timur Republik Demokratik Kongo, namun solusi diplomatis lebih diprioritaskan ketimbang penyelesaian militer. Bantuan kemanusiaan juga menjadi prioritas utama, demikian dinyatakan usai pertemuan komisi politik keamanan pemerintah negara-negara Uni Eropa di Brussel Jumat kemarin (31/10).

Ide penugasan pasukan Uni Eropa datangnya dari Menteri Luar Negeri Prancis Bernard Kouchner. Menurutnya, " Ini bukanlah masalah militer, ini merupakan pembantaian dan perbuatan barbar terhadap masyarakat sipil. Pasukan PBB berjumlah 4000 personel yang ditugaskan di ibukota provinsi Goma, tidak mampu menghentikan kekerasan di Kongo timur. Ini harus dihentikan. Namun konfliknya harus diselesaikan secara diplomatis.“

Menurut Kouchner, penugasan pasukan Uni Eropa dimaksudkan untuk membantu misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di sektor kemanusiaan. Kouchner mengusulkan agar 400 hingga 1500 serdadu Uni Eropa dikerahkan ke wilayah konflik. Sementara negara anggota Uni Eropa lainnya memandang skeptis ide tersebut.

Pemerintah Jerman mengharapkan konflik di wilayah timur Kongo dapat diselesaikan secara damai. Juru bicara kementrian luar negeri Jerman Jens Plötner di Berlin mengatakan, hal utama yang harus diperhatikan adalah menyuplai bahan kebutuhan pokok para pengungsi. Plötner memperingatkan, misi perdamaian PBB MONUC terburu-buru dinyatakan tidak mampu lagi meredam konflik, melihat adanya kerusuhan baru di wilayah itu. Menurut Plötner, sangat penting bagi Eropa untuk membantu tugas MONUC, daripada melakukan intervensi militer.

Sekjen PBB Ban Utarakan Keprihatinan

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki Moon mengungkapkan keprihatinannya menyangkut krisis di Kongo timur. Ban menyebut situasi wilayah konflik sangat mengerikan. Ban yang tengah berada di New Delhi menyerukan pemimpin pemberontak Tutsi, Laurent Nkunda, untuk mempertahankan gencatan senjata.

Dikatakannya, "Gencatan senjata ini harus dipertahankan. Masyarakat internasional, pemimpin Afrika, terutama pemimpin wilayah, harus memperhitungkan segala tindakan agar gencatan senjata tetap dijaga saat ini juga. Pertempuran harus dihentikan. Saat ini situasinya sangat mengerikan, ratusan ribu pengungsi menderita akibat situasi seperti ini.“

Ban menekankan keobyektifan PBB dalam memandang konflik di Republik Demokratik Kongo. Ban mengatakan dirinya sudah berbicara dengan Presiden Rwanda Paul Kagame, yang dianggap sebagai pendukung Nkunda. Selain itu, Ban juga bertemu dengan Presiden Kongo Joseph Kabila, dan Presiden Tanzania merangkap pemimpin Uni Afrika, Jakaya Kikwete. Terakhir dilaporkan, Presiden Kongo Kabila dan Presiden Rwanda Kagame siap menggelar pertemuan darurat.

PBB sudah menugaskan 17 ribu serdadu helm biru di Republik Demokratik Kongo, dan menugaskan kurang dari enam ribu serdadu di wilayah konflik. Sejumlah pengamat berpendapat, tentu saja pasukan helm biru kewalahan menghadapi pemberontak Tutsi, karena Nkunda memiliki sekitar 10 ribu gerilyawan.

Gencatan Senjata Tenangkan Situasi

Setelah pertempuran hebat berkecamuk antara pemberontak Tutsi dan pasukan pemerintah di kawasan timur Kongo di Goma, situasi di kota itu Jumat kemarin (31/10) mulai tenang. Wartawan kantor berita AFP dan komandan pasukan PBB Samba Tall melaporkan, gencatan senjata yang diserukan pemberontak, dipatuhi. Sejumlah organisasi bantuan mendesak peningkatan bantuan bagi Kongo. (ap/rtr/ls)