1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Uni Eropa Masih Tutup Pintu untuk Maskapai Indonesia

Zaki Amrullah29 November 2007

Burung besi Indonesia masih juga tak boleh mampir ke Eropa. Tak urung, Pemerintah Indonesia mempertanyakan keputusan Komisi Penerbangan Uni Eropa yang masih memasukkan maskapai Indonesia dalam daftar hitam.

https://p.dw.com/p/CUei
Bukan hanya satu, larangan juga berlaku bagi seluruh maskapai Indonesia.
Bukan hanya satu, larangan juga berlaku bagi seluruh maskapai Indonesia.Foto: AP

Pemerintah Indonesia akan mengirimkan surat protes kepada Uni Eropa, menyusul perpanjangan daftar larangan terbang yang dikeluarkan Komisi Penerbangan Uni Eropa terhadap seluruh maskapai Indonesia. Pemerintah juga akan meminta campur tangan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional ICAO, untuk menyelesaikan masalah ini.

Menteri Perhubungan Jusman Syafii Jamal, dalam kekecewaannya, mempertanyakan keputusan Uni Eropa tersebut, karena dianggap kurang berdasar. Jusman Syafii merujuk kemajuan yang telah dicapai maskapai Indonesia dan hasil audit tim Uni Eropa yang menyatakan bahwa tidak ada masalah teknis dalam penerbangan di tanah air:

Larangan terbang atas 51 maskapai Indonesia, diberlakukan Uni Eropa sejak Juli lalu, setelah serangkaian kecelakaan penerbangan fatal di tanah air.

Pemerintah sejak semula optimistis, kunjungan tim teknis dan Presiden Komisi Eropa ke Indonesia akan mengubah sikap Uni Eropa. Apalagi, Presiden Komisi Eropa Jose Manuel Barosso dalam pertemuan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Jum’at (23/11) lalu, memberi isyarat positif. Kenyataannya dalam revisi yang baru dirilis, seluruh maskapai Indonesia, belum dicoret dari daftar hitam Uni Eropa.

Meski menyatakan kecewa, pemerintah sejauh ini menegaskan tidak akan melakukan tindakan balasan, dengan melarang maskapai Uni Eropa memasuki wilayah Indonesia.

Ketua Kaukus Penerbangan DPR Alvin Lie menyatakan dirinya bisa memaklumi keputusan Uni Eropa itu. Namun ia masih mempertanyakan kemungkinan adanya motif lain.´

“Pertama karena secara teknis keselamatan penerbangan, mereka belum yakin, Kedua, ada kepentingan politik atau ketiga ada kepentingan bisnis lainnya. Tetapi, saya cenderung melihat bahwa apa yang kita lakukan, memang, belum sesuai dengan harapan mereka. Permasalahannya? Apakah Uni Eropa sendiri juga sudah berlaku adil, mengingat penerbangan Indonesia pun, saat ini aktif ke Asia, Australia, Timur Tengah dan sebagainya tanpa ada masalah.”

Pengamat penerbangan Dudi Sudibyo menepis kemungkinan adanya motif lain, di luar masalah teknis penerbangan. Ia menyebut sejumlah insiden kecil yang kemungkinan menjadi rujukan Uni Eropa dalam memperpanjang daftar larangan terbang terhadap maskapai Indonesia:

“Sayang sekali waktu Presiden Komisi Eropa di Jakarta diterima oleh SBY, ada insiden kecil, Batavia lepas coveringnya. Tidak disangka, salah satu pesawat Garuda pecah bannya. Itu insiden kecil, tapi ibaratnya setitik noktah di susu yang merusak semuanya, mestinya itu tidak terjadi. Artinya, tidak sempurna cara menangani keselamatan.”

Uni Eropa sejauh ini menegaskan larangan terbang dikenakan terhadap maskapai yang gagal memenuhi standar keselamatan. Daftar ini dikumpulkan berdasarkan rekomendasi dari 27 negara anggota Uni Eropa dan akan diperbaharui setidaknya 2 kali setahun.