1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Uni Eropa Bantu Yunani

11 Februari 2010

Uni Eropa akhirnya memutuskan untuk membantu Yunani mengatasi defisit anggarannya. Krisis di negara itu bisa menyeret negara-negara lain dan melemahkan nilai tukar mata uang Euro.

https://p.dw.com/p/Lz4J
Menteri keuangan Yunani George Papaconstantinou (kiri) mengumumkan langkah penghematan di Athena (09/02)Foto: picture alliance / dpa

Harian Spanyol La Razón menulis:

Kebangkrutan Yunani harus dihindari. Sebab ini bisa punya dampak berat bagi negara-negara Uni Eropa lain dan bagi stabilitas mata uang Euro. Uni Eropa tidak bisa punya anggota yang terus-menerus berada dalam situasi sekarat. Di Yunani sekarang harus diambil langkah-langkah drastis untuk menghindari situasi terburuk. Perekonomian Yunani anjlok. Kepercayaan publik Eropa terhadap para pemegang kebijakan sudah guncang, setelah pemerintahan di Athena ketahuan memanipulasi angka-angka statistiknya. Jerman dan Perancis perlu memimpin prakarsa bersama Uni Eropa dan menuntun pemerintah Yunani mengatasi krisis dengan instrumen yang cocok. Jika Uni Eropa tidak berbuat apa-apa, resikonya lebih besar lagi.

Harian Perancis Libération berkomentar:

Krisis Yunani secara spektakuler memperpanjang dampak krisis keuangan dunia dan menunjukkan, bagaimana pemerintah Yunani di masa lalu dengan santainya menjalankan kebijakan yang tidak bertanggung jawab. Sekarang harus ada koordinasi di tengah kekacauan ini. Itu seharusnya sudah dilakukan sepuluh tahun lalu. Kini banyak spekulasi terjadi dan menggoyahkan prinsip mata uang bersama, yang susah payah dibangun selama 20 tahun. Hanya ada satu jawaban terhadap kekacauan ini. Yaitu tekad politik dan solidaritas dengan Yunani yang terancam bangkrut.

Harian Swiss Neue Zürcher Zeitung dalam tajuknya menulis:

Krisis Yunani menunjukkan, bahwa kelemahan di satu negara di kawasan mata uang Euro bisa menjadi masalah bagi negara-negara lainnya. Ketidakseimbangan antara negara-negara yang menerapkan mata uang bersama memang bukan tanpa resiko. Jika saja Yunani dulu mengikuti nasehat-nasehat Uni Eropa, tidak hanya mengenai pembenahan anggaran melainkan juga soal peningkatan daya saingnya, mungkin krisis ini bisa dihindari. Lalu pemerintah bisa dengan tenang membahas masalah-masalah strategis. Tapi sekarang, pasar dan media sudah menanti dengan penuh perhatian, langkah apa yang akan dilakukan Yunani untuk mengatasi krisis terburuk ini.

Isu lain yang jadi sorotan pers adalah situasi di Iran. Pada peringatan revolusi Islam 11 Februari, pemerintah Iran dengan segala cara berusaha membungkam aksi protes kelompok oposisi. Harian Italia La Repubblica menulis:

Punya siapa perayaan 11 Februari? Apakah itu perayaan rezim penerus revolusi Islam yang berlangsung 31 tahun lalu, atau perayaan rakyat yang ketika itu bangkit melawan diktatur dan berani mengorbankan nyawanya? Pertanyaan itu akan terjawab dalam aksi adu kekuatan di jalan-jalan besar di Teheran dan kota besar lainnya di Iran. Sekalipun berhasil melakukan penindasan secara luas, pemerintahan Mahmud Ahmadinejad menghadapi masalah besar. Bahkan kain warna hijau, yang sejak dulu menjadi simbol bagi Islam, dilarang digunakan pada hari peringatan karena dianggap sebagai simbol subversif. Ini jelas menunjukkan kelemahan para penguasa. Sebuah pemerintahan, yang merasa perlu untuk melarang penggunaan tanda dan warna, akan sulit mendekati rakyatnya, apalagi mendapat dukungan.

HP/DK/dpa