1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Teliti Arsip Era Kolonial, Jerman Kembangkan Perangkat AI

16 Agustus 2024

Arsip Federal Jerman punya koleksi dokumen penting dari era kolonial. Bagi orang awam, dokumen-dokumen itu sulit dipahami. Kini, kecerdasan buatan (AI) diharapkan bisa bantu para peneliti.

https://p.dw.com/p/4jXjL
Kartu pos era kolonial dari Kamerun
Kartu pos dari Kamerun, wilayah koloni Afrika Kekaisaran Jerman di wilayah Kamerun saat iniFoto: akg-images/picture alliance

Siapa pun yang ingin melakukan penelitian serius terhadap arsip-arsip Jerman sebelum Perang Dunia II harus punya keterampilan khusus. Mereka harus bisa membaca bentuk-bentuk tulisan tangan yang kini sudah tidak digunakan lagi dalam kehidupan sehari-hari dalam bahasa Jerman.

Sebut saja Kurrent, bentuk tulisan kursif yang berkembang di akhir era abad pertengahan, serta berbagai bentuk variannya, terutama Sütterlin yang berumur pendek. Tulisan kursif ini dikembangkan pada tahun 1911 dan diajarkan di sekolah-sekolah Jerman dari tahun 1915 hingga 1941, hingga dilarang oleh Nazi.

Setelah itu, anak-anak sekolah lebih suka mempelajari tulisan tangan yang mirip dengan tulisan kursif bahasa Inggris masa kini.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Penutur bahasa Jerman yang tumbuh bersama jenis tulisan tangan Sütterlin terus menggunakannya hingga periode setelah perang. Akan tetapi sebagian besar orang Jerman tidak dapat membaca huruf yang ditulis oleh kakek-nenek mereka.

Namun sekarang, program kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dapat melakukannya.

Arsip Federal Jerman, Bundesarchiv, mengembangkan alat baru untuk membantu menguraikan berbagai jenis tulisan yang dapat ditemukan dalam dokumen-dokumen dari era kolonial.

Koleksi penting yang belum tergarap

Dokumen-dokumen dari era ini menarik karena Arsip Federal Jerman memiliki koleksi sekitar 10.000 berkas dari Kantor Kolonial Reich, yang berfungsi sebagai otoritas pusat untuk kebijakan kolonial Kekaisaran Jerman.

Berkas-berkas tersebut "dipilih karena sebagian besar ditulis tangan," kata juru bicara kearsipan, Elmar Kramer, kepada DW. Koleksi ini juga dipilih untuk program percontohan karena berkas-berkas dari Kantor Kolonial Reich telah sepenuhnya didigitalkan dan tidak ada pembatasan apa pun untuk penggunanya, jelas manajer proyek, Inger Banse.

Kartu pos tahun 1903 dari wilayah koloni Jerman di Kamerun
Sulit bagi sebagian besar orang Jerman untuk membaca tulisan tangan Kurrent di kartu pos tahun 1903 iniFoto: akg-images/picture alliance

Namun yang terpenting, seperti yang ia tunjukkan, "menerima era kolonial merupakan fokus seluruh masyarakat kita, dan kita dapat memberikan kontribusi yang baik untuk itu dengan koleksi ini."

"Sudah terlalu lama kejahatan era kolonial Jerman menjadi titik buta dalam budaya mengingat kita," kata Komisioner Jerman untuk Kebudayaan dan Media, Claudia Roth.

Ia secara khusus menyambut baik proyek Arsip Federal ini: "Untuk membantu memperkuat pengetahuan tentang bab gelap sejarah Jerman ini. Dengan demikian, proyek ini memberikan kontribusi penting untuk menerima masa lalu."

Genosida pertama abad ke-20

Kolonisasi oleh Kekaisaran Jerman dimulai pada akhir abad ke-19 dan berfokus terutama pada pengambilalihan wilayah dan pendirian koloni di Afrika, Lautan Selatan Pasifik, dan Cina.

