1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiIndonesia

Resolusi Keuangan Anti-Gagal? Simak Tips Berikut Ini!

19 Desember 2023

Tahun 2024, pengeluaran liburan dan hiburan diperkirakan masih jadi prioritas. Bagaimana cara tentukan resolusi keuangan supaya tidak gagal? DW hadirkan langkah-langkahnya.

https://p.dw.com/p/4aJTG
Mata uang rupiah
Mata uang rupiahFoto: Janusz Pieńkowski/PantherMedia/IMAGO

Tiap awal tahun, selalu ada saja rencana untuk membuat napas finansial lebih sehat. Entah dengan melunasi utang, atau mulai berinvestasi. Tapi, di penghujung tahun banyak yang kemudian baru sadar, resolusi hanya tinggal janji.

Dina Nila adalah salah satu anak muda yang cukup rajin membuat resolusi finansial tiap tahunnya, meski belum semua terwujud.

"Kalau nabung sudah dari 2018, sejak pertama kali kerja. Nah resolusi keuangan buat tahun depan pasti sudah berbeda dari tahun sebelumnya, karena baru menikah jadi sudah double income (berpenghasilan ganda)," katanya kepada DW Indonesia. Tahun ini, Dina Nila pun berencana menabung agar bisa membeli rumah.

Dina saat ini baru pindah ke Dubai untuk bekerja. Ia menhatakan sejak dulu selalu berusaha membuat pos perencanaan keuangan, tapi masih tak konsisten lantaran sering lupa membuatnya secara rinci. Biasanya hanya bertahan 6 bulan pertama, kemudian mulai malas, sekalipun sudah memakai aplikasi.

Seberapa sehat dompet orang Indonesia?

Dalam riset yang dilakukan OCBC NISP Financial Fitness Index 2023, skor finansial Indonesia naik menjadi 41,16 di 2023 dibandingkan dengan tahun sebelumnya (40,06).

Riset tahunan ini dibuat untuk mengukur kesehatan finansial masyarakat Indonesia yang dilakukan pada Juli-Agustus 2023 dengan 1.351 responden usia 25-35 tahun di 9 kota besar di Indonesia.

Riset juga menyebut bahwa sekitar 53% generasi muda Indonesia percaya bahwa perencanaan finansial mereka saat ini akan memberikan kesuksesan finansial di masa depan. Masih menurut data riset, hanya 8% generasi muda yang sudah berinvestasi lebih terstruktur seperti reksadana, saham, dan tabungan berjangka.

Beberapa fakta lain yang ditemukan adalah sekitar 35% generasi muda lainnya sering melakukan pengeluaran besar yang impulsif, dan 12% berbelanja melebihi pendapatan.

Liburan dan hiburan, prioritas tahun 2024

Jika tidak hati-hati, kondisi ini tentu saja bakal membahayakan kondisi keuangan pribadi. Dalam laporan Mastercard Economics Institute (MEI) 2023, Economic Outlook: Balancing Prices &Priorities, seiring dengan meredanya dampak ekonomi akibat pandemi, orang-orang di Asia Pasifik termasuk Indonesia diperkirakan mengalokasikan lebih banyak anggaran dari pendapatan mereka untuk pengeluaran yang lebih opsional seperti liburan dan hiburan. Pada 2024, pengeluaran konsumen di Indonesia diperkirakan akan meningkat sekitar 5,5% dibanding tahun sebelumnya. 

"Tahun 2024 akan menjadi masa di mana konsumen akan menyesuaikan kembali pengeluaran mereka. Data menunjukkan bahwa masyarakat tetap antusias untuk melakukan perjalanan dan makan di restoran, meskipun tingkatnya berbeda-beda di setiap negara,” ujar David Mann, Chief Economist, Asia Pacific Mastercard dalam laporan tersebut.

Aturan dasar kelola keuangan pribadi

Namun, tidak semua orang bisa punya keleluasaan untuk punya uang lebih demi belanja dan liburan, utamanya generasi sandwich. Salah-salah, kebanyakan belanja atau liburan, keuangan pun makin kacau atas dasar alasan self-reward atau memberikan penghargaan kepada diri sendiri.

Wage Fernando, Financial Fitness Trainer menyebut bahwa baik self-reward maupun kebutuhan bisa dipenuhi dengan cara mengelola keuangan dengan baik. Salah satu cara paling mudah untuk mengatur keuangan adalah dengan prinsip 50/30/20.

"Artinya 50% untuk alokasi total kebutuhan dasar, 30% untuk gaya hidup, dan 20% untuk tabungan. Kalau dari situ kita bisa disiplin, maka ini akan membantu ke depannya, pengaturan keuangan jadi lebih ringan," katanya di Kelas keuangan Financial Resolution 2024, How to Make It Happen dari Ruang Menyala OCBC Indonesia, awal Desember.

