1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Uni Eropa Desak Voting Resolusi Suriah

Agus Setiawan4 Oktober 2011

Kelompok oposisi Suriah membentuk sebuah Dewan Nasional dalam pertemuan di Istanbul, Minggu (02/10). Sementara aksi kekerasan terhadap pemrotes terus berlangsung.

https://p.dw.com/p/12lLm
Demonstrasi di Homs menentang rezim Assad.Foto: dapd

Voting sebuah resolusi yang mengecam Suriah di Dewan Keamanan PBB, menurut laporan kalangan diplomatik, rencananya akan dilaksanakan Selasa (04/10) ini. Tapi hingga Senin (03/10) sikap Rusia tetap belum jelas. Sejauh ini Rusia menolak semua usulan sanksi terhadap rezim Suriah di bawah presiden Bashar al Assad. Jika Rusia mengajukan veto, diperkirakan voting akan gagal. Dewan Keamanan PBB pada bulan Agustus lalu hanya mengeluarkan pernyataan ketua dewan untuk mengecam aksi kekerasan di Suriah.

Sementara itu militer Suriah terus melancarkan aksi kekerasan di kubu pembangkang di kawasan Homs. Saksi mata melaporkan, militer Suriah melakukan razia besar-besaran di Talbiseh hari Senin (3/10). Talbiseh merupakan pemasok logistik bagi kota Rastan yang merupakan kubu bekas militer yang melakukan desersi berbalik menentang Assad. Warga melaporkan, sistem komunikasi di Talbiseh dilumpuhkan. Sedangkan kota Rastan terus dikepung militer Suriah yang didukung tank dan helikopter tempur.

Oposisi Tidak Solid

Walaupun telah membentuk apa yang disebut Dewan Nasional, kelompok oposisi di Suriah merupakan organisasi yang tidak solid. Mereka tidak memiliki kesepahaman dalam bidang ideologi maupun strategi. Juga terpecah-pecah dalam kelompok agama, nasionalis, liberal, pro-barat dan kelompok etnis atau suku. Hanya satu hal yang mempersatukan kelompok oposisi. Yakni, target menggulingkan rezim di bawah Bashar al Assad.

Juga kelompok oposisi Suriah tetap menolak dukungan intervensi militer asing, seperti contoh Libya. Karena aksi semacam itu dinilai sebagai pelanggaran kedaulatan. Tapi masyarakat internasional diimbau untuk membantu warga Suriah dalam segi kemanusiaan.

Pakar Suriah Mouin Rabbani mengatakan :  ”Tidak banyak ruang efektif bagi intervensi internasional. Demikian pandangan asing maupun warga Suriah. Wawasan jangka panjangnya ini tetap urusan warga Suriah.” 

Rezim di Damaskus tetap menuding kelompok pemrotes sebagai teroris. Situasi menjadi semakin rumit dengan munculnya kelompok militer yang melakukan desersi dan membentuk Militer Pembebasan Suriah. Pembangkang terkemuka Michel Kilo menilai perkembangan semacam itu amat berbahaya. ”Itu berarti perang saudara. Kami tidak menginginkannya. Saya harapkan, warga tetap setia pada prinsipnya,“ tegasnya.

Sanksi Ekonomi Lebih Menentukan

Assad tidak takut perang saudara. Presiden Suriah ini lebih mencemaskan sanksi ekonomi yang akan mempertajam krisis di negaranya. Karena dampak keruntuhan ekonomi diperkirakan juga akan menyeret runtuhnya rezim. Pelarangan impor akan menurunkan pendapatan hingga 25 persen. Cadangan devisa Suriah diperkirakan akan habis dalam waktu sekitar 16 bulan. Jumlah warga miskin yang saat ini mencapai lebih dari 30 persen, akan meningkat drastis. Juga kelompok elite dari lingkungan seputar Assad akan merasakan dampaknya.

Agus Setiawan/dapd/rtr/afp/ap/dw

Editor : Vidi Legowo-Zipperer