1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

260109 EU-Außenminister Nahost

as26 Januari 2009

Menlu Uni Eropa bertemu rekan sejabatnya dari Palestina dan dunia Arab, untuk mengupayakan gencatan senjata jangka panjang dan mendorong proses perdamaian baru di Timur Tengah.

https://p.dw.com/p/GgTP
Menlu Finlandia Alexander Stubb, menlu Luxemburg Jean Asselborn dan petugas urusan luar negeri Uni Eropa Javier Solana dalam pertemuan di Brussel Senin (26/1).Foto: AP

Para menteri luar negeri Uni Eropa bertemu rekan sejabatnya dari pemerintahan otonomi Palestina, Mesir, Yordania dan Turki hari Minggu (25/1) malam kemarin di Brussel, tepat seminggu setelah kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza. Pertemuan serupa dengan menteri luar negeri Israel, Tzipi Livni telah dilaksanakan hari Rabu pekan lalu. Uni Eropa hendak mengupayakan gencatan senjata jangka panjang dan mendorong proses perdamaian baru di Timur Tengah.

Di latar depan upaya baru itu terutama adalah membahas bantuan segera bagi warga Palestina di Jalur Gaza dan pembangunan kembali kawasan tsb. Menteri luar negeri Swedia, Carl Bildt mengatakan, persyaratan kehidupan yang sulit di Jalur Gaza merupakan salah satu faktor penyebab kekerasan warga Palestina : “Yang paling menentukan adalah membuka akses ke Jalur Gaza, sehingga warga di kawasan itu bukan hanya memiliki hak untuk hidup tetapi juga dapat hidup. Jika mereka tidak memiliki kemungkinan untuk mengecap kehidupan yang layak, mereka akan melakukan tindakan tidak masuk akal akibat putus asa.“


Sementara menteri luar negeri Jerman Frank Walter Steinmeier mengimbau negara-negara lainnya di seluruh dunia untuk memberikan kontribusinya membantu warga Palestina.

Steinmeier menegaskan ; “Kita harus mempersiapkan diri untuk pembangunan kembali Jalur Gaza. Menurut saya, ini merupakan sinyal yang baik, bahwa inisiatifnya datang dari kawasan itu. Mesir sudah mengumumkan akan menggelar konferensi negara donor. Hal itu menegaskan, bahwa dunia Arab ikut serta secara intensif dalam pembangunan kembali. Eropa juga tidak akan berpangku tangan.“


Hambatan terbesar bukannya pembangunan kembali, melainkan bagaimana menciptakan perdamaian di Timur Tengah serta mengatasi perpecahan warga Palestina sat ini dalam menuju terciptanya sebuah negara Palestina berdaulat. Fatah berkuasa di Tepi Barat Yordan sementara Hamas berkuasa di Jalur Gaza. Menimbang realitas tsb, menteri luar negeri Ceko yang saat ini menjabat ketua dewan Uni Eropa, Karel Schwarzenberg mengimbau warga Palestina untuk bekerjasama : “Kami percaya, bahwa perujukan warga Palestina di belakang presiden Mahmud Abbas amat menentukan bagi kemajuan.“


Yang menentukan adalah bagian yang menyebutkan “di belakang presiden Mahmud Abbas.“ Karena dengan itu menteri luar negeri pemerintahan otonomi Palestina, Riad al Maliki melihat pengakuan bagi klaim kekuasaan Fatah sendirian di Palestina : “Kami percaya akan kesatuan teritorial, tepi barat Yordan dan Jalur Gaza, dan hanya terdapat sebuah administrasi otonomi Palestina. Ini satu-satunya administrasi yang sah. Yang tidak hanya berkuasa di tepi barat Yordan melainkan juga di Jalur Gaza. Dan diakui tidak hanya oleh negara-negara Arab melainkan oleh negara lainnya di dunia.“


Akan tetapi faktanya Hamas tetap berkuasa di Jalur Gaza. Dan Al Maliki juga menunjukan kekhawatirannya bahwa perpecahan warga Palestina akan memicu pada pembagian negara Palestina dalam jangka panjang.

Sementara itu menteri luar negeri Inggris, David Milliband mengatakan adanya cacat di kalangan Uni Eropa menyangkut diplomasi Timur Tengah. Hal ini pada saat mulai pecahnya krisis terbaru disebut sebagai ketidak selarasan dan banyaknya pendapat yang berbeda. Milliband mengingatkan rekan-rekan sejabatnya, mengenai ambisi Uni Eropa untuk memainkan peranan lebih besar dalam tatanan politik dunia, khususnya di Timur Tengah.

Milliband mengatakan : “Konflik terbaru di Timur Tengah merupakan pertanda kegagalan politik. Dan Uni Eropa menghendaki prioritas upaya baru, untuk pemecahan dua negara di Timur Tengah. Presiden Obama, menlu Clinton dan sekarang George Mitchell menegaskan, upaya ini merupakan bagian penting dalam politik luar negeri Amerika.“


Akan tetapi dalam tema ini tidak hanya menyangkut pemikiran yang bersaing. Menlu Sweadia Carl Bildt misalnya, menyampaikan pernyataan positif, bahwa AS dengan utusan Timur Tengah yang baru, George Mitchell akan kembali aktif berkiprah di Timur Tengah.