Menurut pria yang biasa disapa Nando, dalam tiap perencanaan keuangan ada berbagai tantangan dan hambatan yang mungkin terjadi.

"Masalah yang bisa hambat tujuan keuangan atau financial goals kita itu ada tiga yang paling besar, yaitu risiko inflasi atau penurunan nilai uang, kemudian risiko volatilitas makanya kita harus punya strategi yang disesuaikan dengan profil risiko kita terhadap aset dan investasi,” ucap Nando.

"Risiko yang ketiga adalah risiko individu yang mengancam dana yang dimiliki. Akibatnya dana yang dialokasikan untuk tujuan masa depan terpakai untuk menutup biaya risiko individu ini, misalnya sakit keras atau meninggal dunia."

Risiko ini, kata dia, tak bisa dihilangkan tapi bisa diminimalisasi. Salah satunya dengan membuat resolusi keuangan yang tepat.

Sepakat dengan Nando, Ken Handersen, perencana keuangan terkualifikasi dan pendiri situs edukasi finansial, Gatherich, mengungkapkan cara membuat resolusi keuangan terbaik adalah dengan melakukan evaluasi.

Menurut Ken, untuk bisa menentukan apakah sebuah resolusi bisa tercapai atau tidak, ada prinsip 3A. "Yaitu aware dengan mengecek dulu selama ini itu gimana habit keuangan. Kalau sudah aware maka yang keduanya adalah acceptance. Terima aja kalau ada kekurangan, kemarin saya salah langkah maka terima kemudian lakukan adaptasi. A yang ketiga adalah Adapt." 

Jangan lupakan resolusi jangka panjang

Ketika menentukan resolusi, kata Ken, ada baiknya tidak cuma fokus pada resolusi tahunan, tetapi juga perhatikan resolusi keuangan jangka panjang antara 5-10 tahun. Hal ini bertujuan untuk benar-benar menentukan prioritas, merinci kebutuhan dan meringankan "beban” keuangan di masa depan.

"Ini seperti pemilu memang, 5 menit menentukan 5 tahun, begitu juga dengan perencanaan keuangan. Apa yang dilakukan 5 menit saat ini juga akan menentukan 5 tahun ke depan kondisi keuangan kamu."

"Jadi tentukan kamu mau ngapain 5-10 tahun ke depan, misalnya beli rumah, menikah, selesaikan KPR, dan lainnya. Lalu lihat pencapaian kamu apa saja, hitung berapa harga yang dibutuhkan untuk mencapainya, lalu sumber penghasilannya dari mana."

Sudah terlanjur besar pasak, harus bagaimana?

Ken tak menampik bahwa hal ini bakal mudah dilakukan. Selalu ada gangguan yang muncul saat mulai ingin disiplin mengatur keuangan. Beberapa yang sering muncul adalah gangguan belanja online, belanja berbagai barang yang diinginkan alias FOMO.

Ken menyebut, berdasarkan data OCBC NISP Financial Fitness Index 2023, 12% responden memiliki pengeluaran yang melebihi pendapatan yang disebabkan oleh gaya hidup teman alias ikut-ikutan teman. Bagaimana kalau sudah begini? Bukankah self-reward itu sah-sah saja?

"Keputusan keuangan itu sering kali diikuti emosi, tapi bagaimana caranya kita menggeser itu ke keputusan logis. Caranya adalah kita harus punya alasan yang sangat kuat untuk tidak membeli barang. Kan kita sudah pecah kecil-kecil nih berapa yang harus kita tabung tiap bulannya, kalau kita pakai buat belanja sekarang, nanti tujuan keuangannya tercapai tidak? Kalau tidak, ya tidak usah beli."

Ditambahkannya, ketika ingin membeli sesuatu di luar perencanaan, berbagai pertimbangan harus diperhitungkan, misalnya sepenting apa barang tersebut.

"Ada hal yang penting dan mendesak, ada yang penting tapi tidak mendesak. Kalau penting dan mendesak misalnya atap rumah bocor ya memang harus keluar uang dari dana darurat. Kalau penting tapi tidak mendesak, tidak harus dibeli sekarang tidak masalah, direncanakan saja kapan mau belinya." (ae)

 

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif yang kami pilih setiap Rabu untuk kamu. Daftarkan e-mail kamu untuk berlangganan Newsletter mingguan Wednesday Bite.

 

C. Andhika S. Detail, humanis, dan tidak ambigu menjadi pedoman saya dalam membuat artikel yang berkualitas.