Kekaisaran Kolonial Jerman hanya bertahan selama 30 tahun, dari tahun 1884 hingga akhir Perang Dunia Pertama. Namun tak lama setelah didirikan, ia menjadi kekaisaran kolonial terbesar ketiga setelah Britania Raya dan Prancis. Dan pemerintahan kolonialnya sangat brutal.

Didokumentasikan dalam koleksi Arsip Federal adalah bab-bab gelap yang mencakup pemberontakan suku Sokehs dari tahun 1910/1911 yang dimulai di Pulau Sokehs di lepas pantai Kepulauan Caroline Timur, yang saat ini menjadi Negara Federasi Mikronesia.

Penguasa kolonial Jerman menerapkan kebijakan bumi hangus untuk memburu para pemberontak dan membuat suku tersebut dideportasi dari pulau mereka sendiri di Lautan Selatan Pasifik. 

Kebrutalan lain adalah bagaimana Raja Rudolf Douala Manga Bell dan Adolf Ngoso Din dieksekusi pada tahun 1914 karena secara damai berkampanye menentang tindakan pemerintah kolonial Jerman untuk mengusir dan merelokasi orang-orang Douala dari kampung halaman mereka di wilayah pesisir dan barat daya Kamerun.

Yang paling terkenal, mereka bertanggung jawab atas genosida Suku Herero dan Nama, yang dikenal sebagai genosida pertama abad ke-20. Genosida tersebut terjadi dari tahun 1904 hingga 1908, setelah orang-orang Herero dan Nama memberontak terhadap penguasa kolonial Jerman.

Baru tahun 2021 Jerman secara resmi mengakui telah melakukan genosida selama pendudukan kolonialnya di daerah yang saat ini termasuk Namibia.

Pengguna awal AI

Pada tahun yang sama, Arsip Federal mulai mengembangkan alat AI untuk membuat arsip era kolonial lebih mudah diakses. Itu terjadi sebelum dimulainya era AI baru, ketika ChatGPT dan model bahasa besar lainnya dirilis ke publik mengubah kecerdasan buatan menjadi topik diskusi publik.

"AI telah menjadi topik yang menarik bagi kami selama beberapa tahun. Dalam hal ini, kami dapat mengatakan bahwa kami sekarang menyatukan salah satu koleksi tertua kami dan salah satu teknologi terbaru, jika Anda mau: AI bertemu dengan kolonialisme," jelas Elmar Kramer, tentang peran perintis Arsip Federal dalam domain tersebut.

Perlu diingat bahwa AI tidak hanya harus mampu memecahkan kode Sütterlin, tetapi juga "tulisan yang sangat berantakan dan penuh coretan," kata Kramer. 

"Kami melihat bagaimana model berperilaku dalam berbagai kategori ini," jelas Banse. Mereka melatih model tersebut dengan memeriksa secara manual dan menyempurnakan, baris demi baris, hasil transkripsi AI pada sekitar 170 halaman materi yang bervariasi.

Banse mengatakan bahwa mereka kini telah mencapai titik di mana model AI memberikan tingkat akurasi yang dapat diterima dalam transkripsi materi yang paling rumit sekalipun.

Mencapai kesempurnaan dalam transkripsi memerlukan investasi waktu yang panjang, kata Banse, mengutip prinsip Pareto yang menyatakan bahwa 20% proses pengoptimalan yang paling sulit memerlukan 80% upaya.

"Jadi pada titik tertentu, kami harus menentukan batasnya," jelasnya. Mereka lalu mengembangkan mesin pencari yang  memungkinkan diperolehnya hasil yang lebih luas.

Model AI Arsip Federal juga telah dilatih untuk memecahkan kode tulisan tangan Kurrent. Hal ini membuka banyak kemungkinan untuk arsip berbahasa Jerman lainnya. Namun saat ini, proyek tersebut masih merupakan proyek percontohan yang dirancang khusus untuk koleksi ini. Koleksinya dapat dilihat di lokasi, di ruang penelitian arsip di Berlin-Lichterfelde, dan akan segera tersedia secara online.

(ae/hp)